Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menahan mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin. Ridwan keluar dari Gedung Bundar mengenakan rompi pink khas tahanan Kejagung dan tangannya diborgol sekitar pukul 17.53.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan, penahanan ini terkait kasus tambang nikel ilegal PT Antam (Persero) di Blok Mandiodo yang ditangani di Kejaksaaan Tinggi Sulawesi Tenggara. Selain Ridwan, Kejagung juga menahan satu orang lagi yakni berinisial HJ selaku Koordinator RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) di Kementerian ESDM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini terkait dengan perkara Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara yang sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10 orang. Yang hari ini kami tetapkan dua tersangka atas nama tersangka RJ yaitu selaku Mantan Dirjen Mineral dan Batu Bara di Kementerian ESDM dan yang kedua atas nama HJ selaku SubKoordinasi RKKB Kementerian ESDM," kata Ketut, Rabu 9 Agustus 2023.
Ia menyampaikan Ridwan dan HJ memiliki peran untuk memberikan suatu kebijakan yang terkait dengan Blok Mandiodo yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 5,7 triliun. "Sekali lagi saya sampaikan dari dua tersangka yang hari ini kita tetapkan dan kita lakukan penahanan sudah 10 tersangka kita tetapkan ya. Demikian untuk perkara di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara," tuturnya.
Sebelumnya, kasus dugaan korupsi tambang ini ditangani Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sejak Februari 2023 lalu berkaitan dengan penambangan dan jual beli ore nikel di lahan PT Antam di Bumi Oheo Konawe Utara seluas 22 hektare melalui KSO antara Antam dan PT Lawu serta Perusahaan Daerah Sultra. Dalam perjanjian KSO, PT Lawu sedianya menjual ore nikel ke PT Antam.
Tetapi, PT Lawu bersama mitranya hanya menjualkan sebagian kecil saja ore nikel ke Antam, sisanya dengan jumlah yang lebih banyak malah dijual ke smelter Morowali dan Morosi. Penjualan ke smelter ini menggunakan dokumen terbang atau penambang menyebutnya “dokter” perusahaan milik PT Kabaena Kromit Pratama (KKP).
Temuan lain, penambangan melebar di luar area yang telah ditetapkan. Dalam klausul KSO, penambangan hanya boleh dilakukan dilahan seluas 22 hektare. Penyidik menemukan penambangan diduga melebar di luar kawasan perjanjian KSO, luasanya mencapai 157 hektare. Penambangan yang dilakukan juga di kawasan Antam yang belum memiliki IPPKH.
Pilihan Editor: Kasus Korupsi Tambang Nikel, Kejati Sultra Tetapkan DIrut PT Lawu Agung Mining Sebagai Tersangka