Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berharap agar semua korban yang mengalami kekerasan seksual dari pria difabel inisial IWAS di Nusa Tenggara Barat (NTB) speak up dan lapor. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati, mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) setempat untuk mengakomodasi kebutuhan korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratna mengatakan apabila korban berani speak up dan melapor kasus kekerasan seksual yang dialami, KemenPPPA menjamin korban akan mendapatkan pendampingan hukum dan psikologis. “Kami akan terus memantau proses hukum yang berjalan dan memastikan hak-hak korban tetap terpenuhi,” kata Ratna dalam keterangan resmi, Jumat, 6 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KemenPPPA, kata Ratna, telah mengunjungi dan memantau perkembangan kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus tersebut. berdasarkan data yang diterima oleh layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) serta UPTD PPA NTB, diketahui ada 10 korban perempuan dewasa dan tiga korban anak yang pernah mendapatkan kekerasan seksual dari Agus,
“Sebanyak enam korban dewasa telah memberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polda NTB. Para korban didampingi oleh berbagai lembaga, seperti Senyum Puan, PKBI, Satgas PPKS, Universitas Mataram, LPA, Sakti Peksos dan UPTD PPA,” ujar Ratna.
Berdasarkan informasi yang diterima, Ratna menyampaikan pelaku yang masih berstatus mahasiswa di sebuah institut agama. Diduga pelaku menggunakan modus operandi yang sama terhadap seluruh korban.
“Pelaku menginap bersama korban di homestay yang sama dan melancarkan aksinya di sekitar Taman Udayana,” ucap Ratna. Pelaku juga diduga menggunakan ‘ilmu hipnosis’ untuk memperdaya korban dan mengancam mereka.
“Saat ini, pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijadikan tahanan rumah berdasarkan rekomendasi dari ahli psikologi dan Komisi Disabilitas Daerah,” kata Ratna.
Menurut dia, penyidik Polda NTB telah mengirimkan berkas perkara ke Kejaksaan Negeri NTB untuk melanjutkan ke tahap berikutnya dan berencana melakukan pemeriksaan lie detector, rekonstruksi ulang, dan meminta keterangan saksi ahli.
“Dalam penanganan kasus ini, pendampingan psikologis dan hukum terus dilakukan oleh berbagai organisasi, termasuk PKBI, LPA, Satgas PPKS Universitas Mataram, dan Senyum Puan yang bekerja sama dengan UPTD PPPA Provinsi NTB,” kata Ratna.
Pilihan Editor: Rekening Sandra Dewi Rp 33 M Ikut Diblokir, Harvey Moeis: Hasil Kerja Syuting Siang-Malam