Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ketua Dewas KPK Sebut Majelis Hakim PTUN Lebih Hebat, Ini Alasannya

Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyebut Majelis Hakim PTUN lebih hebat

21 Mei 2024 | 19.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi atau Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, mengatakan pihaknya baru mengetahui adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Senin sore kemarin, 20 Mei 2024. Putusan itu menjadi dasar Dewas menunda  pembacaan putusan sidang etik terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang seharusnya dilakukan pada hari ini, Selasa, 21 Mei 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami akan membacakan putusan Selasa, hari ini, sudah terdengar sore hari kemarin (Senin) ada penundaan," kata Tumpak di Gedung KPK, Jakarta Selatan, usai pembacaan penundaan putusan etik Ghufron.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tumpak menyatakan putusan PTUN itu adalah yang paling cepat yang pernah ia temui selama berkarier di bidang hukum.  Menurut Tumpak, mereka sebenarnya sudah mengantisipasi adanya putusan sela itu, namun dengan nada menyindir, dia menyatakan majelis hakim PTUN tampaknya lebih hebat. 

"Tetapi lebih hebat pengadilan segera memutuskan penetapan ini yang kami sendiri selaku tergugat belum tahu apa gugatannya. Masih berjalan pemeriksaan  persiapan. Kita belum tahu (gugatannya)," kata Tumpak.

Karena itu, Tumpak mengatakan Dewas terpaksa menunda pembacaan putusan etik Ghufron karena harus menghormati ketetapan PTUN yang menyatakan berlaku untuk umum dan harus dipatuhi.

"Ini juga satu hal keanehan, sayangnya kita tidak punya upaya hukum untuk ini. Saya juga berpikir-pikir apakah Dewas biasa melakukan persep. Saya pelajari-pelajari, ternyata tidak ada juga di peradilan TUN persep terhadap penetapan," kata Tumpak.

Majelis Hakim PTUN Jakarta memerintahkan Dewas KPK untuk menunda proses etik terhadap Nurul Ghufron. Berdasarkan keterangan pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, putusan itu dibuat pada Senin kemarin.

"Memerintahkan tergugat untuk menunda tindakan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik atas nama Terlapor Nurul Ghufron sebagaimana Surat Undangan Pemeriksaan Klarifikasi Nomor: R-009/DEWAS/ETIK/SUK/02/2024 tertanggal 21 Februari 2024," bunyi putusan sela tersebut. 

Nurul Ghufron menggugat Dewas KPK ke PTUN karena memproses aduan soal dugaan pelanggaran etik yang dia lakukan. Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu mengajukan gugatan karena menilai peristiwa yang diduga sebagai pelanggaran etik itu sudah daluwarsa. Peristiwa itu terjadi pada 15 Maret 2022. 

Peristiwa yang dimaksud adalah komunikasi antara dirinya dengan Plt Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono. Kasdi belakangan menjadi tersangka kasus korupsi bersama Mentan Syahrul Yasin Limpo. 

Dalam laporan yang diterima Dewas, Ghufron disebut berkomunikasi dengan Kasdi untuk mengurus mutasi seorang Aparat Sipil Negara (ASN) dari jakarta ke daerah. Si ASN meminta mutasi dengan alasan akan melahirkan. 

Nurul Ghufron mengakui dirinya berkomunikasi dengan Kasdi. Dia menyatakan mendapatkan aduan dari seorang koleganya jika mutasi yang diajukan menantunya tidak dikabulkan. Ghufron pun menyatakan komunikasi itu dilakukan dengan sepengetahuan Pimpinan KPK lainnya, Alexander Marwata. Alex, menurut Ghufron, bahkan merupakan orang yang mencarikan nomor telepon Kasdi dan memberikan kepadanya. Alex pun mengakui hal itu. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus