Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengingatkan lembaga penegak hukum agar hati-hati dalam menerapkan kebijakan hukuman mati karena dampaknya akan menjadi perhatian dunia internasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bisa saja disorot PBB atau dunia internasional karena Indonesia masuk ke dalam negara yang masih menerapkan hukuman mati," kata anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Kamis 13 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meskipun saat ini penerapan hukuman mati sedang dimoratorium atau ditangguhkan, namun dia mengingatkan agar pemerintah mengedepankan prinsip kehati-hatian jika sudah mengarah pada penerapan hukuman mati.
Hal tersebut disampaikan menanggapi jaksa yang menuntut terdakwa pemerkosaan terhadap 13 santri di Bandung, Herry Wirawan dengan hukuman mati. Jaksa beralasan bahwa terdakwa seharusnya melindungi sebagai guru dan pemilik pondok pesantren. Adapun para korbannya, ada yang sampai hamil dan melahirkan.
Hapsara mengatakan, sebagian besar negara di dunia telah menghapuskan pidana hukuman mati atau paling tidak menunda kebijakan itu.
Pada satu sisi, Komnas HAM juga mengingatkan Indonesia telah meratifikasi konvensi antipenyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi oleh PBB. "Artinya, ratifikasi ini juga harus menjadi pertimbangan dari semua aparat penegak hukum, pejabat dan pembuat kebijakan," ujar Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM itu.
Terkait tuntutan yang dilayangkan jaksa penuntut umum terhadap Wirawan, Komnas HAM menegaskan mereka tetap menghormati proses hukum. Selain itu, lembaga itu juga tidak bisa melakukan intervensi atas kebijakan yang diambil.
Akan tetapi, Komnas HAM tetap bersuara sesuai ranah lembaga termasuk memberikan sejumlah pertimbangan misalnya mengenai pembahasan RUU KUHP yang sedang dibahas dengan harapan nanti secara lambat laun pidana hukuman mati tidak lagi menjadi pidana pokok bagi pelaku kejahatan.