Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komnas HAM menjelaskan temuan-temuannya saat berkunjung ke Pulau Rempang. Selain ditemukannya selongsong gas air mata, bayi yang terimbas gas air mata, ada juga posko-posko pelayanan terpadu yang dikeluhkan masyarakat di sana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Komisioner Mediasi Komnas HAM Prabianto Mukti Wibowo mengatakan, posko layanan terpadu, awalnya menurut BP Batam digunakan untuk pelayanan masyarakat yang ingin menandatangani persetujuan relokasi untuk proyek Rempang Eco-City. Namun, posko yang ada di titik-titik strategis itu menurut Prabianto faktanya dipakai untuk pos aparat Polri dan TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Tetapi faktanya memang posko ini kemudian menjadi markas aparat kepolisian dan TNI, ini dikeluhkan oleh para warga karena menimbulkan keterbatasan ruang gerak warga," kata Prabianto di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 22 September 2023.
Bahkan, kata dia, ada juga yang melaporkan aparat TNI-Polri itu melakukan kunjungan door to door untuk meminta warga Rempang menandatangani pernyataan kesediaan mereka untuk relokasi.
Akibat Gas Air Mata
Komnas HAM dalam kunjungannya ke Pulau Rempang beberapa waktu lalu menemukan ada lima selongsong gas air mata yang ditemukan. Prabianto menjelaskan, selain di atap sekolah, selongsong tersebut ditemukan di halaman dan belakang sekolah, namun mengapa lima selongsong tersebut ditemukan di tempat tersebut masih terus mendalami.
"Jadi tadi dikatakan perlu pendalaman, apakah itu dipasang atau kah memang sengaja penembakan, tapi kalau sementara dugaan kami tidak ada kesengajaan aparat untuk menembakkan ke sekolah, karena kami juga tanyakan ke guru maupun warga, memang tidak ada aparat yang masuk ke halaman sekolah, dugaan-dugaan tadi memang perlu didalami," kata Prabianto.
Soal gas air mata yang sampai ke sekolah, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Putu Elvina, menyampaikan keterangan yang mereka dapat dari Polres Balerang bahwa penggunaan gas air mata tidak diarahkan secara khusus ke lokasi SDN 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang. Namun karena hembusan angin maka gas air mata tidak dapat terhindarkan masuk ke lingkungan sekolah dan menimbulkan dampak kepada siswa dan guru.
Menurut keterangan Putu, Polresta Balerang juga telah melakukan upaya trauma healing kepada siswa-siswa SD 24 Galang dan SMP Negeri 22 Galang dengan melibatkan psikolog dan tenaga profesional sebagai upaya pemulihan psikologis terhadap siswa yang terdampak peristiwa konflik masyarakat Pulau Rentang pada 7 September 2023.
Ia menyebut, pihaknya juga mendengarkan keterangan dari pihak sekolah, yang pertama adalah dari pihak SMP 22 Galang, Berdasarkan informasi dari kepala sekolah yang mereka temui, gas air mata masuk ke lingkungan sekolah berasal dari hutan atau di area yang berada di depan SMP 22 Galang yang berjarak sekitar 30 meter dari gedung sekolah, jadi dari titik bentrokan itu ke SMP itu butuh sekitar 30 meter.
Kepala SMP 22 Galang tersebut juga menyatakan bahwa terdengar tiga kali dentuman dari hutan di depan SMP 22 Galang dan menyebabkan gas air mata masuk ke lingkungan sekolah. Selain itu, kepala sekolah juga menyebut terdapat sepuluh siswa dan satu orang guru yang harus dilarikan ke faskes terdekat untuk mendapatkan pertolongan karena mengalami sesak nafas yang hebat pusing mual dan beberapa siswa pingsan.
"Berdasarkan informasi dari kepala sekolah pascaperistiwa 7 September banyak siswa yang masih merasa takut untuk kembali ke sekolah sehingga kehadiran mereka sesudah peristiwa terjadi tidak mencapai 100% hingga kemudian ke kunjungan kita kehadiran siswa juga belum mencapai 100%," ujarnya.
Selanjutnya bayi yang terdampak gas air mata...
Soal Bayi yang Terdampak Gas Air Mata
Putu menjelaskan, Komnas HAM dalam kunjungan lapangan juga melakukan wawancara langsung dengan orang tua bayi berusia delapan bulan yang pada saat itu benar dinyatakan bahwa bayi tersebut menderita sesak nafas hebat karena gas air mata yang masuk kerumah warga sebab dekat dengan lokasi bentrokan.
Pada waktu kejadian, orang tua bayi meminta bantuan untuk langsung dilarikan ke rumah sakit, kemudian proses diantar ke rumah sakitnya pun oleh marinir yang kebetulan ada di lokasi.
"Saat ini, saat kita datang, kondisi bayinya sudah baik-baik saja, jadi laporan terkait bayi meninggal itu tidak ada, tapi mengalami sesak nafas hebat, sesudah ke rumah sakit, sekarang dalam kondisi yang baik," kata Putu.
Minimnya Sosialisasi
Kapolresta Barelang menyampaikan kepada Komnas HAM bahwa rencana relokasi masyarakat Pulau Rempang sangat minim dan tidak memadai, sehingga berpotensi menimbulkan penolakan dari masyarakat. "Dari keterangan bahwa hanya dua kali sosialisasi yang dilakukan oleh BP Batam," jelas Putu.
Dugaan Kuat Pelanggaran HAM
Komisioner Pengkajian dan Penelitian Saurlin P Siagian mengungkapkan adanya indikasi kuat pelanggaran HAM dalam kasus PSN Pulau Rempang yang masih akan didalami oleh Komnas HAM.
"Dari dua peristiwa, terjadi penahanan dua kelompok, pertama ditangkap saat peritiwa 7. Kemudian peristiwa 11 September, 34 orang ditangkap. Saya kira itu sudah menunjukan indikasi yang kuat terhadap pelanggaran HAM, tetapi tentu kami perlu dalami fakta-faktanya sehingga bisa membuat kesimpulan terkait gradasi pelanggaran HAM yang ada," ujar dia.
NUR KHASANAH APRILIANI