Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hasto Kristiyanto tidak memenuhi panggilan KPK sebagai saksi dalam perkara korupsi di DJKA.
Penyidik KPK akan menjadwalkan ulang agenda pemeriksaan terhadap Hasto Kristiyanto.
Hasto Kristiyanto mengakui pernah bekerja sebagai konsultan di sebuah BUMN.
SEKRETARIS Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dalam perkara dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Pemeriksaan itu sedianya dilaksanakan pekan lalu. Penyidik membutuhkan keterangan Hasto sebagai saksi dalam kapasitasnya selaku konsultan.
Menurut Hasto, dia tidak tahu ada surat panggilan dari KPK tersebut. "Suratnya sudah seminggu katanya, tapi saat itu saya sedang bertugas di Yogya, diterima oleh driver kami, dan kemudian tidak ada laporan sehingga saya tidak tahu," ujar Hasto, seperti dilansir Antara, Sabtu, 20 Juli 2024.
Hasto membenarkan pernah bekerja di badan usaha milik negara sebagai konsultan. Namun dia mengklaim tidak tahu-menahu tentang kasus korupsi di DJKA itu. “Kalau disebut sebagai konsultan, memang di KTP saya, karena dulu saya bekerja di BUMN, ruang lingkupnya ada consulting, maka saya tulis konsultan, belum diubah sampai sekarang," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pejabat pembuat komitmen Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan (tengah), setelah menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 9 Agustus 2023. TEMPO/Imam Sukamto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, sebelumnya mengatakan pemanggilan Hasto dilakukan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perawatan jalur kereta di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Timur. “Iya, pertanyaan penyidik seputar perkara DJKA di Jawa Timur,” kata Tessa, kemarin, 22 Juli 2024.
Kasus korupsi di DJKA mencuat setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 11 April 2023. Dalam operasi di Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jawa Bagian Tengah itu, KPK menangkap 10 orang yang perkaranya disidangkan di pengadilan.
Kasus ini diendus KPK diawali dengan suap yang diberikan oleh Direktur PT Istana Putra Agung (IPA) Dion Renato Sugiarto kepada pejabat pembuat komitmen Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Semarang, Bernard Hasibuan, dan Kepala BTP Kelas 1 Semarang Putu Sumarjaya.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, penyidik KPK menduga korupsi terjadi di banyak titik pembangunan jalur kereta, baik di Jawa bagian tengah, bagian barat, bagian timur, Sumatera, maupun Sulawesi. Dari sanalah penyidik kemudian menetapkan 14 tersangka baru yang dua di antaranya korporasi.
Tessa mengatakan, dalam penyidikan korupsi di DJKA ini, belakangan muncul nama Hasto. “Tentunya penyidik memiliki petunjuk, memiliki alat bukti yang perlu diklarifikasi, jadi bukan tidak ada kaitannya sama sekali,” katanya.
Sejatinya, Hasto dipanggil sebagai saksi pada 19 Juli 2024. Namun, karena dia tidak memenuhi panggilan, penyidik akan menjadwal ulang pemeriksaan terhadap Sekjen PDI Perjuangan itu. Hasto menegaskan bakal memenuhi panggilan berikutnya. "Kami akan hadir karena kami sejak awal punya komitmen yang sangat besar terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," ujarnya.
Nama Hasto Kristiyanto belakangan ini beberapa kali muncul dalam kasus pidana. Sebelum dugaan korupsi di DJKA, ia pernah diperiksa sebagai saksi oleh komisi antirasuah untuk perkara dugaan suap Harun Masiku yang saat ini masih buron. Selain itu, Hasto pernah dipanggil oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya berhubungan dengan dugaan menyebarkan berita bohong kepada publik.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai munculnya kasus-kasus pidana yang menyeret Hasto memang terkesan janggal karena muncul hampir bersamaan. Namun dia yakin masalah-masalah hukum tersebut, khususnya yang ditangani KPK, tidak berhubungan dengan agenda politik tertentu. Ia justru melihat KPK telah berjalan pada jalur yang benar. “Dalam kasus DJKA, misalnya, kami melihat kasus ini termasuk perkara yang mangkrak di KPK,” kata Kurnia.
Kurnia mengatakan, dalam kasus korupsi di DJKA, masih banyak fakta yang belum terungkap dan itu menjadi pekerjaan rumah bagi penyidik KPK. Saat ini memang penyidik telah menetapkan lebih dari 20 orang sebagai tersangka. Namun, dalam penelusuran berikutnya, ternyata dugaan korupsi ini juga meluas hingga Sumatera dan Sulawesi. “Jadi tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka bakal bertambah,” katanya. “Mestinya setiap pihak yang dipanggil bersikap kooperatif. Ini penting agar prasangka publik bahwa ada pihak yang melindungi orang-orang yang terlibat dalam kasus ini bisa sirna.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo