Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini dua terdakwa dugaan korupsi pemberian hadiah pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional, yaitu Laode Gomberta dan bekas Bupati Muna Laode Muhammad Rusman Emba terbukti terlibat dalam perkara tersebut. Jaksa menuntut Laode Gomberta dipenjara 3 tahun 2 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan. Sedangkan Laode Rusman dituntut penjara 3 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Terbukti secara sah dan meyakinkan,” kata jaksa KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat membacakan surat tuntutan pada Kamis, 18 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam pertimbangan pemberatan, kedua terdakwa tersebut dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Sementara itu, dalam pertimbangan yang meringankan kedua nama itu dinilai masih memiliki tanggungan keluarga, sopan dan menghargai persidangan, dan tidak pernah dihukum sebelumnya. “Meminta agar para terdakwa dalam tahanan,” kata jaksa.
Sebelumnya, KPK menahan Bupati Muna, Laode Muhammad Rusman Emba, dalam kasus dugaan korupsi pemberian hadiah atau janji pengajuan dana PEN atau Pemulihan Ekonomi Nasional PEN Daerah Kabupaten Muna tahun 2021-2022 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Selain Rusman Emba, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya.
Tiga tersangka itu adalah pemilik PT Mitra Pembangunan Sultra Laode Gomberta, Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020 s/d November 2021 Mochamad Ardian Noervianto, dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar
Konstruksi Perkara
Deputi Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan kasus ini bermula ketika Pemerintah Kabupaten Muna mengajukan dana PEN di masa Pandemi Covid-19. Rusman Emba, menurut Asep meminta Syukur Akbar menghubungi Ardian. “LMRE meyakini kedekatan antara LMSA dengan MAN karena pernah menjadi teman seangkatan dalam salah satu pendidikan kedinasan. Maka disepakati adanya pemberian sejumlah uang pada MAN agar proses pengawalannya lancar,” kata Asep.
Ardian disebut menerima uang sebesar sekitar Rp 2,4 miliar. Uang itu, menurut Asep berasal dari Laode Gomberta sebagai pengusaha di Kabupaten Muna. “Penyerahan uang Rp 2,4 miliar pada MAN dilakukan secara bertahap oleh LMSA di Jakarta dengan nilai mata uang yang disyaratkan MAN dalam bentuk dollar singapura dan dollar amerika,” kata dia.
Setelah menerima uang, lanjut Asep, Ardian kemudian memberikan persetujuan agar Kabupaten Muna mendapatkan pinjaman dana PEN senilai Rp 401,5 miliar. Dari dana itu, Rusman Emba yang merupakan kader PDIP kemudian merancang proyek yang kemudian digarap oleh perusahaan milik Laode Gomberta.
“LMRE lalu mengumpulkan dan mengarahkan para kepala dinas yang memiliki paket pekerjaan untuk memberikan paket pekerjaannya pada LG,” kata dia.
Rusman Emba dan Laode Gomberta sebagai pemberi suap pun dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
KPK sebelumnya sudah menyeret Muhammad Ardian Noervianto dan Laode M Syukur Akbar ke pengadilan. Ardian divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada September 2022 sementara Laode M Syukur Akbar divonis 5 tahun penjara.