Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana merevisi Peraturan KPU tentang batas usia minimum bakal calon presiden dan calon wakil presiden. "Ada rencana mengubah PKPU," kata Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Rahmat Bagja di RSPAD Gatot Soebroto, Senen, Jakarta Pusat, Kamis, 26 Oktober 2023.
Peraturan KPU yang akan diubah ini menyangkut Pasal 169 huruf q Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal itu mengatur syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun. Revisi ini buntut dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 9/PUU-XXI/2023.
Hasil uji materi UU Pemilu yang diputuskan pada 16 Oktober lalu di MK, mendapat tambahan frasa "pernah menjabat kepala daerah". Sehingga capres-cawapres di bawah 40 tahun dibolehkan dengan syarat pernah menjadi kepala daerah.
Sebelumnya, KPU hanya mengeluarkan surat dinas kepada seluruh partai politik untuk mengikuti isi putusan MK tersebut. Surat itu diterbitkan sehari setelah putusan MK atau 17 Oktober 2023. Banyak kritik berdatangan. Pertama, soal putusan itu dianggap bermasalah sehingga KPU tidak perlu terburu-buru menindaklanjuti putusan MK itu.
Kedua, KPU diminta berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat atau Komisi II DPR dalam pembahasan isi pasal capres-cawapres tersebut. Rahmat mengatakan, kini KPU sedang membahas persiapan revisi pasal tersebut.
Pertemuan antara Bawaslu dan KPU membahas pengubahan pasal batas usia itu berlangsung pada Selasa, 24 Oktober 2023. "Setelah itu harmonisasi, membuat peraturan perundang-undangan dengan DPR," tutur Rahmat.
Komisioner KPU Yulianto Sudrajat, mengatakan rencana perubahan pasal batas usia ini akan berlanjut. Kini, KPU baru mengirim surat konsultasi kepada DPR. "Iya, kita sudah mengajukan surat konsultasi ke Komisi II kemarin. Kita responsiflah," kata Ketua Divisi Perencanaan, Keuangan, Umum, Rumah Tangga dan Logistik itu, Rabu, 25 Oktober 2023.
Sebelumnya KPU urung membuat rumusan perubahan PKPU sesuai putusan MK. Lembaga penyelenggara itu hanya mengirim surat dinas kepada parpol untuk menjalankan keputusan itu. KPU berpegang pada Pasal 10 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2011, berbunyi:
"Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)".
Ketua KPU Hasyim Asy'ari berdalih penundaan revisi itu terjadi karena tidak ingin terburu-buru dan bertahap dalam mengubah isi pasal tersebut. "Ojo kesusu, ojo grusa-grusu," kata Hasyim di halaman kantor KPU, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini