Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penahanan Daniel Frits dianggap kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan.
Daniel adalah warga Karimunjawa yang getol mempersoalkan pencemaran akibat tambak udang.
Pemerintah Kabupaten Jepara tak mengeluarkan izin untuk usaha tambak udang di Karimunjawa.
JEPARA – Senyum Daniel Frits Maurits Tangkilisan mengembang sebelum memasuki mobil tahanan di halaman Kejaksaan Negeri Jepara, Jawa Tengah, pada 23 Januari 2024. Aktivis lingkungan yang mengenakan kaus hitam bertulisan “Karimunjawa Darurat Ekologi” tersebut tampak tenang meskipun saat itu menyandang status tahanan Kejaksaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Daniel ditetapkan sebagai tersangka pada 31 Mei 2023 oleh penyidik Kepolisian Resor Jepara. Ia dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atas dugaan menyebarkan rasa kebencian atau permusuhan melalui media sosial. Penyidik telah merampungkan pemeriksaan dan menyerahkan tersangka berikut barang bukti kepada Kejaksaan untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan. Jaksa memutuskan untuk menahan Daniel setelah penyerahan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Daniel adalah warga Karimunjawa yang aktif mendorong kelestarian lingkungan bersama Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali). Dalam beberapa tahun terakhir ia getol mempersoalkan tambak udang di Karimunjawa karena dianggap menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Sikapnya inilah yang belakangan berbuah pidana dan berujung pada penahanan oleh Kejaksaan.
Kemarin, kawan-kawan Daniel dari berbagai organisasi dan komunitas berupaya mengajukan penangguhan penahanan. “Hari ini kami memasukkan surat permohonan penangguhan ke Ketua Pengadilan Negeri Jepara,” ujar Tri Hutomo dari Kawali Jawa Tengah. “Pengiriman (surat permohonan) masih terus berlanjut, jadi nanti masih ada tambahan lagi.”
Menurut Tri, selain mengajukan penangguhan penahanan, Kawali tengah menyiapkan langkah-langkah advokasi. “Kami tengah menyusun pembelaan hukum untuk Daniel,” kata Tri. “Mudah-mudahan bisa membebaskan dia dari dakwaan.”
Direktur Penegakan Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Rony Saputra, menilai kasus pidana yang menjerat Daniel merupakan salah satu bentuk kriminalisasi terhadap pembela lingkungan. Bahkan ini bisa disebut sebagai Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). Penahanan Daniel oleh Kejaksaan juga dianggap melenceng dari Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pedoman tersebut salah satunya mengatur tentang pelindungan hukum bagi para pembela lingkungan hidup.
Daniel, kata Rony, memiliki kualifikasi sebagai pejuang lingkungan karena aktif mengadvokasi penutupan tambak udang di Karimunjawa yang dinilai mencemari dan merusak lingkungan. “Kualifikasi ini dapat dijadikan alasan bagi jaksa untuk tidak melakukan penuntutan,” katanya. Atas dasar itu juga, jaksa seharusnya bisa menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2). “Kriminalisasi terhadap Daniel semakin memperkuat fakta bahwa ancaman terhadap pembela lingkungan di Indonesia semakin tinggi dan negara absen dalam memberikan pelindungan.”
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jepara Irvan Surya mengatakan penahanan terhadap Daniel sudah sesuai dengan prosedur. Penahanan itu dilakukan juga dengan tujuan memperlancar persidangan. Sebab, Daniel tinggal di Karimunjawa yang jauh dari lokasi persidangan. “Akses transportasi dari sana kan sulit,” kata Irvan.
Sejumlah masyarakat dan nelayan yang tergabung dalam komunitas pegiat lingkungan Lingkar Juang Karimunjawa bersama aktivis lingkungan Greenpeace Indonesia dan lintas komunitas pecinta alam saat aksi SaveKarimunjawa di tepi pantai yang tercemar limbah tambak udang di Desa Kemujan, kepulauan wisata bahari Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, 19 September 2023. ANTARA/Aji Styawan
Penolakan Tambak Udang
Bambang Zakaria, penduduk Karimunjawa, mengatakan tambak udang sebenarnya sudah lama menjadi salah satu sumber pendapatan warga Karimunjawa. Namun kala itu pengelolaannya masih secara tradisional. “Usaha ini sempat ditinggalkan karena Karimunjawa tak cocok untuk tambak udang secara tradisional,” kata Koordinator Lingkar Juang Karimunjawa (Lingkar) itu.
Lagi pula, kata Bambang, hasil laut masih berlimpah. Warga juga bisa mendapat penghasilan dengan mudah dari budi daya rumput laut. “Contohnya di Desa Kemujan yang makmur dengan rumput laut,” katanya. “Ibu-ibu ikut bekerja dan hasilnya bisa diharapkan.”
Kondisi itu berubah setelah usaha tambak udang secara modern mulai diperkenalkan pada 2017. Ketika wabah Covid-19 muncul pada 2020, aktivitas pariwisata di Karimunjawa lumpuh total. Penduduk yang selama ini bergantung pada sektor pariwisata kehilangan mata pencarian. Bersamaan dengan itu, usaha tambak udang semakin meluas. Berdasarkan catatan Kawali, saat ini terdapat 228 petak tambak udang yang tersebar di 33 titik. Luasnya mencapai 42 hektare.
Menurut Bambang, usaha tambak udang menghasilkan limbah padat dan cair yang berasal dari pakan. Limbah ini mencemari perairan sehingga membuat rumput laut, kerang, kerapu, dan lobster yang dibudidayakan masyarakat menjadi mati. Biota laut yang biasanya mudah ditemukan di pesisir perlahan menghilang. “Pengusaha keramba jaring apung yang pelihara ikan kerapu dan lobster terkena dampak,” katanya. “Begitu juga dengan nelayan tepian pencari kerang dan kepiting.”
Air laut yang tercemar limbah, kata Bambang, bisa membuat kulit gatal-gatal. Sumur-sumur di sekitar tambak udang ikut tercemar sehingga warga kesulitan air bersih. Tidak mengherankan jika dalam setahun terakhir penolakan terhadap usaha tambak udang di Karimunjawa semakin masif. “Ada sumur yang airnya berubah payau,” ujarnya. "Apa yang terjadi di Karimunjawa adalah kerusakan lingkungan. Rumput laut dulu menjadi sandaran, sekarang hancur."
Tempo belum berhasil meminta tanggapan dari Pemerintah Kabupaten Jepara ihwal kondisi di Karimunjawa itu. Namun sebelumnya pemerintah setempat pernah membentuk tim terpadu untuk menyelesaikan persoalan tambak udang. “Jujur, selama ini Pemkab Jepara tidak pernah mengeluarkan izin apa pun perihal keberadaan tambak udang Karimunjawa,” ujar penjabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta.
Karena itu, bisa dikatakan bahwa usaha tambak udang di Karimunjawa selama ini tidak memiliki izin atau ilegal. Apalagi dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2022-2042, keberadaan tambak udang di Karimunjawa tidak diakomodasi. Sehingga pemerintah perlu mengambil kebijakan untuk menutup usaha itu. “Dalam perda RTRW yang baru nanti, keberadaan tambak udang juga tidak diatur di wilayah Karimunjawa,” kata Edy. “Karena memang Karimunjawa diatur sebagai lokasi pariwisata.”
Teguh Santoso, salah satu pemilik tambak udang, mengatakan keluarganya memiliki usaha tambak udang secara turun-temurun. "Tambak udang ini adalah warisan nenek moyang," ujarnya. Teguh menolak anggapan bahwa tambak udang di Karimunjawa ilegal. Sebab, tambak tersebut berada di tanah hak milik mereka. Ia meminta pemerintah mempermudah pengurusan izin usaha. “Saya khawatir, apabila usaha tambak ditutup, banyak orang kehilangan pekerjaan,” kata Teguh.
JAMAL ABDUN NASHR (JEPARA) | FAIZ ZAKI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo