Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor alias Paman Birin, Soesilo Aribowo membantah kliennya saat ini sedang bersembunyi seusai ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, Soesilo juga tidak tahu Paman Birin ada di mana. "Ketika itu ada di Banjar, ya sekarang saya tidak tahu. Sekarang saya tidak tahu ada di mana," kata dia, usai sidang perdana gugatan praperadilan Gubernur Kalsel itu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin, 28 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Soesilo menyebut bertemu dengan Paman Birin di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, pada 8 Oktober 2024 untuk meminta tanda tangan tersangka korupsi itu sebagai kuasa hukum sebelum mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron, menyatakan akan memasukkan nama Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB) dalam daftar pencarian orang atau DPO apabila tidak memenuhi panggilan dari penyidik lembaga antirasuah.
"Nanti kita lakukan terlebih dahulu pemanggilan kalau tidak hadir kita panggil kembali, tidak hadir lagi, maka akan kita DPO-kan," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, 8 Oktober 2024.
KPK juga telah mengajukan pencegahan Sahbirin Noor untuk bepergian ke luar negeri. "Gubernur Kalsel sudah dicegah keluar negeri per tanggal 7 Oktober 2024," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Rabu, 9 Oktober 2024.
Dari OTT di Banjabaru itu KPK menetapkan tujuh orang tersangka yakni Sahbirin Noor; Kepala Dinas Pekerjan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan (SOL); Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kalimatan Selatan, Yulianti Erlynah (YUL); Plt Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean; Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad (AMD); dan dua pihak swasta Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND). Total uang yang dijadikan barang bukti dalam kasus ini yakni senilai Rp 12,11 miliar dan US$ 500 serta beberapa dokumen lainnya.