Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum dua terdakwa anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri atau PPLN Kuala Lumpur, Malaysia, mengatakan surat dakwaan terhadap kliennya telah kedaluwarsa. Jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung mendakwa dua tersangka tersebut atas dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih tetap pada pemilihan umum atau Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Laporan yang dibuat oleh Panwaslu Luar Negeri di Kuala Lumpur, Malaysia kepada penyidik kepolisian pada Gakkumdu telah kedaluwarsa karena melampaui batas waktu 14 hari kerja sejak laporan diregistrasi,” kata kuasa hukum terdakwa Aprijon, Emil Salim, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis, 14 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Emil menjelaskan penyidikan perkara yang menjerat kliennya itu bermula dari temuan Panitia Pengawas Pemilu atau Panwaslu Luar Negeri Kuala Lumpur pada 22 Januari lalu. Temuan tersebut baru diteruskan ke penyidik Polri yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu setelah 28 hari atau pada 19 Februari 2024.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Masduki Khamdan, Akbar Hidayatullah, menyatakan surat dakwaan kedaluwarsa karena telah melampaui batas. Akbar mengklaim ketika jaksa penuntut umum mendakwa kliennya, dia tidak mendapat berkas dakwaan. “Kami tidak mendapatkan berkas dari penuntut umum terkait temuan, rekomendasi Panwaslu sehubungan dengan pelanggaran penetapan DPS, DPSHP dan DPT,” kata Akbar.
Sebelumnya, tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan penambahan dan pemalsuan data DPT pada pelaksanaan pemilihan umum atau Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia. "Ada tujuh tersangka," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, Kamis, 29 Februari 2024 dikutip dari Antara.
ADIL AL HASAN | MUTIA