Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lelang aset terpidana kasus korupsi PT Jiwasraya dan PT Asabri dianggap janggal.
Pasalnya, terjadi penurunan nilai aset dari perkiraaan awal yang cukup besar.
Skema lelang secara elektronik juga dinilai tak menjamin proses tersebut bebas dari permainan.
KOALISI Sipil Penyelamat Tambang (KSPT) melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang, persekongkolan jahat, dan korupsi dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Nilai lelang aset terpidana kasus korupsi serta pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PT Asabri), Heru Hidayat, itu jauh di bawah nilai taksiran awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deolipa Yumara, pengacara yang tergabung dalam koalisi itu, menyebutkan ada dugaan kerugian negara sekitar Rp 9,7 triliun dari lelang saham PT Gunung Bara Utama (GBU) pada 2023. PT GBU merupakan perusahaan milik Heru yang harus membayar uang pengganti Rp 10,7 triliun dalam kasus Jiwasraya plus Rp 12,6 triliun dalam kasus Asabri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“(Lelang) dimenangi oleh PT Indobara Utama Mandiri (IUM) dengan harga penawaran sebesar Rp 1,945 triliun,” kata Deolipa, Senin, 27 Mei 2024.
Kejanggalan lelang saham PT GBU ditulis dalam laporan majalah Tempo pekan ini. Laporan itu menyebutkan nilai lelang jauh di bawah penilaian awal yang dibuat kantor jasa penilai publik Pung’s Zulkarnain & Rekanyang yang sebesar Rp 3,4 triliun. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyatakan nilai tersebut terlalu tinggi sehingga tak ada yang mengajukan penawaran pada pelelangan perdana.
Kejaksaan Agung, menurut Ketut, kemudian menggandeng Kementerian Keuangan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Mereka sepakat melakukan lelang kedua dan melakukan penilaian ulang dengan menunjuk kantor jasa penilai publik Tri Santi & Rekan.
Hasilnya, saham PT GBU dinilai hanya Rp 1,94 triliun. Ketut menyatakan penilaian kedua itu turun karena harga batu bara saat itu tengah turun. Harga itulah yang akhirnya dilepas pada lelang kedua yang dimenangi oleh PT IUM sebagai satu-satunya pihak yang mengajukan penawaran.
Ketut pun membantah anggapan bahwa harga saham itu terlalu murah. Sebab, taksiran harga itu sesuai dengan pemeriksaan di lapangan. Kementerian ESDM juga menentukan kandungan batu bara, kualitas, dan nilai pasar saat itu. “Tidak mungkin appraisal hanya melihat dokumen,” tuturnya.
Laporan tersebut juga menyebutkan PT GBU memiliki lahan konsesi seluas 5.350 hektare di Kutai Barat, Kalimantan Timur. Cadangan batu bara di lahan itu diperkirakan mencapai 70,68 juta metrik ton dengan kandungan 4.700-5.400 kilokalori per kilogram. Merujuk pada nilai acuan harga batu bara Kementerian ESDM sebesar US$ 151 per metrik ton, PT GBU memiliki cadangan batu bara dengan total nilai US$ 10,672 miliar (sekitar Rp 170,72 triliun dengan kurs rupiah 16 ribu per dolar Amerika Serikat).
Selain itu, laporan majalah Tempo menyebutkan PT IUM merupakan milik terpidana kasus korupsi Andrew Hidayat. Dia divonis bersalah karena menyuap eks Bupati Tanah Laut, Adriansyah, dalam pengurusan sejumlah sengketa pertambangan.
Praktisi hukum kepailitan dan restrukturisasi utang dari Frans & Setiawan Law Office, Hendra Setiawan Boen, mengatakan lelang oleh Kejaksaan Agung mengacu pada Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Peraturan Jaksa Agung Nomor Per–002/A/JA/05/2017 tentang Pelelangan dan Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi.
Dalam ketentuan itu, pelelangan dilakukan setelah keluarnya putusan pengadilan. “Barang sitaan pasti berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” ucap Hendra saat dihubungi Tempo, Senin, 27 Mei 2024.
Dalam aturan itu, menurut Hendra, PPA Kejaksaan Agung harus menggandeng Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Proses lelang juga mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.06/2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
Hendra menyampaikan, nilai barang sitaan memang harus ditaksir oleh kantor jasa penilai publik (KJPP). Penentuan estimasi nilai wajar barang rampasan biasanya dilakukan dengan melakukan survei lapangan dan perbandingan barang sejenis di pasar oleh tim penilai.
Jika terdapat penurunan nilai barang yang dilelang ulang, Hendra menilai hal itu patut ditelusuri. Menurut dia, penurunan nilai barang yang akan dilelang memang bisa saja terjadi. Namun, dia menyatakan, hal itu tidak melulu karena barang tersebut tak laku pada lelang pertama. Dia mencontohkan lelang mobil Jeep Rubicon milik terpidana kasus penganiayaan Mario Dandy Satriyo. Menurut dia, nilai mobil tersebut bisa saja turun pada lelang kedua karena memang kondisi fisiknya yang sudah menurun.
Dalam kasus PT GBU, menurut dia, penurunan nilai bisa dilihat dari kondisi perusahaan itu, utang, aset, dan sebagainya. “Karena itu, untuk melihat kewajaran penurunan nilai, harus dilihat risalah lelangnya,” tutur Hendra.
Selain itu, menurut dia, dalam pelaksanaan lelang, Kejaksaan Agung harus memastikan identitas si pemenang lelang. Menurut dia, jangan sampai pemenang lelang ternyata kepanjangan tangan dari si pemilik lama aset yang bermasalah dengan hukum tersebut.
Hal tersebut, menurut dia, tercantum dalam Pasal 23 PMK Nomor 213. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa peserta lelang adalah setiap orang, badan hukum, atau badan usaha. Terdapat pula sejumlah orang yang tidak diperbolehkan menjadi peserta lelang, yaitu pejabat lelang, pejabat penjual, penilai atau penaksir, juru sita, tereksekusi, debitor, dan terpidana yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan lelang.
Peserta lelang yang bertindak untuk orang lain atau badan hukum atau badan usaha, kata Hendra, pun harus menyampaikan surat kuasa bermeterai kepada pejabat lelang dengan dilampiri fotokopi kartu tanda penduduk atau surat izin mengemudi atau paspor pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menunjukkan aslinya. Penerima kuasa pun tidak boleh menerima lebih dari satu kuasa untuk barang yang sama.
Meskipun lelang sudah dilakukan secara elektronik, Hendra menilai sejauh ini masih ada celah kecurangan yang bisa dilakukan. Misalnya pengaturan pemenang lelang atau penyertaan peserta lain hanya sebagai pelengkap. Dia juga menilai masih ada peluang peserta lelang hanya sebagai kepanjangan tangan dari pihak yang berkolusi untuk memenangi lelang.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam berita ini.