Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Lp buruk, napi mengamuk

Dahnil alias johni kinawa, narapidana di lp muara padang, menuntut agar dipenjarakan di lp nusa kambangan. menurutnya, lp muara padang sangat buruk. dahnil, terlibat perampokan, pembobolan lp, dll.

12 Mei 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KULAU penjara Nusa Kambangan tak lagi menakutkan para narapidana. Buktinya, Dahnil, alias Johni Kinawa, 36 tahun, napi yang membobol LP Muara Padang, meminta dipindahkan ke pulau itu ketimbang disimpan kembali di tempat semula. "Kalau saya masih dimasukkan ke LP Muara Padang, saya akan merepotkan Bapak-Bapak lagi," kata Dahnil di Pengadilan Negeri Padang, pekan lalu. Pada hari itu Dahnil bersama temannya sesama napi, Suwardi, 25 tahun, dihukum masing-masing 8 dan 3 bulan penjara. Ia dipersalahkan bersama 13 napi lainnya kabur dengan cara menjebol dinding LP Padang pada pertengahan Oktober lalu. Begitu ketua majelis yang diketuai Zainuddin Mansyur selesai membacakan vonisnya, Dahnil angkat tangan ingin bicara. Sepertinya, dia mau mengajukan banding. Ternyata, dia meminta supaya jangan lagi dimasukkan ke LP Muara Padang, tapi dipindahkan ke Nusa Kambangan. Para pengunjung sidang dan majelis hakim terkejut. "Apa Anda sungguh-sungguh?" tanya Zainuddin. Dahnil menjelaskan bahwa dia tak berolok-olok. "Kalau tidak, Bapak akan menyidangkan saya lagi dengan perkara yang sama," kata Dahnil, yang menghuni LP Padang karena melakukan perampokan dan pembunuhan. Menurut Dahnil, dia mengajukan permintaan itu karena suasana di LP yang dibangun pada 1819 itu sumpek hingga membikin pikirannya buntu. Ia, katanya, sulit tidur di situ karena suara gaduh para napi. Makanan di LP itu, menurut Dahnil sesuai dengan daftar menu yang terpampang di dinding LP. Pada bulan Puasa lalu, katanya, ia dan teman-temannya sering diberi makan nasi tanpa lauk ketika makan sahur. Bagi yang tak puasa, siangnya diberikan makan sisa nasi sahur. "Tak jarang kami makan cuma dengan garam," kata laki-laki pemegang dan I karate itu. Setiap hari, kegiatan napi, katanya, cuma merajut serabut kelapa. Ini membosankan. "Satu hari serasa setahun," kata Dahnil. Keadaan itulah, tambahnya, yang mendorongnya ikut lari bersama teman-temannya. Mereka menjebol dinding barak nomor 26 yang mereka huni. Lepas dari situ, mereka memanjat dinding LP dengan bantuan selimut serta handuk yang dijadikan tali. Untuk hengkang dari LP itu semakin mudah, karena 15 lampu pijar yang ditempatkan di sekeliling LP tak menyala. Sedang lampu sorot di pos penjagaan redup-redup. Tapi, berbeda dengan ke-13 rekannya, Dahnil pada pagi hari itu kembaii lagi ke LP. Ia rupanya tak bisa lari jauh karena terjatuh ketika memanjat dinding LP, hingga kakinya terkilir. Dahnil lalu memberi tahu petugas LP bahwa teman-temannya kabur. Kendati gagal, ia masih tetap bertekad kabur. "Kalau saya masih dimasukkan ke LP itu, saya akan cabut bila ada kesempatan," kata Dahnil. Permintaannya disambut majelis hakim. Hakim anggota Marzuki, yang sehari-hari sebagai pengawas dan pengamat LP Padang, menyarankan Dahnil membikin permintaan khusus. Dan Marzuki berjanji mengecek keadaan LP yang dimaksud Dahnil. Tapi sumber TEMPO di LP Muara Padang membantah tuduhan Dahnil. Menurut sumber itu, Dahnil tersiksa karena ditempatkan di sel ukuran 2 x 3 meter, sejak tersangkut kasus pembobolan LP Muara Padang tadi. Dahnil memang terhitung bromocorah, dibanding rekan-rekannya yang sama-sama kabur dengannya. Pada 1975, Dahnil masuk Brimob di Polda Sumatera Utara. Tapi, begitu selesai mengikuti pendidikan, ia merampok dan membunuh korbannya dengan senjata api. Ia tertangkap dan dipecat, lalu diasingkan ke Nusa Kambangan. Pulang dari pulau itu, Dahnil datang ke Bukittinggi. Bersama temannya, Dahnil kembali merampok sebuah toko emas di kota itu. Ia tertangkap di Pekanbaru ketika duduk di pelaminan, menikahi seorang gadis di situ, Zaidar. Keluar dari LP Bukittinggi, ia merampok dan memperkosa korbannya di Padang. Ia masuk penjara lagi. Toh ia tak kapok-kapok. Keluar dari LP Padang, Dahnil merampok di berbagai kota di Riau. Bahkan, pada Juni 1989, ia membunuh rekan sekomplotannya, Rosmen, di Padangpanjang. Konon, korban mencuranginya dalam membagi hasil kejahatan. Lagi-lagi, Dahnil dijebloskan ke LP Muara Padang. Di situ ia membuat repot lagi, karena terlibat dalam pembobolan LP tersebut. Berdasarkan berbagai pengalaman itulah Dahnil bisa menyebutkan bahwa Nusa Kambangan lebih baik dari LP Padang. "Lebih bebas di Nusa Kambangan," katanya. MS dan Fachrul Rasyid (Padang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus