Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Hukum dan HAM Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Milda Istiqomah mencatat peran perempuan dalam terorisme meningkat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Milda membeberkan jumlah tahanan dan narapidana perempuan yang terlibat dalam terorisme dalam kurun waktu 2000-2020 mencapai 39 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi dengan angka ini bisa menjelaskan alasan kenapa kemudian keterlibatan perempuan menjadi wake up call atau warning buat kita," ucap Milda dalam diskusi daring pada Jumat, 2 April 2021.
Sebelum 2016, kata Milda, perempuan terlibat sebagai pembawa pesan, perekrutan, mobilisasi dan alat propaganda, serta regenerasi ideologi. "Selama kurun waktu 15 tahun mereka lebih di balik layar," kata Milda.
Namun, di atas 2016, peran perempuan mengalami pergeseran. Perempuan telah menjadi pelaku bom bunuh diri atau penyedia senjata, perakit bom.
Adapun untuk motivasi perempuan terlibat dalam jaringan terorisme, Milda menilai, ada tiga alasan. Pertama adalah personal factors. Perempuan terlibat karena dijajah pemikirannya dengan pemahaman Islam radikal.
Alasan kedua adalah social-political concerns. "Karena adanya ketimpangan sosial, ketidakadilan, diskriminasi. Mereka mengalami itu," ucap peneliti LP3ES.
Terakhir adalah karena faktor personal tragedy di mana perempuan menjadi korban pemerkosaan atau pelecehan seksual lainnya. "Di mana hal itu melahirkan dendam dan melakukan aksi teror adalah cara mereka balas dendam," ucap Milda soal perempuan dalam jaringan terorisme.
ANDITA RAHMA