Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerima 15 permohonan perlindungan yang berasal dari keluarga korban, saksi, dan juga warga dari kasus Vina Cirebon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketua LPSK Brigadir Jenderal (Purn) Achmadi mengatakan mereka akan melakukan telaah lebih dulu agar tidak salah dalam memutuskan pihak-pihak yang bisa dilindungi. LPSK akan melakukan tahapan wawancara keluarga korban, para terpidana, saksi-saksi, masyarakat, dan pihak lain, sebelum memberikan perlindungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Kami juga telaah dokumen lain juga seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dan seluruh dokumen terkait,” jelas Achmadi saat konferensi pers di kantor LPSK, Jakarta Timur, pada Senin, 22 Juli 2024.
Tim LPSK juga menggali informasi dari Polda Jawa Barat, Polres Cirebon Kota, dan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, serta berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Jawa Barat, Lapas Jelekong Bandung, Rutan kelas 1 Bandung, dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Barat. Tujuan seluruh tahapan tersebut ditempuh untuk mendapat kebenaran permohonan.
Berdasarkan sidang Mahkamah Pimpinan LPSK, pada 17 dan 22 Juli 2024, pihaknya menerima permohonan dari keluarga V (Vina) sebanyak lima orang, diantaranya berinisial WO, MR, SA, SK, dan SL.
Perlindungan yang didapatkan berupa bantuan rehabilitasi psikologis bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat (Jabar) melalui UPTD PPA Jabar.
Selain lima orang dari keluarga Vina, mantan terpidana Saka Tatal (ST), juga mendapat perlindungan dengan cara memenuhi hak prosedural dan rehabilitasi psikologis.
LPSK menolak permohonan tujuh orang diantaranya inisial AR, SU, PS, MK, RU, TM, dan FR, karena tidak memenuhi syarat perlindungan pasal 28 ayat 1 Undang-Undang nomor 31 tahun 2014.
“Keterangan mereka juga tidak konsisten, cenderung berubah-ubah, dan menutup informasi peristiwa,” ucap Achmadi.