Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SENDIKAT perdagangan ganja di Kemukiman Dama Putih (meliputi 16 desa), Aceh Timur, ternyata tak bisa lagi dianggap remeh. Hampir tak ada penduduk yang berani memberikan informasi kepada petugas, karena mereka takut ancaman sindikat tersebut. Bagi yang berani melanggar aturan tersebut, bisa dipastikan, si pengadu akan menemui ajalnya. "Keadaan ini lebih gawat daripada masa pemberontakan DI-TII," kata Yusuf, kepala kemukiman itu, yang bersama bawahannya, Mahyidin Yahya, meletakkan jabatannya akibat teror sendikat tersebut. Yusuf bukan membesar-besarkan persoalan. Tak kurang dari 10 orang penduduh terbantai dalam beberapa tahun terakhir ini hanya karena membocorkan rahasia perdagangan haram itu. Baru-baru ini seorang guru wanita jatuh pingsan karena diancam, setelah ia menyaksikan sendiri sebuah transaksi ganja. "Kepalamu bisa pisah dengan tubuhmu," ancam anggota komplotan itu. Karena kegawatan itu, sejak awal bulan ini, petugas keamanan terpaksa tak main-main pula. Sebuah satuan Brimob dari Polda Aceh diturunkan untuk menenteramkan sekitar 1.480 kepala keluarga penduduk di kemukiman seluas 18 ribu hektar tersebut. Kapolres Aceh Timur Letkol Oemar Iss mengakui keganasan sindikat ganja itu -- operasinya mirip mafia -- di wilayahnya juga tentang 10 orang penduduk yang tewas selama delapan tahun terakhir ini, akiba membocorkan rahasia komplotan pedagang daun haram itu. Pada 1985, misalnya, jenazah Sulaiman bin Putih ditemukan penduduk, dengan puluhan luka di tubuhnya. Pada tahun itu juga, Daud Tinggeding dieksekusi di depan puluhan penduduk. Juga cukup seram, ketika rumah Mat Dian meledak. Mat Dian dan bininya, Nurhayati, memang selamat. Tapi putrinya, Farida, 8 tahun, meninggal akibat ledakan itu. Si pelaku, Zainun, adik Mat Dian sendiri. Zainun, yang diringkus polisi bersama temannya, Yahdun, Abubakar, dan Hasbi, mengaku meledakkan rumah abangnya dengan bahan peledak, karena Mat Dian sering menjual harta warisan mereka. Ternyata menurut Mat Dian, rumahnya diledakkan karena dia tak mau ikut menjual ganja. "Dia jadi benci kepada saya," kata Mat Dian (TEMPO, 29 Oktober 1988). Menurut Oemar, Kapolres tadi, sepanjang tahun ini saja polisi sudah menangkap 20 anggota komplotan tersebut di berbagai kota di Aceh dan Sumatera Utara. Tapi tak seorang pun dari mereka yang bersedia menjelaskan sindikatnya. "Mereka cuma mengakui bahwa ganja itu berasal dari kemukiman Dama Putih," kata Oemar. Kemukiman itu, menurut Oemar, menjadi sarang ganja sejak seorang penduduk Meulaboh, Aceh Barat, M. Kasim -- kini buron -- datang ke kawasan itu. Konon Kasim membujuk penduduk Dama Putih menanam ganja dengan rayuan bahwa hasil ganja lebih menguntungkan daripada padi dan palawija. Berkat Kasim, kini diperkirakan terdapat empat hektar ladang ganja. Usaha polisi memusnahkan ladang ganja itu selalu gagal. Memang banyak penduduk -- yang sadar atau tidak -- telah bergabung dengan komplotan itu. Sebab, dengan panen ganja itu, mereka bisa membeli sepeda motor. Salah seorang dari mereka, Jafar, 24 tahun, ketika ditangkap polisi -- karena membawa 21 kg ganja -- di terminal bus Langsa, Oktober lalu, malah bangga. "Kalau tak tertangkap aku bisa beli mobil," katanya. Kepala Mukim (di bawah camat) Dama Putih, T.M. Yusuf, 87 tahun, mengaku sudah putus asa menyadarkan sebagian penduduknya agar tak menanam ganja. Padahal, untuk menaikkan pendapatan penduduk, Yusuf sudah memperbaiki pintu saluran irigasi di kawasan tersebut. Agar generasi muda tak ikut-ikutan orangtuanya, pada 1981, ia membangun Pesantren Darussa'adah. Toh semua itu tak banyak artinya. Yusuf, bersama keluarganya malah kena teror. Teror serupa dialami Kepala Desa Kedai Gerobak, Mahyidin Yahya, bawahan Yusuf. Akibat Mahyidin melarang penduduk menanam ganja, 3 ton kayu bahan bangunan rumahnya dibakar komplotan itu. Ternak peliharaannya bahkan dibuang ke sungai. "Saya tak tahan, dan malu," kata Yusuf kepada TEMPO. Karena itulah Yusuf dan Yahya, pertengahan Oktober lalu, meletakkan jabatannya. Permohonan itu belum dikabulkan Bupati. MS & Makmun Al-Mujahid (Biro Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo