Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan ketidakpuasan terhadap penanganan kasus yang melibatkan Robert Bonosusatya (RBT) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut Boyamin, keengganan Kejaksaan Agung untuk mengambil tindakan terhadap RBT merupakan hasil dari perselisihan internal yang melibatkan oknum di masa lalu. "Kejaksaan Agung belum menyeret RBS karena persoalan tarik ulur yang melibatkan oknum di masa lalu," ujar Boyamin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung beberapa kali memeriksa Robert Bonosusatya dalam kasus dugaan korupsi timah. Nama Robert Bonosusatya dikaitkan dengan tersangka kasus tersebut di antaranya Harvey Moeis dan Helena Lim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Boyamin pun menyoroti pemeriksaan keuangan suami Sandra Dewi tersebut. Boyamin menduga bahwa tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk melacak aliran keuangan yang berasal dari Harvey Moeis. "Saya kira itu untuk melacak uang dari HM itu ke mana saja dan apakah istilahnya SD itu dalam pengertian tidak menerima dari HM," ujarnya. Boyamin juga menekankan bahwa pemeriksaan ini dapat menjadi beban bagi Sandra Dewi karena dapat diinterpretasikan sebagai bukti bahwa ia menerima aliran uang dari Harvey Moeis.
Boyamin menyatakan pemeriksaan ini dilakukan untuk mendalami keterlibatan Sandra Dewi dalam kasus tersebut. Menurutnya, kemewahan yang dialami oleh Sandra Dewi pasca-menikah harus menjadi perhatian serius. "Apa sisi lain yang harusnya pantun hati-hati Sandra Dewi ketika diberi mobil-mobil mewah dan juga bahkan disewakan pesawat pribadi," katanya. Menurut Boyamin, kemewahan yang berlebihan tersebut seharusnya memicu kecurigaan terhaadap Sandra Dewi karena tidak sejalan dengan pendapatan yang dimilikinya sebagai artis.
Dalam konteks penegakan hukum terkait kasus-kasus tambang ilegal, Boyamin mengkritik efektivitas hukuman administrasi yang diterapkan oleh pemerintah. Ia menyoroti bahwa meskipun telah ada ancaman pencabutan izin, namun hingga saat ini banyak perusahaan tambang yang tidak terealisasi. "Hukuman administrasi selama ini tidak efektif untuk menertibkan tambang," ujarnya. Boyamin menekankan perlunya penegakan hukum yang lebih tegas untuk menangani masalah tambang ilegal, demi menjaga tata kelola yang lebih baik dalam industri tambang di Indonesia.
Boyamin menyarankan penanganan kasus-kasus seperti ini memerlukan pendekatan hukum yang lebih keras dan tindakan yang lebih proaktif dari lembaga penegak hukum. Hal ini agar dapat memastikan keadilan dan kepatuhan terhadap hukum yang lebih baik di Indonesia.