Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Mantan Kepala PPATK Bersaksi di Sidang Pencucian Uang Gazalba Saleh

Mantan Kepala PPATK menyatakan, indikasi TPPU oleh penyelenggara negara adalah menyimpan uang tunai dalam jumlah besar.

15 Agustus 2024 | 17.36 WIB

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein  TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein selaku ahli hukum tindak pidana pencucian uang (TPPU) hadir sebagai saksi di sidang perkara gratifikasi yang menjerat Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh, hari ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam kesaksiannya, Yunus menilai patut dicurigai apabila seorang penyelenggara negara menyimpan uang tunai dalam bentuk mata uang rupiah maupun asing dengan jumlah besar.

"Uang yang seharusnya dimiliki itu, kerja di Indonesia harusnya rupiah," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 15 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan alat pembayaran yang sah (legal tender) di Indonesia adalah menggunakan Rupiah, sehingga apabila ada penyimpanan uang tunai, baik dalam pecahan Rupiah maupun valuta asing dan tidak dapat dijelaskan sumbernya, maka dapat dicurigai berasal dari sumber yang tidak sah.

Sumber yang tidak sah sebagaimana yang dimaksud, kata Yunus, bisa didapat dari penyalahgunaan jabatan. Sebab, indikasi TPPU oleh penyelenggara negara adalah menyimpan uang tunai dalam jumlah besar. "Jadi, untuk menduga harus dilihat asal-usulnya apakah ada asal-usul yang berasal dari tindak pidana tadi, kalau ada bisa melarikan TPPU ya," ujarnya.

Jaksa KPK mendakwa Gazalba Saleh menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai total Rp 62 miliar dari penanganan sejumlah perkara di Mahkamah Agung. Selain dari Jawahirul Fuad, Gazalba juga dituding menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali (PK) perkara Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.

Jaksa KPK juga menyebut Gazalba Saleh menerima suap lain pada periode 2020-2022. Jaksa juga menyatakan Gazalba melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk menyamarkan uang grafitikasi itu dengan membelanjakannya menjadi sejumlah aset. Antara membeli mobil Alphard, menukar ke valuta asing, membeli tanah/bangunan di Jakarta Selatan, membeli emas hingga melunasi KPR teman dekat. 

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus