Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Masalah Ekonomi Diduga jadi Penyebab ASN Ditjen Pajak Lakukan KDRT ke Istrinya

Terduga pelaku KDRT merupakan ASN di Ditjen Pajak, sementara korban merupakan pegawai di salah satu kementerian.

24 Agustus 2024 | 15.59 WIB

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bekasi  - Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terhadap istrinya berinisial M, 32 tahun, diduga dipicu masalah ekonomi. Peristiwa KDRT itu terjadi di Mustikajaya, Bantargebang, Kota Bekasi.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Alasan paling kuat (terjadi ya KDRT) ya yang menurut korban itu masalah ekonomi," kata Kuasa Hukum korba,  Mutiara Nora Peace, Jumat, 23 Agustus 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kendati demikian, Mutiara menyebut kliennya merasa alasan tersebut tidak masuk akal. Sebab, antara korban dan terduga pelaku sama-sama bekerja. Terduga pelaku merupakan ASN di Ditjen Pajak, sementara korban merupakan pegawai di salah satu kementerian. 

Sejak awal menikah, antara korban dan terduga pelaku diketahui memutuskan untuk joint income atau menggabungkan pendapatan. “Jadi kalau alasan dia melakukan kekerasan hanya karena masalah ekonomi, sedikit tidak masuk di akal,” ujarnya.

Sementara itu, Polres Metro Bekasi Kota telah menaikkan status kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan ASN Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terhadap istrinya ke tahap penyidikan.  “Kami baru sampai dalam proses naik tingkat penyidikan,” kata Wakasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Polisi Dedi Iskandar, Rabu, 21 Agustus 2024.

Dia mengatakan penetapan tersangka belum bisa dilakukan karena pihaknya masih menunggu hasil visum et repertum psikiatrikum terhadap korban dan terduga pelaku. “Setelah kami mendapatkan hasil itu, baru nanti kami tingkatkan untuk menentukan tersangkanya,” ucapnya.

Dedi menjelaskan visum et repertum psikiatrikum itu dilakukan karena kasus KDRT itu terjadi jauh sebelum korban melapor ke polisi. Kasus KDRT berlangsung sejak 2021 hingga 2023. Sementara korban baru membuat laporan polisi pada 2024.

“Sehingga pada saat dilakukan visum, berbeda, sudah gak ada bentuk-bentuk tanda luka yang diakibatkan penganiayaan tersebut. Makanya kami arahkan ke pemeriksaan psikiatrikum untuk psikis dia,” ujarnya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus