Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Maut Di Kamar 211

Sri Ningsih alias Vonny, seorang pelacur, tewas dalam keadaan telanjang di sebuah kamar Hotel Djakarta, Jakarta. Hanya karena 2 "tamunya": Anton Dwiguna & Rudi, ingin melucuti perhiasannya.

18 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPAT pukul 3.30 Jumat dini hari, pekan lalu itu, sebenarnya, Lauren sudah siap-siap hendak pulang setelah bertugas sebagai satpam hampir enam jam. Tapi ia masih menyempatkan diri dengan lift mengontrol lagi setiap lantai di Hotel Djakarta, Jalan Gajah Mada, itu. Ketika itulah, tepat di lantai II, ia tiba-tiba mendengar jeritan seorang wanita. Semula ia hanya mengira ada tamu hotel yang mimpi. Tapi, tak lama setelah itu, seorang lelaki keluar dari kamar nomor 211. Kendati lelaki bertubuh sedang itu berjalan dengan tenang, Lauren masih sempat bertanya apa yang terjadi di kamar orang tersebut. "Tak ada apa-apa," jawab lelaki itu sambil turun. Lauren tak segera pergi dari lantai itu. Benar saja, 10 menit kemudian, pintu kamar tersebut terbuka lagi. Seorang lelaki lain keluar dari kamar tadi. Dengan tenang laki-laki itu mengunci kembali kamarnya dan melangkah ke lift. Tapi tak percuma Lauren sudah lima tahun berpengalaman sebagai satpam di tempat itu. Ia segera mencegat dan mengusut. Tapi, seperti juga lelaki pertama, orang kedua ini juga menjawab tak ada apa-apa. "Coba kita lihat ke kamarmu," kata Lauren sambil mencekal tangan laki-laki itu. Laki-laki kedua itu belakangan diketahui bernama Harry alias Anton Dwiguna -- temannya tadi konon bernama Rudi -- membuka pintu kamarnya. Lauren segera menyalakan lampu. Di tempat tidur, terbaring seorang perempuan dengan selimut menutupi sekujur tubuhnya. Ketika Lauren mendekat, ia melihat mulut wanita itu disumpal tisu. Dengan sebelah tangan tetap mencekal Anton, Lauren membuka selimut itu. Di balik selimut ternyata seorang wanita bertubuh mulus, tak bernyawa lagi, dalam keadaan bugil. Lehernya memar, dan ada luka melintang di kepalanya. Wanita itu, Sri Ningsih, 27 tahun, asal Kediri, Jawa Timur, yang sejak dua bulan lalu tinggal di tempat kos, di bilangan Roxi, Jakarta Pusat. Di tempat kos itu, di antara teman-temannya Sri lebih dikenal dengan nama Vonny. Pada malam itu, menurut teman sekos almarhumah, Yeni -- nama samaran -- ia bersama almarhumah dan temannya lainnya, Tuti -- juga bukan nama sebenarnya -- berangkat ke Bar Sicilia, tempat mereka biasa "mangkal" di Mangga Besar. Pada malam itu, kata Yeni, Vonny, yang berwajah cantik, kulit kuning, dan tubuh bahenol itu, memakai blus hitam dan celana jin stretch (sangat ketat). Selain itu, seuntai kalung emas 10 gram melilit lehernya. Pergelangannya dilingkari gelang emas 15 gram dan jam tangan merk Raymond. Ia juga memakai anting-anting emas lima gram dan sebuah cincin berlian bermata tiga, serta dua cincin polos. "Dia setiap hari memang pakai perhiasan itu, dan menurut saya itu tidak berlebihan," kata Yeni. Ternyata, perhiasaan gemerlap itulah yang menggoda Rudi dan Anton, untuk memilih Vonny sebagai teman kencan mereka. Dari bar itu, Vonny dibawa kedua lelaki itu ke Hotel Djakarta. Rupanya, selesai mereka memuaskan nafsunya, salah seorang dari lelaki itu tiba-tiba membekap mulut Vonny dengan tisu yang sudah dilamur obat bius. Vonny sempat pingsan. Celakanya, karena obat bius itu kelas murahan, Vonny segera sadar begitu perhiasannya dilucuti. Ketika itulah ia berteriak. Anton, yang mengaku panik, menutup mulut korban dan memukul kepala Vonny. Ajal pun menjemput wanita itu setelah lehernya dicekik salah seorang "tamunya" tersebut. Polisi dari Polsek Gambir, yang segera datang ke hotel itu, langsung menahan Anton. Kepada polisi Anton mengaku membunuh wanita itu untuk menguasai perhiasan korban. Dari tangannya polisi telah menyita jam tangan dan sebuah cincin korban. Hanya saja sampai pekan ini Rudi belum tertangkap. "Tapi tempat persembunyiannya sudah kami ketahui. Tak lama lagi dia akan kami tangkap," kata Kadispen Polda Metro Jaya, Letkol. Latief Rabar. Korban, menurut seorang temannya, baru setahun tinggal di Jakarta, setelah rumah tangganya di Surabaya retak. Di Jakarta, ia terpaksa melacurkan diri untuk membiayai hidup empat anaknya serta ibunya di Kediri. Ternyata, maut mengakhiri kariernya. "Nasib kami lebih sering menyedihkan," kata teman Vonny.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus