Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Melacak penyulap barang bukti

Bendaharawan kejaksaan negeri jak-pus, rakhmat hasan, dianggap bertanggung jawab atas hilangnya barang bukti judi. siapapun akan ditindak tegas jika terbukti terlibat. 3 jaksa sedang diperiksa.

3 Juni 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGUAPNYA barang-barang bukti berharga dalam perkara pidana sebenarnya bukan barang baru. Tapi baru dalam perkara judi dengan terdakwa A Luk, 37 tahun, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berbuntut panjang. Kepala Humas Kejaksaan Tinggi Jakarta Bahrunizai, Kamis pekan lalu menyatakan, hilangnya barang bukti judi berupa uang sekitar Rp 47 juta itu merupakan tanggungjawab instansinya. "Dari pemeriksaan sementara, yang bertanggung jawab atas hilangnya barang bukti itu adalah bendaharawan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat," katanya. Adakah dengan pernyataan itu berarti bendaharawan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Rahmat Hasan, terbukti "menilep" uang tersebut? Bahrunizai hanya berkata, "Kejaksaan Tinggi Jakarta masih mengusut terus kasus itu untuk menemukan mata rantai siapa saja yang terlibat dan bertanggungjawab dalam kasus itu." Kasus barang bukti itu memang cukup menghebohkan. Pada persidangan A Luk Sabtu dua pekan lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diketuai Soengkono, menyaksikan barang bukti uang tunai Rp 51,1 juta telah menyusut menjadi sekitar Rp 4,2 juta. Sisanya, sekitar Rp 47 juta, hilang dan berganti bentuk dengan potongan kertas HVS putih seukuran uang lembaran Rp 10 ribu. Pemandangan itu bukan saja mengejutkan majelis hakim, tapi juga Jaksa Oldy G.J. Wotulo. Jaksa itu mengaku tak tahu-menahu soal "sulapan" tersebut. Sementara itu, terdakwa A Luk menyatakan, polisi telah menyita barang bukti berupa uang ketika mereka digerebek tengah berjudi di restoran Eka Ria, Jalan Batu Ceper, Jakarta Pusat, berjumlah Rp 51 juta lebih. Sebenarnya, barang bukti itu telah dipergunakan dalam perkara sembilan orang rekan A Luk, yang sudah lebih dulu divonis masing-masing 6 sampai 15 bulan penjara. Tapi, berbeda dengan majelis terdahulu, majelis yang diketuai Soengkono meminta barang bukti berupa uang yang dibungkus rapi di kertas bersegel itu dibuka di depan umum. Ternyata, itu tadi, sebagian besar uang di bungkusan itu sudah disulap menjadi kertas putih belaka. Sebab itu, majelis hakim menunda sidang perkara itu sampai masalah hilangnya barang bukti tersebut menjadi jelas. Selepas sidang, Jaksa Oldy segera melaporkan kejadian itu ke Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Kejaksaan Tinggi Jakarta. "Kalau memang saya dianggap bersalah, ya, saya siap menerima risiko," kata Oldy, bernada lesu (TEMPO, 27 Mei 1989). Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono menganggap kasus hilangnya barang bukti itu "amat memalukan". "Saya sudah memerintahkan Kejaksaan Tinggi Jakarta agar mengusut kasus itu sampai tuntas. Akan saya tindak tegas jaksa atau siapa pun yang terbukti terlibat," kata Sukarton, yang kemudian menyarankan supaya semua barang bukti berharga disimpan di safety box bank. Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Jakarta memeriksa setidaknya tiga orang jaksa: Jaksa Oldy, M. Siagian, dan Suriansyah -- dua yang terakhir ini pernah menangani perkara rekan-rekan A Luk. Selain itu, juga diusut bendaharawan dan pesuruh di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Rahmat Hasan dan Zainun. Hanya saja, sampai kini belum bisa dipastikan siapa persisnya yang "menilep" barang bukti tersebut. Bahrunizai cuma menyebut, hilangnya barang bukti itu merupakan tanggung jawab si bendahara, Rahmat Hasan. Tapi lelaki berperawakan agak gemuk ini mengelak berkomentar. "Saya tidak diizinkan memberi keterangan," ujar Rahmat. Menurut sebuah sumber di kejaksaan, secara formal Rahmat memang bersalah. "Ia tak pernah memeriksa kebenaran barang bukti itu, sewaktu dipinjam ataupun dikembalikan jaksa," kata sumber TEMPO itu. Tapi secara materiil, si penyulap barang bukti itu diduga kuat Rahmat atau Jaksa M. Siagian. Adapun soal Jaksa Suriansyah, "Dia hanya sekali meminjam barang bukti itu, dan mengembalikannya dalam keadaan utuh." Antara bulan April dan Mei 1988, kata sumber itu, Jaksa Siagian pernah tiga kali meminjam barang bukti itu dari Rahmat. Peminjaman pertama, selama seminggu, terjadi sebelum perkara judi itu disidangkan. "Peminjaman kedua dan ketiga lebih dari seminggu. Tapi bon-bon peminjamannya sudah disobek-sobek Rahmat," kata sumber itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus