Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AMERICAN Express (Amex) Bank cabang Jakarta, beserta kantor pusatnya di Swiss, pekan-pekan ini digugat seorang nasabahnya Hendro Yuwono, 50 tahun, di Pengadiian Negeri Jakarta Pusat. Hendro menuntut bank terkenal itu membayar ganti rugi Rp 3 milyar lebih, gara-gara depositonya di bank itu sebesar 371.133,25 (Rp 1 milyar), tahun lalu, dibobol bandit bank dan sampai kini tak bisa diperolehnya kembali. Pada 17 Juni 1987, Hendro menyetorkan uang Rp 1 milyar ke Amex untuk deposito berjangka tiga bulan, yang dikurskan ke mata uang Inggris menjadi 371.133,25. Hanya dua bulan setelah itu, deposito tadi bobol dijarah komplotan Harry Tranggono. Hanya dengan memalsukan tanda tangan Hendro, yang ketika itu berada di Hong Kong, komplotan tersebut berhasil mentransfer US$ 400.000 atau sekitar Rp 650 juta. Begitu tahu depositonya kebobolan, pengusaha obat-obatan PT Henson Makmur Surabaya itu segera mengadu ke Mabes Polri. Selain itu, ia juga menuntut Amex agar mengembalikan deposito tersebut berikut bunganya. Ternyata, General Manager Amex Jakarta, waktu itu Patrick J. Wye, menolak. Menurut Wye, yang bertanggung jawab atas persoalan itu bukan kantornya, melainkan Amex Pusat di Jeneva, Swiss. "Di sini hanya kantor administrasi, membantu Swiss," katanya. Sampai tiga kali Hendro menuntut pengembalian uangnya tanpa hasil. Setelah pengacara Hendro -- R.E.M. Pattikawa dan John Kusnadi -- mensomasi sampai tiga kali, Januari lalu, bank itu baru memberikan jawaban. Menurut Amex, tuntutan Hendro itu akan segera diselesaikan bila penyelidikan di Swiss dan di sini telah selesai. Toh setelah komplotan Harry Tranggono diadili -- dan divonis 2,5 tahun penjara September lalu -- pihak Amex tetap saja tak meladeni tuntutan Hendro. Padahal, selain penyelesaian kasus itu sudah dianggap tuntas, Mabes Polri pun sudah mengeluarkan pernyataan bahwa Hendro tak terlibat kejahatan itu. Di persidangan pidana Harry Tranggono, dua saksi dari Amex Jakarta, Jenny Tabuluyan dan Betty, bahkan menegaskan bahwa penggantian uang Hendro itu tanggung jawab Amex Swiss. Sebab, kata mereka, Amex Swiss-lah yang menyetujui pencairan uang deposito itu sewaktu ditransfer komplotan Harry. Selain itu, kata Jenny, penempatan dan pembukaan rekening Hendro menggunakan formulir Amex Jeneva. Hendro tentu saja tak bisa menerima alasan Amex Jakarta tersebut. Dana deposito itu, katanya, dihimpun di Amex Jakarta selaku cabang penuh dari Amex Swiss. Sebab itu, melalui Pengacara R.E.M. Pattikawa dan John Kusnadi, Hendro menggugat Amex Jakarta dan Swiss ke pengadilan. Bank asing itu, dalam gugatan Hendro telah melakukan perbuatan melawan hukum. Selain memberikan kemudahan bagi orang yang tak berhak untuk mentransfer uangnya secara tidak sah, Hendro juga menuduh bank itu tak bertanggung jawab atas depositonya. Berdasarkan itu, Hendro menuntut ganti rugi Rp 3 milyar lebih. Tuntutan itu terdiri dari: pengembalian deposito 371.133,25 berikut bunga sebesar 8,875% setahun dan hilangnya keuntungan 667.800 (Rp 2,1 milyar) bila saja deposito itu bisa cair. Pihak Amex tak bersedia mengomentari gugatan itu. "No comment," kata Branch Manager Amex Jakarta, Jim Kault. Sementara itu, pengacara Amex, Soetikno Budiman, hanya berkata, "Bagaimana kebenaran gugatan itu, kita lihat saja nanti di persidangan." Tapi sebuah sumber mengungkapkan, sebenarnya Amex memang tak berniat mengganti deposito Hendro itu. Sebab, katanya, Amex curiga bahwa Hendro terlibat dalam pembobolan deposito itu. Pihak Amex konon mendapat info, sebelum pembobolan terjadi, ada kontak lewat telepon antara Hendro dan Harry. Pengacara R.E.M. Pattikawa membantah tuduhan itu. Ia bahkan menganggap tuduhan itu tak masuk akal. "Hendro dengan Harry itu sama-sama tak kenal, mana mungkin mereka berhubungan lewat telepon," kata Pattikawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo