Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIEM Joe Tik, 57 tahun, bukan bintang film dan pemain sinetron. Tapi wajahnya sudah empat kali ditayangkan di TVRI. Ia ini terdakwa manipulasi kredit ekspor. Kasusnya sendiri sebenarnya sudah disidangkan secara absensia tanpa hadirnya terdakwa -- sejak November tahun lalu di Pengadilan Negeri Semarang. Tak kurang dari 54 orang diajukan sebagai saksi. Setelah empat tahun raibnya Liem, baru dalam persidangan 18 Mei lalu Jaksa Kadir Sitanggang menuntut agar terdakwa dijatuhi hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 30 juta. Menurut Kadir, direktur PT Sinar Cahaya Semarang ini terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Negara dirugikannya sekitar Rp 5,2 milyar. Kisahnya begini. Ketika pemerintah memberikan intensif sertifikat ekspor kredit terhadap ekspor nonmigas atas nama PT Sinar Cahaya pada September 1987, Liem memang mengajukan kredit eskpor dari Bapindo Semarang sebesar Rp 2,5 milyar. Sebagai jaminan, selain L/C (letter of credit), Liem juga menjaminkan stok gaplek senilai Rp 218 juta dan 81 sertifikat tanah seluas 82 hektare di Kendal, Demak, dan Batang. Setahun kemudian, kredit yang akan digunakan mengekspor gaplek ke luar negeri dicairkan. Selain ke Bapindo, Liem juga mengambil kredit serupa dari bank Eksim Semarang. Jumlahnya Rp 1,5 milyar. Kredit yang diajukan pada April 1989 itu tujuh bulan kemudian cair. Layaknya pengambil kredit ekspor, ia juga menjaminkan L/C dan agunan tambahan berupa sertifikat tanah. Sebelum kepada kedua bank pemerintah tadi, pada tahun 1985 Liem juga sudah mengambil kredit ekspor Rp 765 juta dari Bank Niaga Semarang. Kredit ini kemudian diubah menjadi kredit perdagangan. Dari ketiga bank tersebut, Liem mengantungi kredit Rp 4,765 milyar. Meskipun uang sudah di tangannya, belakangan terbongkar bahwa pria kelahiran Moy, Tiongkok, ini tidak pernah mengekspor gaplek. Kejahatannya mulai tercium ketika ia tidak membayar bunga maupun cicilan utang. Ketika para kreditur akan menarik jaminan, ternyata ketiga bank tadi diberi jaminan sertifikat yang sama. Dan semua sertifikat itu palsu. Jaksa mendakwa bahwa sertifikat-sertifikat itu diperoleh Liem dengan memanipulasi akte notaris. Caranya begini: Setiap petani yang meminjam uang kepada Liem, selain menjaminkan sertifikat tanah, mereka harus menandatangani akte notaris untuk mengikat jaminan tadi. Kemudian, tanpa sepengetahuan petani, isi akte itu diubah menjadi "memberi kuasa" kepada Liem untuk menjual dan menjaminkan sertifikat tersebut kepada bank. Liem juga menaikkan harga tanah itu berlipat-lipat. Tak hanya itu. Setiap mengajukan pinjaman, ia memakai nama susunan pengurus perusahaan yang berbeda. Ketika mengajukan permohonan kredit ke Bapindo, umpamanya, Liem menempatkan Supreh sebagai komisaris. Ternyata, pria yang sesungguhnya kuli itu hanya komisaris pajangan di perusahaan itu. Begitu lihainya Liem, sehingga bank tidak pernah menaruh curiga padanya. Seperti yang dikatakan saksi Paulus Sayudi, Kepala Cabang Bapindo Semarang (1987) permohonan kredit yang diajukan Liem selalu sesuai dengan prosedur. "Tim Bapindo pusat yang meneliti PT Sinar Cahaya juga telah memberikan persetujuannya," kata Paulus. Lalu di mana letak salahnya? Inilah yang masih gelap. Hanya yang jelas: pihak ketiga bank itu tidak pernah mengecek kontrak penjualan yang diajukan Liem kepada importir di luar negeri, yang mungkin juga palsu. Selain itu, pihak bank juga tidak pernah memeriksa kebenaran jumlah saham pengurus PT Sinar Cahaya. Hingga pekan ini jejak Liem belum diketahui. "Liem menjadi buronan Kejaksaan Agung," kata Soesandi, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus. Bambang Aji dan Nanik Ismiani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo