Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM empat tahun menjabat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly enam kali mengganti Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Pekan lalu, ia mengganti Wahid Husein, yang baru menjabat sejak Maret lalu, karena tertangkap tangan menerima suap jualbeli fasilitas penjara dan izin keluar. Ia juga memecat dua anak buahnya di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM lantaran dianggap bertanggung jawab atas praktik lancung di LP Sukamiskin. Kepada Stefanus Pramono melalui sambungan telepon pada Jumat pekan lalu, Yasonna menjelaskan seputar penanganan Sukamiskin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anda sudah berulang kali mengganti Kepala LP Sukamiskin. Kenapa tetap kecolongan?
Jujur saja, integritas bukan sesuatu yang mudah dicari. Ada orang yang tak bisa disuap puluhan juta, tapi kalau sudah dikasih sesuatu yang sangat besar, bisa keblinger juga. Apalagi narapidana di sana kebanyakan punya kemampuan, meskipun ada juga napi kasus korupsi yang cuma lurah dan tak kaya.
Setelah investigasi Tempo soal pelesiran narapidana di Sukamiskin pada Februari 2017, perbaikan apa yang Anda lakukan?
Kami mulai bersihbersih. Saya mengganti Dedi Handoko (kepala LP sebelumnya) dengan Wahid Husein. Saya bahkan memanggil Wahid secara khusus. Saya minta dia mencegah adanya kutipankutipan dari narapidana. Jangan ada lagi pemberian izin keluar yang melanggar. Saya tanyakan dia sanggup atau tidak, dia jawab sanggup. Saya juga minta Kepala Kanwil dan Kepala Divisi Pemasyarakatan memantau agar tak ada lagi masalah seperti yang ditemukan Tempo.
Anda kecewa upaya perbaikan tak berhasil?
Bukan hanya kecewa. Peristiwa itu mempermalukan kami. Langsung saya kumpulkan kepala rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, kepala kantor wilayah, kepala divisi pemasyarakatan seIndonesia kemarin. Saya ingatkan akan menindak tegas jika ada pelanggaran. Saya tak akan melindungi mereka.
Menurut informasi yang kami dapatkan, Wahid tak bermain sendirian.…
Tak tertutup kemungkinan ada yang lain yang terlibat. Kalau KPK menemukan bukti, silakan saja diproses. Saya tidak akan melindungi. Kami juga sudah bertemu dan akan bekerja sama dengan KPK.
Apa langkah pertama Anda setelah penangkapan Wahid?
Inspektur Jenderal langsung turun memeriksa. Semua petugas di Sukamiskin bedol desa, saya ganti semua. Mereka semua sudah terlalu nyaman di sana. Saya takut mereka semua sudah pernah menerima duit. Intinya, kami buang dulu, angkat staf baru, ganti dengan yang betulbetul fresh. Saya juga mengangkat Tejo Harwanto (mantan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Tanjung Gusta, Medan) setelah ada assessment terhadap lima orang dan melibatkan psikolog dari TNI Angkatan Udara.
Masalah pelesiran dengan alasan sakit terjadi sejak dulu?
Kami tak mungkin menghalangi napi yang benarbenar sakit. Kalau napi meninggal, kami bisa dituntut. Semua ada rekomendasi dokter. Rumah sakit rujukan tak akan menerima kalau tak ada rekomendasi dari dokter LP. Memang ada yang menyalahgunakan izin itu. Nanti kami ceklah kalau ada dokter yang terlibat.
Banyak orang menganggap penjara khusus koruptor seperti Sukamiskin tak efektif.…
Kami masih mengevaluasi. Saya sudah undang pakarpakar. Saya sudah hampir sampai pada kesimpulan untuk meredistribusi narapidana ke daerahdaerah.
Bukankah lebih sulit mengawasi napi koruptor yang ditahan di daerah?
Di Sukamiskin, mereka menjadi sangat eksklusif. Kalau di daerah, mereka tidak bisa mendapatkan kemewahan seperti di Sukamiskin. Tapi mereka tidak mungkin disatukan dengan narapidana umum. Mereka bakal diperas.
Kenapa tidak ditempatkan di wilayah terpencil seperti Nusakambangan?
Nusakambangan itu untuk narapidana high risk, seperti kasus terorisme dan narkoba. Koruptor itu bukan high risk. Mereka berisiko menyuap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo