Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mimpi buruk sang ibu

Telah terbongkar jual beli bayi di magelang dan sekitarnya. Dengan alasan dijadikan anak angkat. anak yang diperolehnya dijual lagi. (hk)

30 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MBOK Tinul, 35 tahun, mimpi buruk ada bayi mencakar wajahnya. Bayi berumur tiga bulan itu, Muhammad Krida, anaknya sendiri. Mbok Tinul gelagapan. Esok harinya, dari Desa Ngrajeg ia menuju sebuah rumah di Kebonpolo, Magelang, Jawa Tengah. Ia meraung, sebab anaknya yang ketujuh itu tak ada di sana. Ibu angkat si anak, Tat alias Har bilang Krida sudah meninggal. Padahal belum sebulan anak itu diserahkan. Bahkan disaksikan lurah dan pamong Desa Ngrajeg lainnya, lengka, dengan berita acara serah terima. Isinya menyebut, Tat bersama "suaminya" Mu alias Mul, akan merawat anak angkatnya dengan baik. Tanpa syarat itu, mbok Tinul dan suaminya Subani, 40 tahun, tak rela anaknya diboyong meski mendapat uang terima kasih Rp 40 ribu. Dikabari anaknya meninggal, mbok Tinul penasaran. Ia punya firasat buruk, dan segera mengadu kepada kepala desanya. Polisi akhirnya ikut turun tangan, karena mencium ada yang tak beres. Betul juga. Pertengahan Oktober 1982, dua orang wanita, Kap dan Sud tertangkap di terminal bis Semarang. Mereka menggendong bayi laki-laki berumur tiga bulan dan bayi perempuan berumur 10 hari. Sedianya kedua bayi itu hendak dibawa ke Jakarta untuk 'dijual'. Disebut-sebut nama Yayasan Bunda Kasih di Jatinegara Timur dan sebuah yayasan lagi di bilangan Cawang, keduanya di Jakarta Timur. Kepada polisi mereka mengaku, "begitu sampai, sudah ada yang menjemput." Ternyata yayasan itu, "tak terdaftar di instansi kami," kata Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Timur, Mochtar. Setelah diusut bayi lelaki itu ternyata anak Siti Hindasah dari Desa Drimas, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Bayi itu hasil hubungan gelap. Si orok wanita adalah anak Sugiarti alias Suwuh, 20 tahun, penduduk Kampung Bogeman Timur, Kotamadya Magelang. Orok itu diberikan kepada Nyonya Botok, kini masih buron, dengan persetujuan nenek si bayi dengan imbalan Rp 50 ribu. Dan seperti halnya bayi mBok Tinul, kedua bayi itu akhirnya jatuh ke tangan Mu alias Mul, penduduk Ambarawa. Kap dan Sud memang tak bekerja sendiri. Boleh dibilang ia cuma kaki tangan. Bersama mereka, kini ada lima tersangka lain ditangkap. Seorang di antaranya pria. Dua orang ditahan di Koresta 971. Lainnya di Kores 972, keduanya di Magelang. Mereka diduga tersangkut dalam perkara jual beli empat orang bayi. Sayangnya, Mul dan Tat yang di duga otak bisnis bayi itu masih buron. Ternyata mereka bukan suami-istri. Tapi diharap keduanya tertangkap tak lama lagi, sebab identitasnya sudah diketahui. "Bila otaknya sudah tertangkap, baru kasus ini bisa tuntas," kata Letkol Pol. Kasbullah, Komandan Resta 971. Perkara jual beli bayi memang cukup menggelisahkan orang tua, yang sudah telanjur menyerahkan anaknya. Sebab. kata Letkol.Pol. Soebagyo Wiropati, Dan Res 972, "mereka sebetulnya tak bermaksud menjual bayinya." Orang tua tak mampu itu, yang menjadi sasaran pemburu bayi, dengan ikhlas menyerahkan bayi pada orang lain, agar mendapat perawatan yang baik. Hanya masalahnya, menurut Soebagyo, "oleh yang mengaku akan menjadi orang tua angkat, bayi lalu diperjualbelikan" Sebuah sumber di Magelang men butkan, bahwa "perdagangan" bayi memang cukup menggiurkan. Sampai di Jakarta, kata sumber itu, seorang bayi laki-laki bisa laku Rp 150 ribu . Dan entah mengapa, bayi perempuan bisa lebih tinggi, Rp 200 ribu. Tak heran bila si pemburu bayi, berani memberikan "uang terima kasih" bagi orangtuanya sampai Rp 50 ribu. Ditambah pengeluaran untuk para perantara--yang biasanya cukup banyak--biaya seluruhnya paling tinggi Rp 100 ribu. Itu sudah termasuk ongkos mengantar bayi sampai ke tempat tujuan. Tak hanya di Magelang dan sekitarnya ada kasus jual beli bayi. Tahun 1980 lalu, Abdullah dan istrinya Patri'in diganjar masing-masing 18 bulan dan setahun penjara oleh Pengadilan Negeri Pekalongan. Bersama Mudaiyah dan Kasturi, keduanya juga dihukum setahun penjara karena terbukti memperjualbelikan bayi. (TEMPO, 19 Januari 1980). Tahun 1978, bayi dari suami istri Yap Bie Kang yang lenyap dari Klinik Bersalin dr. Lie Sek Hong. Medan, diketahui telah diperjualbelikan. Untung bayi itu akhirnya bisa ditemukan. Tapi tahun lalu, kasus jual beli bayi ramai lagi di Medan. Nyonya Martina yang tak mampu membayar ongkos persalinan, menyerahkan bayinya pada seorang oknum polisi dengan imbalan Rp 350 ribu. Ternyata bayi itu kemudian berpindah tangan beberapa kali. Tentunya disertai perputaran sejumlah uang pula. Tapi sebegitu jauh belum diketahui kaitan jual beli bayi itu dengan orang tua-orang tua angkat di luar negeri--seperti yang pernah terjadi di Jakarta dan Surabaya. Umumnya kasus jual beli bayi memang mempunyai mata rantai yang panjang. Tengok saja bayi mbok Tinul: Mu alias Mul mula-mula menghubungi kakaknya sendiri, Nyonya Tar. Dia ini lalu mengontak ipar Mu, Nyonya Kap --yang tertangkap di Semarang itu. Kap minta bantuan Tat (yang mengaku istri Mul). Seterusnya ada Sus, Sit dan Sur alias Ting. Nah, Ting inilah yang membujuk rayu Subani hingga istrinya, mbok Tinul, merelakan anaknya. Syukurlah, Muhammad Krida kini sudah kembali ke pangkuannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus