Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kawin kontrak telah menjadi modus baru dalam upaya untuk memperoleh korban dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang terjadi di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir dari antaranews.com, Deputi Menteri Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Vennetia Danes, mengatakan, "kalau modusnya memang lebih banyak ke arah eksploitasi seksual yang berkaitan dengan prostitusi dan juga perbudakan modern, tapi yang terbaru itu berupa kawin kontrak."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam berbagai kasus, tersangka pelaku kawin kontrak memiliki berbagai modus untuk menjalankan aksinya. Berikut beberapa modus tersebut:
1. Dijanjikan mahar jutaan rupiah
Salah satu modus kawin kontrak adalah pelaku yang mengiming-imingi korban dengan mahar senilai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Dalam kasus kawin kontrak di Cianjur, pelaku menjanjikan kepada korban uang jutaan rupiah untuk menjalani kawin kontrak.
"Pelaku sudah menjalankan aksinya sejak 2019 dan korban dijanjikan mendapat uang mulai dari Rp30 juta hingga Rp100 juta, namun dibagi dua dengan pelaku," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cianjur Ajun Komisaris Tono Listianto saat merilis kasus tersebut.
Tono menjelaskan bahwa kedua tersangka dalam kasus tersebut memiliki peran yang terbagi, dimana RN bertugas mencari gadis yang akan dijual kepada pria hidung belang dari Timur Tengah, sementara LR mencari calon pembeli atau pria yang mencari pasangan untuk pernikahan kontrak.
2. Dinikahkan dengan amil dan orang tua palsu
Dalam kasus yang sama, kedua tersangka memiliki data dan koleksi foto gadis yang akan ditawarkan dengan harga mulai dari Rp30 juta hingga ratusan juta. Dana tersebut sudah mencakup paket amil, orang tua wali yang telah disiapkan oleh kedua pelaku, tetapi bukan petugas dari Kementerian Agama, dan orang tua asli korban.
"Setelah cocok, pelaku mempertemukan korban dengan calon pembeli. Mereka akan dinikahkan menggunakan amil dan orang tua wali palsu yang merupakan sindikat dari pelaku sehingga banyak korban yang terjebak, namun tidak berani melapor," katanya.
Setelah ijab kabul dilangsungkan, pelaku akan mengambil jumlah uang yang telah disepakati dan menguranginya sebesar 50 persen, yang juga mencakup pembayaran untuk amil, wali, dan saksi palsu yang telah disiapkan dalam satu kesepakatan.
3. Mengincar keluarga yang kesulitan ekonomi
Dalam banyak kasus, pelaku melakukan modus kawin kontrak dengan mengincar korban dengan kondisi ekonomi yang sulit. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan status sosial dan situasi ekonomi keluarga yang sulit karena mahar yang ditawarkan selalu menggoda, berkisar dari Rp 20 juta hingga ratusan juta rupiah.
"Kalau remaja dari kalangan tidak mampu, mendapat tawaran mahar sebesar itu tentunya tergiur dengan harapan dapat membantu perekonomian keluarga," kata Ketua Harian P2TP2A Cianjur, Lidya Indayani Umar.
Sementara itu, bagi remaja dari latar belakang ekonomi menengah ke atas, terperangkap dalam pernikahan kontrak karena gaya hidup, dimana mereka ingin membeli barang-barang mewah dengan harga tinggi. Sehingga ketika mereka ditawari pernikahan kontrak, mereka menerima dengan mahar yang besar.