Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Nyonya Sustiwi Minta Cuti

Penuntut umum jaksa ny. sustiwi diganti oleh suwarsono, setelah disebut-sebut wagub diy tersangkut. (hk)

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN tidak akan terganggu. Walaupun, "jaksa diganti sehari dua kali," seperti kata Hakim Nyonya Supraptini yang memimpin peradilan perkara penyelewengan kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) Yogya kepada TEMPO minggu lalu hanya saja, lanjutnya, "dalam kasus besar seperti ini sebaiknya jaksa tidak diganti." Apalagi pergantian penuntut umum dari Jaksa Nyonya Sustiwi (55 tahun) kepada Suwarsono, 2 Februari lalu, justru pada saat-saat yang runcing: mulai disebut-sebut keterlibatan Wakil Gubernur DIY, Paku Alam VIII, dalam perkara yang menyangkut manipulasi hampir 300 juta tersebut. Hakim Supraptini, katanya, baru mengetahui penggantian jaksa 11 Februari lalu. Yaitu ketika Jaksa Sustiwi, dengan alasan cuti, "pamitan" sekaligus menerima perkenalan Jaksa Suwarsono sebagai penggantinya. Pada sidang 18 Februari Ketua Majelis Hakim ini berkata: "Secara formal memang saya menerima surat dan pemberitahuan penggantian itu. Tapi apakah Jaksa Sustiwi dipaksa atau tidak secara hukum, saya tidak tahu." Sebab ketika itu Muh. Assegaf dari Kantor Adnan Buyung Nasution, pembela Terdakwa Soerjono Tirtodiprodjo (bekas Dirut BPD DIY), mempersoalkan penggantian jaksa tersebut. Sidang berikutnya 25 Februari, Adnan Buyung Nasution sendiri dengan keras mempertanyakan: "Apakah benar penggantian jaksa itu karena paksaan kejaksaan -- sehingga Nyonya Sustiwi menandatangani permohonan cuti besar?" Sebab Harian Kompas sebelumnya memberitakan permohonan cuti ditandatangani di ruang kerja Asisten Operasi Kejaksaan Tinggi Yogya, 2 Februari, bukan atas kehendak Nyonya Sustiwi senliri. Nyonya Sustiwi, demikian suratkabar tadi, tidak pernah membuat surat permohonan atau merencanakan cuti pada saat harus menyelesaikan kasus RPD. Juga tidak ada hubungannya dengan pensiunnya Agustus mendatang. Itulah sebabnya Buyung Nasution mendesak pengadilan: "Demi tegaknya keadilan, Nyonya Sustiwi harus menjelaskan di tengah persidangan ini, apa alasannya mohon cuti tatkala sedang mengurus perkara besar ini. Saya tidak melihat alasan yang masuk akal -- saya tak melihat dia tidak jujur . . ." Hakim Supraptini mempersilakan Jaksa Suwarsono menjawab. Dan jawabnya tetap seperti ini: "Ia diganti karena cuti besar untuk persiapan pensiun." Hadirin sidang gemuruh menertawakan pernyataan jaksa. Sebab ketika Jaksa Suwarsono berkata demikian tiba-tiba Jaksa Sustiwi yang digantikannya muncul di ruang sidang. Jaksa wanita yang menjelang pensiun ini, setelah aktif selama 34 tahun, dengan pakaian preman dan rambut disanggul rapi duduk tenang di belakang di tengah penonton. Setelah menyaksikan sendiri, betapa sidang memperdebatkan pengunduran dirinya dari perkara BPD. Sore harinya Nyonya Sustiwi terbang ke Jakarta, tanpa meninggalkan komentar. Liem Hartono Tinggallah Kepala Kejaksaan Tinggi DIY, Soepardi, berikhtiar menjernihkan keadaan. Katanya: tak benar Jaksa Sustiwi dipaksa menandatangani surat permohonan cuti. Bahkan, lanjutnya, tak benar pula Nyonya Sustiwi pernah menyatakan dipaksa segala. "Orang cuti kok dipersoalkan," ujar Soepardi, "kalau dasarnya curiga, ya saya mau bilang apa?" (Belakangan, kepada TEMPO Nyonya Sustiwi hati-hati menyatakan secara formal memang saya yang mengajukan cuti -- tapi saya tidak akan mempersoalkan hal itu.") Jaksa yang berdiri di muka pengadilan. Menurut Soepardi, bukanlah "otonom" seperti halnya hakim. "Kejaksaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang maju ke pengadilan bukan oknum tapi kejaksaan sebagai instansi," katanya. Jadi boleh diganti jaksa siapa saja. Dan lagi Suwarsono, pengganti Sustiwi, menurut Soepardi bukanlah orang baru yang mungkin akan mengganggu jalannya peradilan karena harus mempelajari perkara dari awal. Suwarsono sebelumnya memang jaksa yang biasa mendampingi Sustiwi sejak pertama mengurus kasus BPD. Barangkali demikian. Hanya saja, dalam kasus yang melibatkan tokoh Yogya yang selama ini dianggap "kebal" hukum, Liem Hartono (sedang diadili secara terpisah) juga Moeljono Moeliadi (bekas Sekwilda DIY), Jaksa Suwarsono diharapkan seperti jaksa yang digantikannya yang berani bilang: akan menyelesaikan perkara sampai tuntas -- siapa pun yang terlibat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus