Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ M Praswad Nugraha buka suara soal sanksi yang diambil Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) dalam perkara pungli di rutan KPK. Dalam perkara itu, 78 pegawai lembaga antirasuah yang terlibat pungutan liar (pungli) hanya diberikan sanksi moral berupa permintaan maaf secara terbuka dan langsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praswad menilai sanksi permintaan maaf secara terbuka itu tidak mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat. Menurut dia, proses pemidanaan seharusnya lebih dipertimbangkan untuk menghukum pegawai KPK yang terlibat pungli.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Putusan Dewas KPK ini menunjukkan bahwa adanya korupsi yang terjadi di dalamnya," kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, dikutip Tempo pada Jumat, 16 Februari 2024.
Sebagai institusi yang membawahi isu korupsi, kata Prawad, KPK semestinya dapat memberikan contoh ke masyarakat bagaimana penanganan kasus korupsi dilakukan.
Praswad menilai, alasan keterangan kewenangan dari Dewas KPK yang tidak dapat memberikan sanksi lebih berat untuk pegawainya yang melakukan praktik pungli, justru menjadi bukti nyata tidak jelasnya fungsi Dewas KPK.
"Apabila lembaga tertinggi dalam bidang etik hanya menyuruh orang meminta maaf, maka dapat dilihat bahwa revisi UU KPK penuh dengan kepalsuan," ujarnya.
Tanpa ada pemidanaan bagi pegawainya yang pungli, ucap Praswad, akan menjadi cerminan betapa rapuhnya lembaga antirasuah itu ketika ada praktik tindakan korupsi di dalam lembaganya sendiri. Para pimpinan KPK harus bertanggungjawab atas pungli di rutan KPK.
Hal itu menjadi bukti gagalnya kepemimpinan Alexander Marwata dan pimpinan KPK yang lain. "Jangan berhenti pada bawahan, perlu dipertimbangkan untuk meminta pertanggungjawaban pimpinan atas kegagalan pencegahan korupsi," ucap Ketua IM57+ itu.
Pada Kamis, 15 Februari lalu, Dewas KPK menggelar sidang pelanggaran etik terhadap 90 pegawai KPK yang terjerat kasus pungli di rumah tahanan (rutan) KPK. "Telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan," ujar majelis di ruang sidang.
Atas perkara ini, dewas KPK menjatuhkan sanksi berat kepada 78 pegawai, terperiksa pungli di rutan KPK. Mereka harus memberikan permintaan maaf secara terbuka dan langsung.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan sanksi itu merupakan sanksi terberat yang bisa mereka berikan terhadap para pegawai. “Karena sudah berubah menjadi Aparatur Sipil Negara atau ASN,” kata dia di Gedung C1 KPK, Jakarta.
Tumpak mengatakan, sebelum 2021, KPK bisa memberikan sanksi berupa pemberhentian bagi pegawai yang melanggar etik. Namun, sejak pegawai KPK berubah menjadi ASN, hukuman terberat yang bisa mereka berikan hanya sanksi moral.
Untuk penanganan kasus 12 orang pegawai lain, akan diserahkan kepada Sekretaris Jenderal untuk diperiksa lebih lanjut. Majelis menjelaskan kasus 12 orang itu terjadi sejak tahun 2018, saat Dewas KPK belum terbentuk. Kini, 12 orang itu sudah tidak bekerja lagi di KPK bahkan sebelum sidang pelanggaran etik digelar.
Dewas KPK menyebut masih ada tiga orang lagi yang akan diperiksa. Sehingga totalnya ada 93 terperiksa dalam perkara pungli di rutan KPK.
Pilihan Editor: Tamara Tyasmara Sudah 2 Tahun Pacaran dengan Yudha Arfandi Tersangka Pembunuh Dante