Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Asa Baru Menangkap Fredy Pratama di Thailand

Polri berharap Fredy Pratama bisa segera ditangkap setelah Chaowalit Thongduang diekstradisi ke Thailand.

6 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Peluang polisi menangkap gembong narkoba Fredy Pratama semakin terbuka.

  • Polisi telah mengekstradisi buron nomor satu pemerintah Thailand.

  • Tidak mudah bagi kepolisian Thailand untuk melacak keberadaan Fredy.

PELUANG kepolisian untuk menangkap gembong narkoba Fredy Pratama semakin terbuka. Peluang itu muncul setelah polisi menangkap Chaowalit Thongduang yang menjadi buron nomor satu kepolisian Thailand. Pria dengan nama samaran Sia Pang Na-node alias Sulaiman itu memiliki berbagai catatan kejahatan di Thailand, di antaranya membunuh polisi, mengedarkan narkoba, dan menembak anggota kehakiman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Chaowalit melarikan diri dari penjara Thailand pada 22 Oktober 2022. Dalam upaya pelariannya, ia menembak mati seorang polisi. Chaowalit kemudian kabur ke India, lalu masuk ke Indonesia melalui perairan Aceh pada 8 Desember 2023. Polri menerima permintaan red notice dari Royal Thai Police pada 16 Februari 2024.

Untuk memburu Chaowalit, Mabes Polri telah membentuk tim khusus. Awalnya, tim mendapat informasi soal keberadaan Chaowalit di Sumatera Utara. Namun pria yang sudah berganti nama menjadi Sulaiman itu ternyata sudah bertolak ke Bali pada 20 Mei 2024. Selang sepuluh hari kemudian, polisi menemukan Chaowalit di Apartemen Kembar, Jalan Dewi Sri 12 Nomor 2X, Kabupaten Badung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buron daftar pencarian orang (DPO), Chaowalit Thongduang, di dalam mobil tahanan menuju Bandara Soekarno-Hatta dari gedung Bareskrim Mabes Polri di Jakarta, 4 Juni 2024. TEMPO/Subekti

Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti mengatakan pemulangan Chaowalit dilakukan pada 5 Juni 2024 sekitar pukul 15.00 WIB melalui Bandara Soekarno-Hatta. “Dia dijemput pesawat khusus dari Bangkok," ujarnya.

Pemerintah Thailand, kata Krishna, mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia yang telah membantu menangkap Chaowalit. Sebagai balas jasa, mereka berjanji akan membantu Indonesia menangkap Fredy Pratama. “Perdana Menteri, Kepala Kepolisian, dan Kepala Kehakiman (Thailand) berjanji kepada saya untuk melakukan operasi besar-besaran menangkap buron kita (Fredy Pratama),” kata Krishna.

Fredy Pratama masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak 2014. Belakangan polisi mendapat informasi bahwa Fredy telah kabur ke Thailand. Karena itu, pada 2023, Interpol mengeluarkan red notice. Namun hingga saat ini upaya pengejaran terhadap Fredy belum membuahkan hasil. Polisi baru menangkap sejumlah orang yang diduga menjadi kaki tangan bos narkoba asal Banjarmasin itu.

Momentum penangkapan Chaowalit pun dimanfaatkan oleh Polri untuk mempercepat pengejaran Fredy dengan kerja sama police to police. “Mudah-mudahan, dengan memulangkan buron nomor satu Thailand ini, upaya kami (menangkap Fredy) akan membuahkan hasil,” kata Krishna Murti.

Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Mukti Muharsa mengungkapkan, posisi terakhir Fredy diperkirakan berada di perbatasan Thailand dengan Myanmar. Namun aparat penegak hukum belum bisa menjangkau lokasi persembunyian Fredy karena pertimbangan keselamatan dan potensi bahaya yang dihadapi. “Saya juga mau menangkap Fredy Pratama agar tugas saya selesai. Kalau tidak tertangkap, sakit kepala saya,” ujar Mukti di Markas Besar Polri pada 2 Juni 2024.

Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada, Polri dan Royal Thai Police sudah pernah menandatangani perjanjian kerja sama. Adapun bentuknya adalah menangkap buron internasional. Penangkapan Chaowalit menjadi bagian dari kerja sama tersebut. Ia berharap Royal Thai Police juga bisa membantu untuk menangkap Fredy Pratama. “Kerja sama adalah kunci untuk menghadapi kejahatan transnasional sebagai musuh bersama,” ujar Wahyu.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, mengingatkan bahwa pemerintah Indonesia telah memiliki perjanjian yang telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1978 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Ekstradisi.

Untuk mengimplementasikan perjanjian itu, memang dibutuhkan kerja sama police to police antara Polri dan Royal Thai Police. Selain itu, perlu dukungan komunikasi antar-kementerian luar negeri. “Red notice perlu dikeluarkan dan dimengerti oleh aparatur di tingkat wilayah yang lebih kecil,” kata Rezasyah.

Koordinasi antarpemangku kepentingan perlu dilaksanakan setiap saat supaya masalah aktual yang dihadapi dapat dipahami bersama. Terlebih lagi, kata Rezasyah, belum tentu juga Thailand memahami apa yang menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia.

Dalam perjanjian kerja sama tersebut, kata Rezasyah, tidak ada aturan spesifik yang menyinggung tentang tukar-menukar buron dari negara masing-masing. “Dalam dialog tertutup mungkin muncul kesepakatan itu,” katanya. “Tapi tidak perlu hal itu dibuka kepada publik.”

Bila memang Fredy saat ini berada di wilayah Thailand dengan Myanmar, kata Rezasyah, tentu bukan perkara mudah untuk meringkusnya. Sebab, wilayah perbatasan itu sangat luas. Kendalanya akan bertambah jika Fredy ternyata telah menyeberang ke negara tetangga. Bisa saja gembong narkoba itu sudah berganti identitas sehingga tidak mudah dilacak.

Seorang polisi berada di dekat layar yang menampilkan gambar buron Interpol Thailand, Chaowalit Thongduang, saat konferensi pers penangkapan buron Interpol Thailand, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, 2 Juni 2024. ANTARA/Bayu Pratama S.

Pakar hukum internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan, dalam hubungan internasional, memang dikenal istilah tukar-menukar tawanan. Namun istilah ini digunakan ketika terjadi konflik antarnegara atau pemerintah dengan kelompok pemberontak. Sehingga istilah itu tidak bisa digunakan untuk kasus Chaowalit dan Fredy Pratama.

Bentuk tindakan yang dikenakan kepada Chaowalit, kata Hikmahanto, merupakan ekstradisi. Sebab, dia sedang dalam proses hukum di Thailand. Kepolisian Thailand juga bisa melakukan tindakan serupa bila sudah menangkap Fredy Pratama. “Asalkan dia tidak sedang menjalani proses hukum di negara itu,” katanya. “Polri bisa minta Fredy diekstradisi ke Indonesia, tapi tidak dalam bentuk tukar buron.”

Hikmahanto sependapat dengan Teuku Rezasyah perihal kesulitan yang bakal dihadapi kepolisian Thailand untuk meringkus Fredy. Apalagi hingga saat ini keberadaan Fredy secara pasti belum diketahui. “Belum lagi kondisi di lapangan juga akan menyulitkan kepolisian Thailand untuk beroperasi.”

M. FAIZ ZAKI | AYU CIPTA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus