Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan jika terpidana terorisme, Abu Bakar Baasyir, akan bebas maka sifatnya bebas bersyarat bukan bebas murni. "Bukan pembebasan murni, ini pembebasan bersyarat. Syaratnya harus dipenuhi," katanya di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 11 Januari 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Jokowi menjelaskan lantaran sifatnya yang bebas bersyarat, maka salah satu yang harus dilakukan oleh Baasyir adalah menyatakan setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika ia enggan melakukannya maka pemerintah tidak bisa asal membebaskannya.
"Kalo ndak (memenuhi syarat), kan, enggak mungkin saya nabrak (aturan). Setia pada NKRI, setia pada Pancasila, itu basic sekali," ucapnya.
Kabar rencana bebas bersyarat Abu Bakar Baasyir menjadi sorotan. Pasalnya ia enggan membuat pernyataan kesetiaan pada NKRI seperti yang diatur Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Jokowi menjelaskan pemerintah membuka pintu bagi pihak Baasyir jika ingin mengajukan grasi kepada presiden. Namun ia mengetahui jika opsi ini selalu ditolak oleh Baasyir. "Masalahnya grasi juga tidak menggunakan. Ini, kan, juga salah," ucapnya.
Di sisi lain, Jokowi memahami kondisi Baasyir yang sudah berusia 81 tahun dan sering sakit-sakitan. Kondisi ini yang akan pemerintah jadikan salah satu pertimbangan jika Baasyir mengajukan bebas bersyarat.
"Itu lah yang saya sampaikan secara kemanusiaan tapi kami ini juga ada sistem hukum. Ada mekanisme hukum yang harus kami lalui," tuturnya.
Kemarin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menyampaikan jika pemerintah mempertimbangkan keputusan terkait pembebasan Abu Bakar Baasyir.
Ia menilai dalam hal ini presiden bersama menteri dan pejabat terkait perlu melakukan kajian mendalam soal rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir. "Jadi Presiden tidak boleh grasa-grusu serta merta memutuskan, tapi perlu pertimbangan aspek-aspek lainnya," ujar Wiranto di kantornya.