Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berkas Firli Mentok di Kejaksaan

Berkas pemeriksaan Firli Bahuri masih bolak-balik antra jaksa dan polisi. Seharusnya sudah masuk pengadilan.

16 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Langkah Kejati DKI Jakarta mengembalikan lagi berkas Firli Bahuri membuat banyak pihak heran.

  • Pasalnya, mereka menilai berkas perkara eks Ketua KPK itu sudah cukup untuk diajukan ke pengadilan.

  • Apalagi Polda Metro Jaya juga disebut telah menerapkan Pasal 36 Undang-Undang KPK dalam penyidikan kasus ini.

JAKARTA - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya diam-diam memeriksa kembali eks Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), dan dua mantan anak buahnya sebagai saksi dalam perkara pemerasan oleh eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, pada Selasa, 13 Februari 2024. Padahal sebelumnya mereka berencana memeriksa Syahrul setelah hari pencoblosan Pemilu 2024, yaitu pada 14 Februari.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Untuk pemeriksaan terhadap SYL, Kasdi (eks Sekretaris Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono) dan Muhammad Hatta (eks Direktur Alat dan Mesin) sudah dilakukan pada Selasa, 13 Februari 2024, jam 10 WIB di ruang pemeriksaan gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, kemarin. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ade tidak menjelaskan secara rinci apa saja keterangan yang diminta penyidik dari ketiga saksi itu. Dia hanya menyatakan pemeriksaan itu berhubungan dengan Firli Bahuri. 

Ini merupakan kesekian kalinya penyidik Polda Metro Jaya memeriksa Syahrul cs dalam perkara tersebut. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengembalikan berkas perkara itu untuk kedua kalinya pada 2 Februari lalu. Hingga saat ini, penyidikan kasus tersebut sudah berjalan selama enam bulan.

Tempo berupaya menghubungi kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo, Djamaluddin Koedoeboen, untuk menanyakan pemeriksaan kliennya. Namun Djamaluddin tak merespons pesan yang disampaikan Tempo. Kemarin, Djamaluddin menyatakan sedang sibuk mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif di Maluku.

Meskipun kembali memeriksa Syahrul, penyidik belum menjadwalkan lagi pemeriksaan Firli. Kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, menyatakan, “Belum ada (panggilan). Info dari penyidik enggak ada panggilan lagi,” kata Ian kepada Tempo, kemarin.

Mantan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, saat akan menjalani pemeriksaan lanjutan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 16 Januari 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Ian pun menduga Kejati DKI Jakarta terus mengembalikan berkas kliennya karena dalam kasus tersebut hanya satu pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni penerima suap. Sementara itu, pemberi suap sampai saat ini belum ditetapkan sebagai tersangka. “Ya, ada penerima suap, ada juga tentunya pemberi suap. Dua-duanya bisa menjadi tersangka. Tapi sampai sekarang?” kata Ian.

Soal penetapan tersangka, Ian juga berpendapat bahwa prosesnya banyak kejanggalan. Menurut dia, aspek di luar yuridisnya lebih kuat, yakni adanya dugaan memenuhi kepentingan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto. Jenderal polisi bintang dua bawahan Firli di KPK itu diduga marah lantaran lembaga antirasuah ingin menetapkan pengusaha bernama Muhammad Suryo dalam kasus korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.

Untuk membuktikannya, Ian menunjukkan bukti-bukti berkas penyelidikan korupsi DJKA itu saat menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Desember 2023. Dokumen itu menjadi bagian dari 159 barang bukti yang diajukan dalam sidang tersebut. Berkas itu seolah-olah ingin menunjukkan penersangkaan Firli dilakukan untuk meredam KPK mentersangkakan Muhammad Suryo.

Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menyatakan berkas perkara Firli seharusnya sudah lengkap dan bisa diajukan ke pengadilan. Dia mengaku mengetahui proses pemberkasan itu karena diminta menjadi salah satu saksi ahli oleh penyidik. “Sudah cukuplah, sudah banyak (unsur pidana yang terpenuhi). Saya termasuk (saksi) ahli di situ,” kata Fickar saat dihubungi secara terpisah.

Saat menjadi saksi ahli, Fickar sudah menjelaskan secara rinci unsur-unsur pidana yang sudah dapat terpenuhi dalam kasus ini. Tak hanya soal Pasal 12e, 12 B, dan 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Fickar juga menjelaskan soal penggunaan Pasal 36 Undang-Undang KPK dalam perkara itu. “Menurut saya, sudah lengkap,” kata Fickar.

Sebelumnya, Koordinator IM57+ M. Praswad Nugraha juga menyatakan polisi sebaiknya menggunakan Pasal 36 UU KPK jika memang kesulitan membuktikan adanya suap dan gratifikasi. Pasal tersebut mengatur larangan bagi pimpinan KPK untuk bertemu dan berhubungan dengan pihak yang sedang beperkara di lembaga antirasuah itu. Praswad menilai foto pertemuan Firli dengan Syahrul di Gelanggang Olahraga Tangki, Jakarta Barat, plus keterangan saksi-saksi cukup kuat untuk menyeret Firli ke meja hijau. 

Fickar membantah soal harus adanya pemberi suap yang menjadi tersangka dalam kasus Firli. Menurut dia, penerapan pasal terhadap Firli tidak mengharuskan adanya penetapan tersangka bagi pemberi suap. Sebab, sangkaan pasalnya pemerasan, bukan suap dan gratifikasi. “Dalam kasus ini, FB lebih disangkakan pemerasan karena inisiatif,” kata Fickar.

Dia pun menyarankan Kejati DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya berkoordinasi secara langsung untuk menuntaskan perkara ini. “Semestinya jaksa dan polisi bertemu, enggak hanya berkasnya,” kata Fickar.

Pernyataan senada dilontarkan mantan penyidik KPK, Novel Baswedan. Tim Kejati DKI Jakarta, menurut dia, seharusnya bisa menemui langsung tim penyidik Polda Metro Jaya dan ikut melakukan penyidikan bersama. “Jaksa P-16 semestinya bisa lebih proaktif untuk berkomunikasi dengan penyidik,” kata Novel.

Dengan adanya komunikasi secara langsung, kata Novel, kekurangan yang perlu dilengkapi dalam berkas penyidikan dapat segera ditambal secara efisien. “Jangan sampai kurang lancarnya koordinasi antarlembaga justru membuat penanganan perkara jadi terkendala,” kata Novel.

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta. TEMPO/Imam Sukamto

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan pengembalian berkas yang kedua kalinya oleh Kejati DKI ini harus menjadi yang terakhir untuk selanjutnya berkas bisa dinyatakan P21 dan segera disidangkan. “Saya yakin ini cukup alat bukti. Buktinya Firli praperadilan saja ditolak. Masih kurang apa?” kata Boyamin.

Boyamin pun bingung atas langkah jaksa yang terus menyatakan berkas perkara ini belum lengkap. Pasalnya, menurut dia, penerapan pasal yang dilakukan penyidik sudah sesuai dengan alat bukti yang ditemukan. “Kalau ada Pasal 36 justru malah lebih kuat. Kan, pertemuannya ada,” kata Boyamin. “Namun tiga pasal yang diterapkan juga sudah sangat kuat,” katanya.

Tempo juga berupaya menghubungi Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Syahron Hasibuan. Namun Syahron tak menggubris upaya permintaan konfirmasi Tempo tersebut. 

ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Ade Ridwan Yandwiputra

Ade Ridwan Yandwiputra

Memulai karir jurnalistik di Tempo sejak 2018 sebagai kontributor. Kini menjadi reporter yang menulis isu hukum dan kriminal sejak Januari 2024. Lulusan sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Institut Bisnis dan Informatika Kosgoro 1957.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus