Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

Pemerintah Tidak Minta Maaf atas Pelanggaran HAM Berat, Amnesty International: Kejahatan Bisa Terulang

Amnesty International Indonesia menyesalkan sikap pemerintah yang tidak meminta maaf atas pelanggaran HAM berat masa lalu.

4 Mei 2023 | 06.00 WIB

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: TEMPO | Hilman Faturrahman W
Perbesar
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: TEMPO | Hilman Faturrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Amnesty International Indonesia menyesalkan pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Mahfud Md yang menyatakan pemerintah tidak meminta maaf kepada masyarakat atas pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, permintaan maaf seperti di negara-negara lain menjadi salah satu keputusan politik negara untuk menarik batas pemisah masa lalu dan kini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Permintaan maaf adalah salah satu bentuk reparasi yang wajib diberikan oleh negara kepada korban pelanggaran HAM berat atas penderitaan yang mereka tanggung dan alami,” kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 3 Mei 2023.

Usman Hamid memberi contoh sikap meminta maaf kepada korban yang dilakukan oleh Presiden Republik Cile Patricio Aylwin Azócar atas pelanggaran HAM berat masa lalu.

Kemudian, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd yang juga meminta maaf kepada masyarakat Aborigin dan Selat Torres, terutama generasi yang hilang (stolen generation), atas pemisahan paksa.

Begitu pula, Raja Belanda Willem Alexander yang meminta maaf kepada masyarakat Indonesia karena menjadi korban kekejaman kolonial pemerintah kolonial masa lalu.

Menurut Usman Hamid, ketiadaan permintaan maaf berarti negara tidak mengakui adanya kesalahan. Kondisi itu membuka peluang pelanggaran HAM berat berpotensi terulang kembali.

“Permintaan maaf merupakan salah satu bentuk penyesalan yang penting dari negara atas pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu," tuturnya.

Satu sisi, kata Usman, pihaknya menghargai upaya pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM berat masa lalu. 

Selanjutnya: Jangan Sampai Negara Melupakan ...

Tetapi diingatkan juga, jangan sampai negara melupakan hal lain yang sama pentingnya, yaitu pengungkapan kebenaran dan penghukuman pelaku, serta pelurusan sejarah.

Menurut Usman, tanpa hal-hal itu dampaknya bukan hanya tidak terpenuhinya keadilan untuk korban beserta keluarganya. Namun juga menyebabkan mandeknya perbaikan sistem untuk mencegah pelanggaran HAM serupa di masa depan.

Usman Hamid mengingatkan bahwa negara wajib mengadili pelaku pelanggaran HAM berat. Akuntabilitas para pelaku merupakan bagian penting dalam penyelesaian kasus-kasus ini.

"Kewajiban negara untuk mencari bukti terletak di Kejaksaan Agung, justru itu yang belum dilakukan," tutur Usman Hamid.

Sebelumnya, Mahfud Md berkata pemerintah mengakui dan menyesali atas terjadinya pelanggaran HAM berat di masa lalu walau tidak ada pernyataan meminta maaf kepada masyarakat.

Upaya penyelesaian non yudisial terhadap pelanggaran HAM berat menitikberatkan pada korban. Namun status hukum terhadap kasus-kasus itu tidak ada perubahan.

Mengenai pencarian pelaku dalam penyelesaian non yudisial, kata Mahfud, itu merupakan urusan DPR dan Komnas HAM.

"Jadi yang kita lakukan ini adalah fokus pada korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang berdasar pada temuan Komnas HAM ada 12 peristiwa," katanya usai rapat internal kabinet di Istana Negara, Selasa, 2 Mei 2023.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus