Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Enik Rutita alias Enik Waldkönig, bos PT Sinar Harapan Bangsa (SHB) menjelaskan alasan pemotongan uang 600 euro atau sekitar 10 juta rupiah terhadap gaji mahasiswa ferienjob di Jerman. Pemotongan dilakukan jika mahasiswa meminjam uang saku untuk biaya hidup selama bekerja di Jerman.
Pemotongan gaji itu dilakukan SHB dengan menghubungi perusahaan dan memberi bon mingguan sebesar 125 euro per minggu atau sebesar Rp 2 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Nanti akan dipotong waktu mereka gajian, kan hal wajar seperti itu,” kata Enik saat dihubungi Tempo melalui telepon seluler pada Selasa, 26 Maret 2024.
Potongan itu juga digunakan untuk biaya akomodasi kost mahasiswa selama ferienjob. Perusahaan akan mengakomodir pembayarannya terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemotongan ini, lanjut Enik, hanya sekitar 400 hingga 600 euro, tidak lebih. Untuk biaya akomodasi sebelum mendapat izin kerja di negara Jerman atau work permit, dibutuhkan biaya akomodasi sebesar 20 euro per hari. “Berarti kan kalau 1 bulan 600 euro,” ucapnya. Pemotongan ini dilakukan tergantung penempatan tempat kerja.
Penjelasan ini disampaikan menanggapi keluhan para mahasiswa yang mengeluhkan pemotongan gaji tanpa alasan yang jelas.
Sebelumnya seorang mahasiswa peserta ferienjob, MD, 22 tahun, mengatakan pemotongan gaji itu sangat memberatkan. Dia adalah salah satu peserta program ferienjob kerja sama Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan PT Sinar Harapan Bangsa (SHB). Di Jerman, ia bekerja pada salah satu perusahaan pengelola rest area di Monchengladbach dengan upah 13 euro per jam mulai Oktober-Desember 2023.
Gaji pertama MD sempat dipotong sekitar 35 persen tanpa alasan yang jelas. “Gaji bulan pertama 1.700 Euro (Rp 28,9 juta), tapi dipotong 600 Euro (Rp 10 juta),” katanya pada Tempo saat ditemui di UNJ, Jumat, 22 Maret 2024.
Pemotongan gaji sebesar itu dirasa memberatkan karena mereka harus memikirkan biaya bertahan hidup selama di Jerman. MD dan lima rekannya pun mempertanyakan masalah gaji ini pada manajemen tempatnya bekerja. Namun, perusahaan rest area tersebut menyatakan telah membayar penuh gaji para pegawai ferienjob.
Rupanya, kata MD, pemotongan gaji dilakukan oleh agen penyalur asal Jerman—ia menyebutnya sebagai sponsor—yang menjadi rekanan PT SHB. Sponsor tersebut berdalih pemotongan gaji ini untuk biaya wohnung atau apartemen yang ditempati Damayanti dan teman-temannya selama di Jerman.
Persoalan ini ia ceritakan pada Direktur PT SHB, Enik Ron Waldkönig. Enik pun menghubungi pihak sponsor hingga akhirnya gaji mahasiswa UNJ itu, yang sempat dipotong dikembalikan utuh.
Meski terbantu, MD merasa heran karena Enik meminta persoalan ini tidak ia ceritakan ke peserta ferienjob lain. “Gak usah bilang ke siapa-siapa,” katanya.