Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Pencabulan Anak Berulang di Panti Asuhan

Sejumlah anak penghuni panti asuhan menjadi korban pencabulan. Anak rentan dieksploitasi karena ada celah regulasi.

9 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tujuh anak penghuni panti asuhan di Kota Tangerang, Banten, menjadi korban pencabulan.

  • Ketua yayasan dan dua pengurus panti asuhan menjadi tersangka.

  • Anak penghuni panti asuhan rentan dieksploitasi karena ada celah regulasi.

BERTAHUN-TAHUN R menjadi korban pencabulan. Selama ini dia hanya bisa menyimpan amarahnya diam-diam. Anak 16 tahun itu merasa tidak punya pilihan. Sebagai penghuni panti asuhan, hidupnya sangat bergantung pada pengelola dan pengasuh lembaga kesejahteraan sosial (LKS) itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, setelah beranjak remaja, keberanian R mulai tumbuh. Dia kabur dari panti asuhan, lalu membongkar kebejatan orang-orang yang telah mencabulinya. "Sampai sekarang saya masih trauma, benci, kesal, marah, dan bingung," kata R, Ahad, 6 Oktober 2024. Saat berbincang dengan Tempo, R terlihat lebih kuat untuk menceritakan penderitaan yang dialami selama tinggal di panti tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

R tinggal di panti asuhan di Kecamatan Pinang, Tangerang, Banten, sejak 2016. Saat itu usianya baru 9 tahun. Orang tuanya bercerai. Ayahnya menikah lagi dan tinggal di Lampung. Sebelum pergi, ayahnya menitipkan R di panti tersebut. Sedangkan ibunya, penyandang tunanetra, menetap di Bandung, Jawa Barat.

Awalnya suasana di panti asuhan terasa menyenangkan dan nyaman bagi R. Anak-anak penghuni panti mendapat tempat tinggal dengan berbagai fasilitas memadai. Mereka juga disekolahkan dan diajari ilmu agama. "Kami tak pernah dimarahi dan sering diajak berlibur," ucap R.

Namun suasana menyenangkan itu hanya sesaat dirasakan oleh R. Ketua yayasan dan dua pengurus panti bergantian melecehkan serta mencabulinya. "Itu mereka lakukan di mana saja dan kapan saja, bahkan terkadang bergiliran," kata R. “Saking seringnya, saya sudah tidak bisa menghitung berapa kali mereka melakukan itu."

Atas dukungan sejumlah orang, R kemudian melapor ke Kepolisian Resor Metro Tangerang Kota pada Juli 2024. Polisi menindaklanjuti laporan itu. Dari hasil penelusuran, diketahui bahwa penghuni panti asuhan yang menjadi korban bukan hanya R. Secara keseluruhan, polisi menemukan tujuh korban. Tiga di antaranya anak-anak dan empat korban lain sudah dewasa.

Selain mengejar dua orang itu, polisi tengah memburu satu pengurus panti bernama Yandi Supriyadi, 28 tahun. "YS saat ini ditetapkan sebagai buron," ujar Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi. Pemerintah Kota Tangerang juga telah memindahkan 12 anak penghuni panti asuhan itu ke rumah perlindungan milik Dinas Sosial Tangerang.

Yandi alias Alif, terduga pelaku pencabulan dan pelecehan seksual terhadap belasan anak Panti Asuhan Darussalam An'nur, Tangerang, Banten. Istimewa

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Sosial mengusut tuntas kasus tersebut. Sebab, pengawasan terhadap kegiatan operasional panti sosial berada di lingkup kerja Kementerian Sosial. "Kami meminta Kementerian Sosial mengevaluasi standardisasi secara utuh lembaga kesejahteraan sosial," kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah.

Menurut Ai Maryati, yayasan yang mengelola panti asuhan itu ternyata tidak memiliki izin operasional dari dinas sosial setempat. LKS yang tak berizin ini membuka celah eksploitasi terhadap anak sebagai penghuni panti.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf secara khusus mendatangi panti asuhan yang saat ini sedang disoroti masyarakat itu. Saifullah membenarkan bahwa yayasan tidak memiliki izin untuk mengelola panti tersebut. Ia juga tidak membantah pernyataan Ai Maryati tentang celah eksploitasi karena ketiadaan izin tersebut. "Regulasi yang mengatur LKS memang masih lemah," ujarnya.

Menurut Saifullah, sebenarnya pemerintah telah berupaya meminimalkan eksploitasi dengan kebijakan akreditasi dalam pengelolaan panti asuhan. Sayangnya, dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 184 Tahun 2011 tentang Lembaga Kesejahteraan Sosial, akreditasi ini tidak menjadi syarat wajib. "Contohnya, di Tangerang, LKS yang mendaftar ada 72, tapi yang terakreditasi hanya 17. Sisanya tidak memenuhi syarat," ucapnya, Selasa, 8 Oktober 2024. Padahal pengakreditasian ini bertujuan memastikan panti asuhan telah memenuhi syarat untuk merawat anak-anak.

Adapun izin pendirian LKS diberikan dinas sosial tingkat kabupaten/kota jika lokasinya berada di satu kabupaten/kota. Bila pengelola memiliki dua atau lebih panti asuhan di kabupaten/kota berbeda, izin dikeluarkan dinas sosial tingkat provinsi. Sedangkan untuk LKS yang memiliki cabang di dua wilayah provinsi, permohonan izin ditujukan kepada Kementerian Sosial.

Celah lain muncul karena belum ada integrasi peraturan antarlembaga. Saifullah mencontohkan kasus terbaru di Kecamatan Pinang, Tangerang. Berdasarkan keterangan pengurus lingkungan setempat, panti asuhan tersebut memiliki akta pendirian dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berbekal akta tersebut, pengurus yayasan mengklaim panti asuhan yang mereka kelola resmi.

Belakangan, dengan akta itu juga, pengurus yayasan berkeliling mencari donatur guna membiayai kebutuhan panti asuhan. Padahal yayasan tersebut tidak memiliki izin operasional dari dinas sosial. "Regulasi semacam ini yang perlu diintegrasikan," kata Saifullah. "Saya akan segera berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan HAM agar setiap pendirian LKS harus terkoneksi dengan Kementerian Sosial."

Panti asuhan merupakan salah satu bentuk lembaga kesejahteraan sosial. Karena itu, pendirian panti asuhan harus mengacu pada peraturan Menteri Sosial. Pada Pasal 13 ayat 1 Peraturan Menteri Sosial Nomor 184 Tahun 2011 secara tegas dinyatakan bahwa setiap LKS wajib mendaftar ke kementerian atau instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Dengan aturan itu, panti asuhan yang tidak memiliki izin dari dinas sosial atau Kementerian Sosial seharusnya dikenai sanksi berupa pemberhentian operasi.

Atas dasar itu, Saifullah berencana mengubah sejumlah aturan dalam Peraturan Menteri Sosial No. 148/2011. Salah satunya tentang bentuk LKS yang nanti wajib berbadan hukum agar memudahkan pelacakan. Bahkan, dalam waktu dekat, Kementerian Sosial juga akan berkoordinasi dengan dinas sosial untuk mendata ulang semua LKS. LKS yang belum tercatat di dinas sosial dan Kementerian Sosial wajib mendaftarkan diri. "Kalau tiga bulan enggak mau daftar, langsung ditutup," ujarnya.

JONIANSYAH dari Tangerang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus