Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Program deradikalisasi yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diusulkan untuk diperbarui. Peneliti pada Institute for Policy Analysis of Conflict, Navhat Nuraniyah, mengatakan perubahan pola deradikalisasi diperlukan untuk mengantisipasi perubahan pola teror yang kini melibatkan anak-anak, perempuan, bahkan seluruh anggota keluarga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Deradikalisasi saat ini, dia menjelaskan, hanya menyasar pelaku teror laki-laki. Sedangkan istri dan anak-anak pelaku cenderung tidak tersentuh deradikalisasi. “Kalau program deradikalisasi tidak diubah, hanya menyasar laki-laki, problem akan selalu muncul,” ujar Navhat dalam diskusi “Metamorfosis Sel ISIS”, di Gedung Tempo, Kamis, 24 Mei 2018.
Baca: Anwar Ibrahim Undang Said Aqil ke Malaysia Bahas Deradikalisasi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perubahan pola teror kelompok ISIS di Indonesia mengemuka ketika terjadi serangkaian bom bunuh diri di Surabaya, Jawa Timur. Dita Oepriarto, bersama istri, dua anak laki-laki, dan dua anak perempuannya, mengebom tiga gereja di Surabaya pada 13 Mei lalu. Ia menyebutkan pola rekrutmen ini terjadi lantaran kelompok ISIS kian tersudut.
Navhat berpendapat, pemerintah perlu mendata kelompok radikal yang melibatkan perempuan ekstremis, termasuk pendataan narapidana perempuan dan pengunjungnya. Pengawasan juga diperlukan bagi buruh migran yang berpotensi menjadi simpatisan kelompok radikal. "Program deradikalisasi dulu sasarannya hanya laki-laki, sekarang harus sama keluarganya.”
Direktur The Asian Moslem Action Network, Ruby Khalifah, menilai terjadi pergeseran konsep “jihad”, dari “jihad” dalam kelompok besar menjadi “jihad” fardiyah atau kelompok kecil. Pergeseran ini mengakibatkan serangan teror dapat dilakukan secara individu. Serangan teror yang umumnya dilakukan laki-laki, kata dia, akan berdampak pada istri dan anak-anaknya. “Akhirnya mereka bersama-sama melakukan teror bom bunuh diri,” ujarnya.
Baca: Eks Napi: Deradikalisasi Belum Sentuh Ideologi Kelompok Teroris
Program deradikalisasi itu sendiri masih menghadapi kendala. Kepala BNPT Suhardi Alius mengatakan lembaganya baru bisa menyalurkan program deradikalisasi kepada orang yang berstatus narapidana terorisme. “Sepanjang dia jadi tersangka saja, kami tidak bisa mengaksesnya,” ujar Suhardi, Rabu pekan lalu. Akibatnya, meski memiliki data soal kelompok radikal, deradikalisasi tak bisa dilaksanakan.