Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pengusutan Kasus Firli Bahuri di Polda Metro Jaya Berlarut-larut: Ikan Busuk dari Kepala

Petinggi Polri harus mampu mengendalikan dan mengawasi para personelnya secara ketat untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kasus Firli Bahuri.

4 November 2024 | 12.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menyoroti berlarut-larutnya proses hukum terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri soal gratifikasi dan pertemuan dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Menurut Bambang, masalah ini terletak pada kurangnya ketegasan dan integritas dalam jajaran kepolisian, terutama di level pimpinan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Problemnya, seperti yang disampaikan Kapolri, ikan busuk dari kepalanya," kata Bambang kepada Tempo saat dihubungi Ahad, 3 November 2024. Menurut dia, petinggi Polri harus mampu mengendalikan dan mengawasi para personelnya secara ketat untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Termasuk pengawasan terhadap perkara yang melibatkan mantan pimpinan di Polri itu. "Dan ini terjadi juga karena tidak adanya ketegasan di tingkat elit penegak hukum dalam hal ini adalah Polri," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang menyebutkan ketidakjelasan dalam penanganan perkara ini juga menunjukkan lemahnya mekanisme internal di tubuh Polri, terutama dalam menghadapi intervensi politik dan tekanan dari internal maupun eksternal. Dia menekankan aparat penegak hukum yang berintegritas harusnya mampu bertindak independen tanpa takut terhadap campur tangan pihak manapun. "Harusnya independen dan tidak takut pada intervensi baik dari atasan di internal maupun eksternal, salah satunya tekanan politik."

Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengklaim segera melakukan gelar perkara soal pertemuan Firli Bahuri dengan SYL. Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak menyatakan gelar perkara itu untuk menentukan apakah masalah pertemuan itu bisa bisa naik dari penyelidikan ke penyidikan.

Ade Safri menyatakan gelar perkara diperlukan untuk menentukan ada atau tidaknya tindak pidana dalam pertemuan tersebut. Nantinya, jika ditemukan ada tindak pidana, perkara ini bisa naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan. "Perkara 36 Juncto 65 Undang-Undang KPK, terlapor dalam hal ini adalah Saudara Firli Bahuri. Saat ini sedang berproses penyelidikannya, nanti untuk memberikan kepastian hukum akan kita lakukan gelar perkara," kata Ade Safri saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu, 30 Oktober 2024.

Selain kasus pertemuan, Polda Metro Jaya sebelumnya telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dari Syahrul. Berkas kasus ini belum naik ke pengadilan karena Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terus menyatakan berkas tak lengkap.

Menyoal kasus gratifikasi, Ade Safri menyatakan pihaknya terus menyempurnakan berkas sesuai dengan petunjuk jaksa. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pun telah memberikan petunjuk kepada penyidik Polda Metro Jaya untuk memperbaiki berkas perkara eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Namun hingga kini penyidik belum menyerahkan berkas hasil perbaikan tersebut. "Sebenarnya, ada petunjuk yang sudah kami sampaikan," Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI, Syarief Sulaeman Nahdi, Jumat, 1 November 2024. "Setelah berkas itu balik lagi ke sini, kami teliti apakah itu sudah dilengkapi atau belum."

Syarief tidak bersedia menjelaskan kekurangan berkas perkara yang sebelumnya diserahkan penyidik. Ia juga tidak menjelaskan petunjuk yang diberikan Kejaksaan kepada penyidik. "Kami belum bisa menyampaikan," ucapnya.

Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi dari eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sejak November 2023. Dalam persidangannya, SYL mengaku telah memberikan uang Rp 1,3 miliar kepada Firli Bahuri. Dia juga membenarkan pernah bertemu Firli di GOR Tangki, Tamansari, Jakarta Barat, saat pimpinan KPK itu bermain bulutangkis. Tetapi pemberian uang itu hanya dianggap sebagai wujud persahabatan.

Dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan pimpinan KPK itu belum masuk ke persidangan lantaran berkasnya masih bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta beberapa kali menyatakan berkas tak lengkap dan mengembalikannya ke penyidik kepolisian.

Ervana Trikarinaputri dan Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus