Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Untuk Apa KPK Menyerahkan Penyidikan Dugaan Korupsi Basarnas ke TNI?

Penetapan tersangka korupsi Kepala Basarnas menimbulkan pro dan kontra. KPK menyerahkan penyidikan ke TNI.

13 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Puspom TNI ditengarai menegur pimpinan KPK setelah mengumumkan penetapan Kepala Basarnas sebagai tersangka.

  • Kepala Basarnas dituduh menerima suap senilai Rp 88 miliar sejak 2021.

  • Kepala Basarnas sudah ditahan Puspom TNI.

TIGA anggota Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia mengikuti forum gelar perkara di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu, 26 Juli lalu. Ketiganya perwira berpangkat letnan kolonel dan kolonel. Mereka hadir atas undangan KPK selepas operasi tangkap tangan yang melibatkan pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan Nasional atau Basarnas. “Kami sudah melibatkan pihak Puspom TNI saat proses gelar perkara,” ujar juru bicara KPK, Ali Fikri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Operasi tangkap tangan berlangsung di Jalan Raya Hankam, Cilangkap, Jakarta Timur, dan Jati Sampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat, sehari sebelumnya. Penyidik KPK menciduk sebelas orang yang diduga terseret suap pengadaan proyek Basarnas. Belakangan, lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Satu di antaranya Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penetapan status tersangka disepakati setelah pelaksana tugas Deputi Penindakan KPK, Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu, memaparkan temuan tim dalam gelar perkara. Dua pemimpin KPK, Alexander Marwata dan Nurul Gufron, yang ikut hadir dalam pertemuan itu merestui proses hukum terhadap kelima tersangka. Begitu juga dengan tiga anggota Puspom TNI. Tak ada penyangkalan dalam pertemuan itu.

Forum menyepakati penyidikan tiga tersangka sipil akan ditangani KPK. Mereka adalah Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya; Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil; dan Mulsunadi Gunawan selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati. Ketiganya merupakan vendor rekanan Basarnas yang kerap menyetor uang imbalan proyek. Mereka menyebut uang itu dengan istilah “dana komando”.

Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi di Kantor Pusat Basarnas, Jakarta, pada 16 Februari 2023/Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden

Menurut Ali Fikri, suap diduga sudah berlangsung lama. Hal itu terungkap dari buku catatan Koordinator Administrasi Kepala Basarnas Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto yang kini disita KPK. Afri mendata penyerahan “dana komando” dari setiap vendor yang mendapat paket pekerjaan Basarnas. Besarannya dipatok 10 persen dari nilai proyek. “Selama 2021-2023 ada penyerahan Rp 88,3 miliar dari berbagai proyek,” ujar Ali.

Kepala Hubungan Masyarakat Basarnas Agus Basori enggan menanggapi kabar ihwal temuan KPK. Ia mengaku tak memiliki kapasitas untuk menjawab soal hasil penyidikan. Begitu juga ketika ia dimintai konfirmasi ihwal kutipan proyek 10 persen dari para rekanan Basarnas untuk keperluan “dana komando”. Menurut dia, pemeriksaan terhadap pejabat Basarnas masih ditangani Puspom TNI. “Kami masih menunggu hasilnya,” tuturnya.

Baca: Penyelamat Kala Banjir

KPK menangkap Letnan Kolonel Afri pada Selasa siang, 25 Juli lalu, selepas menerima uang sebesar Rp 999,7 juta dari Marilya. Penyerahan uang tersebut berlangsung di parkiran salah satu bank di dalam Markas Besar TNI, Cilangkap. Seseorang yang mengetahui perkara ini menyebutkan saat itu Henri diperkirakan berada tak jauh dari lokasi. Dialah yang dituding memerintahkan Afri mengutip uang. Awalnya tim KPK sempat ragu menangkap para tersangka karena diperkirakan berada di markas TNI.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan KPK menyerahkan penyidikan terhadap Henri dan Afri kepada Puspom TNI. Sebab, keduanya masih berstatus anggota militer. KPK hanya akan mengkoordinasikan penyidikan kasus tersebut dan memfasilitasi tim penyidik gabungan bersama Puspom TNI. Adapun proses hukum terhadap keduanya tunduk pada peradilan militer. “Sesuai dengan Pasal 42 Undang-Undang KPK,” ucapnya.

Menurut Alex, Henri tak hanya menerima suap. Ia juga diduga berperan mendesain mekanisme lelang agar dimenangkan perusahaan tertentu. Beberapa di antaranya tergambar dari tiga proyek pengadaan alat deteksi korban reruntuhan, alat penyelamatan petugas selam, dan alat kontrol untuk Kapal Nasional SAR Ganesha pada semester pertama 2023. “Tender itu diadakan setelah ada kesepakatan fee,” ujarnya.

Perusahaan milik Mulsunadi dan Marilya merupakan pemenang lelang alat deteksi korban reruntuhan. Sementara itu, perusahaan milik Roni menjadi rekanan proyek pengadaan alat penyelamatan petugas selam dan alat kontrol untuk Kapal Nasional SAR Ganesha. Selain uang Rp 999,7 juta, bukti suap yang melibatkan mereka terdeteksi dari aliran uang yang ditransfer Roni Aidil lewat aplikasi setoran rekening bank sebesar Rp 4,1 miliar.

Pengacara Mulsunadi Gunawan, Juniver Girsang, menilai kliennya hanya korban ketidakberesan proses lelang di lingkungan Basarnas. Dia menambahkan, PT Multi Grafika Cipta Sejati mulanya bukan rekanan pemenang lelang. Perusahaan tersebut digandeng Basarnas setelah pemenang lelang sebelumnya gagal menyelesaikan proyek menjelang tenggat. “Saat itulah klien saya diminta membantu. Katanya demi Merah Putih,” ucapnya.

Juniver tak menampik adanya permintaan fee “dana komando” sebesar 10 persen. Informasi itu diketahui Mulsunadi dari bawahannya setelah berkomunikasi dengan Afri. Mulsunadi yang tengah berada di Bangkok, Thailand, tak keberatan atas permintaan itu. Ia rela menyisihkan sebagian keuntungan untuk mendukung kegiatan operasional Basarnas. “Bahkan klien saya memberikan tiga alat dari dua yang diminta,” tuturnya.

•••

PENETAPAN status tersangka terhadap Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto memantik kegaduhan di lingkungan pejabat militer. Keputusan KPK dianggap mengangkangi kewenangan militer dalam menangani perkara yang melibatkan tentara aktif. Komandan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia Marsekal Muda Agung Handoko melontarkan protes saat konferensi pers, Jumat pagi, 28 Juli lalu, di Markas Besar TNI. “Kami keberatan jika mereka ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.

Menurut Agung, TNI keberatan dengan sikap KPK yang baru dilibatkan setelah operasi tangkap tangan. Puspom TNI baru mengetahui peristiwa penangkapan setelah beredar pemberitaan di sejumlah media. Kehadiran tim Puspom TNI saat gelar perkara hanya bertujuan untuk memastikan dugaan keterlibatan anggota militer. “Mekanisme penetapan tersangka terhadap personel militer merupakan kewenangan TNI,” katanya.

Puspom TNI baru menerima laporan resmi KPK pada Jumat pagi itu bersamaan dengan penyerahan Letkol Afri sebagai tahanan. Marsekal Muda Agung lagi-lagi keberatan dengan cara itu. Dia menjelaskan, penyerahan tahanan seharusnya dilakukan bersamaan dengan penyerahan barang bukti. Akibatnya, Puspom TNI tak bisa melanjutkan proses penyidikan. Status Afri pun hanya diperlakukan sebagai titipan. “Kami belum melakukan proses hukum,” tuturnya.

Beberapa jam setelah melontarkan penyataan tersebut, Agung menyambangi gedung KPK. Ia mengajak Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro, Jaksa Agung Muda Pidana Militer Mayor Jenderal Wahyoedho Indrajit, dan Oditur Jenderal TNI Laksamana Muda Nazali. Kehadiran mereka disambut empat Wakil Ketua KPK. Ketua KPK Firli Bahuri sedang berada di luar kota.

Pertemuan antar-pimpinan itu berlangsung tegang. Marsekal Muda Agung dan anggota timnya disebut sempat menegur pimpinan KPK yang dianggap tidak menghormati kewenangan TNI. Mereka juga mendesak KPK menyampaikan permintaan maaf guna menghindari tindakan anarkistis personel TNI.

Selepas pertemuan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menggelar konferensi pers dan menyampaikan permintaan maaf KPK kepada Panglima TNI dan jajarannya ihwal penanganan kasus suap di Basarnas. “Dalam rapat tadi, kami sudah sampaikan kepada teman-teman TNI, kiranya bisa disampaikan kepada Panglima TNI dan jajarannya atas kekhilafan ini, supaya kami bisa dimaafkan,” katanya.

Rupanya, permintaan maaf itu tak membuat serangan terhadap pimpinan KPK mereda. Pada hari yang sama, rumah kediaman Alexander Marwata dan Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu mendapat kiriman karangan bunga tanpa nama. Pesannya bernada satire: “Selamat atas keberhasilan Anda, memasuki pekarangan tetangga”. Pengirim bunga itu tertulis “Dari Tetangga”. Ali Fikri membenarkan kabar ihwal kiriman bunga itu, tapi menolak menafsirkan pesan di dalamnya.

Tempo berupaya meminta penjelasan dari Marsekal Muda Agung ihwal intimidasi terhadap pimpinan KPK. “Silakan ditanyakan kepada Kapuspen, biar satu pintu,” katanya. Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Julius Widjojo mengatakan pertemuan itu bertujuan menjalin koordinasi penyidikan sekaligus mengingatkan tentang mekanisme penanganan perkara. “Prosedurnya jelas. Penetapan tersangka anggota TNI ada pada kami,” ujarnya.

Julius membantah anggapan yang menyebut keberatan Puspom TNI bertujuan melindungi para tersangka. Buktinya, dia mengungkapkan, Panglima TNI telah menyetujui penahanan Henri dan Afri. Pada Senin, 31 Juli lalu, Puspom TNI menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka. Keduanya langsung ditahan. Julius menjamin mekanisme peradilan militer berjalan adil. Ia mencontohkan vonis pengadilan militer terhadap Brigadir Jenderal TNI Teddy Hernayadi dalam kasus korupsi alat utama sistem persenjataan. “Dia kami vonis bui seumur hidup,” ucapnya.

Barang bukti uang hasil Operasi Tangkap Tangan dalam tindak pidana korupsi pemberian suap terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas Tahun 2021 - 2023., di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 26 Juli 2023/Tempo/Imam Sukamto

Gesekan antara pimpinan KPK dan TNI melambung ke Dewan Pengawas KPK karena laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Ketua MAKI Boyamin Saiman meminta Dewan Pengawas menelusuri dugaan pelanggaran etik Alexander Marwata atas pernyataannya yang dinilai menghambat penanganan perkara. “Pengumuman penetapan tersangka tidak sesuai dengan prosedur dan tidak didahului dengan surat perintah penyidikan,” katanya.

Kedua tersangka bisa berpotensi lolos karena ada prosedur administrasi yang tidak dipatuhi. Menurut Boyamin, pimpinan KPK seharusnya membentuk tim koneksitas bersama Puspom TNI sebelum menetapkan status tersangka terhadap pejabat Basarnas yang berstatus personel TNI aktif. Anggota Dewan Pengawas, Syamsuddin Haris, mengaku sudah menerima laporan tersebut. Ia mengatakan timnya masih memerlukan bukti pendahuluan sebelum memeriksa terlapor. “Saat ini masih kami pelajari,” tuturnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Avit Hidayat dan Imam Hamdi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Karangan Bunga Tetangga KPK"

Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus