Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perlawanan Terakhir Sang Pelapor

Mantan Kepala Dinas Pertambangan Penajam Paser Utara dibui dan dihukum membayar ganti rugi ratusan miliar rupiah setelah melaporkan kasus penambangan batu bara ilegal ke polisi. Tersebab kejanggalan putusan Mahkamah Agung.

11 Agustus 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI Bandar Udara Soekarno-Hatta di Tangerang, Jono bergegas menuju kantor Komisi Pemberantasan Korupsi di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa awal Agustus lalu. Pegawai negeri sipil Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara ini hendak melaporkan dugaan penerbitan izin pertambangan PT Pasir Prima Coal Indonesia. "Ini laporan yang ketiga," ujar pria 57 tahun itu tidak lama setelah menyerahkan laporan ke Bagian Pengaduan Masyarakat KPK.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jono kembali melaporkan kasus itu karena komisi antikorupsi tak merespons dua pengaduan yang ia kirim sebelumnya pada 2014 dan 2016. Padahal, kata dia, semua bukti dokumen dan kesaksian, putusan pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung, serta foto sudah diserahkan. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan belum mengetahui laporan Jono tersebut. "Nanti saya cek dulu karena tidak semua laporan pimpinan tahu," ujar Agus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Jono, pemberian kembali izin tambang Pasir Prima terindikasi korupsi karena bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Pencabutan izin oleh bupati sebelumnya, Andi Harahap, kata dia, memiliki dasar kuat. Jono mencontohkan, perusahaan itu menambang batu bara tanpa mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. Selain itu, bekas lahan tambang yang membentuk danau-danau mini di kawasan hutan sekarang dibiarkan begitu saja.

Perusahaan yang sahamnya dimiliki PT MYS Utama Mandiri dan Hengky Wijaya Oey itu, menurut Jono, tak pernah membayar royalti, tidak pernah melaporkan kegiatan penambangan, dan tidak pernah memberikan jaminan reklamasi. Pemegang saham mayoritas PT MYS Utama Mandiri adalah PT Artha Perdana Investama milik Sukardi Tandjijono Tang. "Pemerintah daerah sudah beberapa kali menegur, tapi tidak digubris," ujar Jono, yang saat itu menjadi Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Penajam Paser Utara.

Dengan segudang persoalan itu, Jono mengatakan, keputusan Bupati Yusran Aspar "menghidupkan" kembali izin pertambangan Pasir Prima janggal dan menabrak aturan. Karena lahan itu sudah dimiliki secara sah oleh PT Mandiri Sejahtera Energindo, Yusran mencabut paksa izin pertambangan perusahaan tersebut agar Pasir Prima bisa beroperasi kembali pada Januari 2014. Ketika itu, Yusran baru setengah tahun memimpin Penajam Paser Utara menggantikan Andi Harahap.

Atas keputusan Yusran ini, Mandiri Sejahtera menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda. Lima bulan kemudian, PTUN Samarinda membatalkan keputusan Yusran karena izin pertambangan Pasir Prima dianggap melanggar peraturan. Hakim memerintahkan Bupati Yusran mencabut keputusan pembatalan izin Mandiri Sejahtera. Kendati sudah ada putusan itu, Pasir Prima tetap melakukan penambangan di area 3.964 hektare. Menurut laporan Jono ke KPK, Pasir Prima melakukan penambangan ilegal sekitar 1 juta metrik ton atau senilai Rp 857,85 miliar.

Yusran Aspar belum bisa dimintai tanggapan perihal laporan Jono. Nomor telepon selulernya tidak aktif ketika dihubungi. Anggota tim hukum pemerintah daerah Penajam Paser Utara, Pitono dan Gunawan, yang menangani sengketa Pasir Prima, tidak mau berkomentar mengenai laporan Jono. "Pak Yusran sudah tidak menjadi bupati sejak 31 Juli lalu, jadi kami tak bisa berkomentar soal dia," katanya.

Pengacara Pasir Prima Coal, Deni Ramon Siregar, mengatakan laporan Jono ke KPK itu tidak memiliki dasar yang kuat. Menurut dia, tudingan kliennya mengemplang pajak dan menambang di kawasan hutan produksi tidak beralasan. "Semua sesuai dengan undang-undang," ujar Deni.

Pada November 2011, menurut Deni, Pengadilan Tata Usaha Negara Tanah Grogot mengeluarkan putusan yang mengesahkan izin Pasir Prima. Setahun kemudian, PTUN Jakarta mengeluarkan putusan serupa. Dua putusan ini, kata dia, menjadi dasar penerbitan izin pertambangan Pasir Prima. "Kami justru yang bertanya-tanya bagaimana bisa mereka mendapat konsesi dari Bupati," ucap Deni.

Jauh sebelum ke KPK, Jono melaporkan dugaan praktik penambangan ilegal Pasir Prima Coal ke Kepolisian Daerah Kalimantan Timur, Maret 2011. Alih-alih menjerat para pihak yang dilaporkan sebagai penambang ilegal, polisi malah menetapkan Jono sebagai tersangka atas laporan Pasir Prima yang menuduhnya memalsukan izin pertambangan Mandiri Sejahtera Energindo. Perkara itu berlanjut hingga ke pengadilan. Setahun kemudian, Pengadilan Negeri Tanah Grogot menghukum Jono selama tujuh bulan penjara atas laporan Pasir Prima.

Adapun laporan Jono yang mengadukan Pasir Prima tidak jelas kelanjutannya. Menurut seorang sumber penegak hukum, pengusutan perkara mendadak berhenti karena ada intervensi seorang perwira tinggi di kepolisian ("Jejak Perwira di Lahan Penajam", majalah Tempo edisi 19-25 Oktober 2015).

Pasir Prima Coal melakukan perlawanan atas putusan PTUN itu dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Tanah Grogot pada 13 Mei 2015. Pasir Prima menggugat Mandiri Sejahtera, Jono, dan Bupati Penajam Paser Utara dengan tuntutan ganti rugi Rp 300 miliar. Perusahaan itu juga meminta hakim "menghidupkan" izin operasi tambangnya.

Pasir Prima memenangi gugatan hingga tingkat kasasi. Dalam putusan yang diketuk majelis kasasi pimpinan Soltoni Mohdally pada akhir Mei 2017 itu, Mandiri Sejahtera dan Jono diperintahkan membayar ganti rugi Rp 200 miliar. Putusan itu tak menyebut ganti rugi juga dikenakan kepada Bupati Penajam Paser Utara yang saat itu dijabat Yusran Aspar. "Putusan ini menegaskan kami yang berhak atas lahan itu," ujar Deni.

Baru awal Juli lalu, salinan kasus perdata Mahkamah Agung itu sampai ke Pengadilan Negeri Tanah Grogot. Pada 4 Juli lalu, Ketua Pengadilan Negeri Agus Darmanto ditemani panitera muda Sunar Baskoro memanggil Mandiri Sejahtera dan Jono untuk memberikan peringatan agar melaksanakan putusan kasasi perdata tersebut (aanmaning). "Kami ketika itu memberi tenggat delapan hari," ucap Sunar.

Mandiri Sejahtera meminta waktu karena akan melakukan perlawanan atas putusan itu dengan mengajukan permohonan peninjauan kembali. Menurut Komisaris Mandiri Sejahtera, Edi, putusan itu janggal karena perusahaannya tidak ada urusannya dengan penerbitan izin tambang. Sedangkan bupati sebagai pihak yang menerbitkan izin, kata Edi, justru tidak terkena hukuman ganti rugi. "Ini gugatannya salah alamat," ujarnya.

Jono juga mengajukan permohonan peninjauan kembali sebagai perlawanan hukum terakhir. Pria yang bakal pensiun sebagai PNS pada Januari 2019 ini mengaku bingung bagaimana caranya membayar ganti rugi sebesar itu. Sebagai pegawai negeri, ia mengaku hanya menerima gaji Rp 5 juta per bulan. Duit itu pun, kata dia, untuk membiayai tiga anaknya yang masih bersekolah. Dua anak Jono lainnya sudah berumah tangga.

Jono mengatakan hanya memiliki aset satu rumah sederhana seluas 150 meter persegi, yang selama ini menjadi tempat tinggal keluarganya. "PK ini diajukan agar saya mendapatkan keadilan karena putusan peninjauan kembali PTUN sudah menyatakan izin Mandiri Sejahtera itu sah, tidak bodong," ujarnya.

Anton Aprianto, Setri Yasra


2004
PT Pasir Prima Coal Indonesia mulai menambang di hutan Desa Mentawir dengan izin uji coba penjualan batu bara 10 ribu ton.

2005

15 Februari
Pasir Prima melakukan eksploitasi batu bara besar-besaran diduga tanpa memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan, membuat sumur-sumur besar tanpa ada izin analisis mengenai dampak lingkungan, dan tidak memberikan royalti. Pemiliknya adalah Nonny Oentoro dan Hengky Wijaya Oey.

2007

Oktober
Pemerintah daerah Penajam Paser Utara menghentikan kegiatan penambangan Pasir Prima karena dianggap merambah kawasan hutan.

2008

Akhir
Bupati Penajam Paser Utara Andi Harahap mengeluarkan izin pertambangan PT Mandiri Sejahtera Energindo menggantikan Pasir Prima Coal.

2011

Januari
Pasir Prima melalui Hengky Wijaya Oey melaporkan Bupati Andi Harahap serta Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Jono dengan tuduhan pemalsuan izin pertambangan Mandiri Sejahtera.

Februari
Pemerintah Penajam Paser Utara mencabut kuasa pertambangan Pasir Prima karena tetap tidak membayar royalti dan merambah kawasan hutan.

Maret
Jono melaporkan Pasir Prima ke Kepolisian Daerah Kalimantan Timur dengan tuduhan illegal mining dan tidak membayar royalti.

Mei
Polisi menetapkan Jono sebagai tersangka pemalsuan izin usaha pertambangan Mandiri Sejahtera. Satu bulan berselang, Jono ditangkap.

2012

Mei
Pengadilan Negeri Tanah Grogot memvonis Jono tujuh bulan penjara.

2013

Desember
Bupati Penajam Paser Utara yang baru, Yusran Aspar, mencabut izin operasi Mandiri Sejahtera dan mengalihkannya ke Pasir Prima.

2014

Februari
Mandiri Sejahtera menggugat pencabutan izin operasi oleh bupati ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

April
PTUN mengabulkan gugatan Mandiri Sejahtera. Pasir Prima mengajukan permohonan banding, tapi kalah.

2015

Februari
Pasir Prima masih melakukan penambangan.

31 Maret
Mandiri Sejahtera melaporkan penambangan ilegal Pasir Prima ke polisi.

22 April
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Pasir Prima atas putusan PTUN soal izin tambangnya. Perusahaan ini lantas mengajukan permohonan peninjauan kembali.

13 Mei
Pasir Prima menggugat perdata Mandiri Sejahtera, Jono, dan Bupati Penajam Paser Utara dengan tuntutan ganti rugi Rp 300 miliar. Perusahaan ini juga meminta hakim "menghidupkan" izin operasi tambangnya.

2016

18 Januari
Pengadilan Negeri Tanah Grogot mengabulkan gugatan perdata Pasir Prima serta menghukum Mandiri Sejahtera dan Jono membayar ganti rugi US$ 22,3 juta dan Rp 3 miliar.

24 Maret
Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali tata usaha negara Pasir Prima.

2017

29 Mei
Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Mandiri Sejahtera dan menguatkan kemenangan Pasir Prima. Majelis kasasi menghukum perusahaan itu dan Jono denda ganti rugi Rp 200 miliar secara tanggung renteng. Putusan ini diserahkan kepada pihak beperkara pada 4 Juli lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus