Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Perpanjangan Masa Jabatan Hakim di Revisi UU MK, Ahli Hukum: Konflik Kepentingan

Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mendesak pembatalan Revisi UU MK

19 November 2021 | 13.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Selamatkan Mahkamah Konstitusi mendesak pembatalan Revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (revisi UU MK) dengan mengajukan uji materi atas Undang-Undang tersebut. Koalisi meminta ketegasan sikap dan komitmen para hakim konstitusi untuk tidak terlibat di dalam conflict of interest dan tegas menolak perpanjangan masa jabatan yang ditujukan untuk hakim incumbent. "Revisi UU MK banyak menabrak aspek formil pembentukan undang-undang yang baik,” dalam pernyataan resmi koalisi dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 November 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Apalagi, koalisi menyebut pandangan mereka diperkuat dengan kesaksian dari ahli hukum dalam sidang perkara Nomor 100/PUU-XVIII/2020 tentang Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Kamis, 18 November 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Prof Bagir Manan dalam sidang tersebut menyatakan bahwa perpanjangan masa jabatan kepada hakim konstitusi tidak semestinya diberikan kepada hakim yang sedang menjabat guna menghindari konflik kepentingan.

Menurut dia, berkaca pada perpanjangan usia pensiun hakim agung dalam Perubahan Undang-Undang Mahkamah Agung di tahun 2009, dia yang saat itu menjadi ketua, serta jajaran hakim agung, bersikap tidak akan menerima perpanjangan masa pensiun untuk menghindari conflict of interest.

“Perubahan UU Mahkamah Konstitusi yang merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman, jika dilakukan secara sering, dapat secara langsung atau tidak langsung mengintervensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman atau mempolitisasi kekuasaan kehakiman,” katanya dalam sidang

Selain itu, dia menilai bahwa pembentuk undang-undang harus melakukan perubahan dengan penuh kehati-hatian dan tidak menghalalkan segara cara hingga menabrak aspek konstitusional pembentukan undang-undang. Yaitu dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan, asas keseimbangan, asas konsistensi, asas persamaan, tidak adanya penyalahgunaan wewenang, kepastian hukum, dapat dipercaya, serta motif yang jelas.

Kemudian, termasuk pula asas-asas transparansi, publikasi, dan akuntabilitas serta hal-hal yang berkaitan dengan tegaknya dan terpeliharanya prinsip-prinsip dasar konstitusi.

Lebih lanjut, menurut Bagir Manan, pembahasan Revisi UU MK dilakukan secara tertutup dan dalam waktu singkat bertentangan dengan UUD 1945, terutama prinsip demokrasi yang diwujudkan dengan menjamin asas keterbukaan. “Proses penyusunan yang tidak transparan maupun pembahasan dalam sidang tertutup, juga melanggar hak atas informasi, hak untuk didengar, serta hak untuk mengetahui,” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa perubahan UU dalam waktu singkat berpotensi tidak didasarkan pada kajian yang mendalam. Sebab, tidak mengikutsertakan para ahli atau praktisi yang berpengalaman.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus