Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Polisi Akan Klarifikasi Soal Tembak Mati Begal dan Pelaku Jambret

Polisi menyatakan bakal mengklarifikasi tembak mati yang menyebabkan kematian belasan penjahat jalanan selama operasi buru begal dan pelaku jambret.

24 Juli 2018 | 15.11 WIB

Ilustrasi Penembakan Polisi. ANTARA FOTO/Ampelsa
Perbesar
Ilustrasi Penembakan Polisi. ANTARA FOTO/Ampelsa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Polisi menyatakan segera mengklarifikasi ihwal tembak mati yang menyebabkan kematian belasan penjahat jalanan selama operasi begal dan penjambret menjelang Asian Games 2018.

Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono, mengatakan polisi bakal mengklarifikasi kepada pihak berwenang yang meminta penjelasan atas penembakan tersebut. "Nanti akan kami berikan klarifikasi," kata Argo di Polda Metro Jaya, Selasa, 24 Juli 2018, ihwal tembak mati.

Baca: Komnas HAM-Ombudsman Diminta Selidiki Polisi Tembak Mati 11 Begal


Koalisi masyarakat sipil menuntut Mabes Polri, Komisi Kepolisian Nasional, Komnas Hak Asasi Manusia, dan Ombudsman menginvestigasi dugaan praktik extra judicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan terhadap tembak mati begal dan penjambret.

Hal itu menyusul adanya 11 orang yang diduga pelaku kejahatan jalanan tewas ditembak polisi pada periode 3-12 Juli 2018. "Kami menuntut lembaga terkait melakukan investigasi," kata peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Sustira Dirga, saat jumpa pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Ahad, 22 Juli 2018.

Argo mengatakan polisi melakukan tindakan tegas dan terukur karena adanya perlawanan dari para tersangka.

Jadi, ketika menghadapi bahaya akibat perlawanan tersebut, polisi melakukan tindakan terukur. "Tentunya kami melakukan pembelaan menggunakan senjata api," ujarnya.

Menurut Argo, polisi pun tidak serampangan menggunakan senjata api. Jadi petugas di lapangan tidak bisa langsung menembak pelaku kejahatan. "Seandainya mengancam petugas, kami harus membela diri."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Argo berujar tindakan polisi membela diri juga telah sesuai dengan Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang overmacht atau daya paksa. "Kalau membahayakan petugas dan masyarakat, kami bisa melakukan (penembakan)," ucapnya.

Beberapa organisasi masyarakat sipil, seperti lCJR, LBH Jakarta, Amnesty Indonesia, Kontras, LBH Masyarakat, Perkumpulan Korban Napza Indonesia, dan Imparsial, menentang extra judicial killing (alias tembak mati) yang telah dilakukan polisi kepada orang yang disangka terlibat kejahatan jalanan. Selama 3-12 Juli 2018, Polda Metro telah menembak 52 orang yang diduga pelaku kejahatan jalanan. Dari jumlah itu, 11 di antaranya tewas ditembak di bagian dadanya.

Imam Hamdi

Bergabung dengan Tempo sejak 2017, setelah dua tahun sebelumnya menjadi kontributor Tempo di Depok, Jawa Barat. Lulusan UPN Veteran Jakarta ini lama ditugaskan di Balai Kota DKI Jakarta dan mendalami isu-isu human interest.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus