Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya memburu penyuplai sabu dan ekstasi kepada pedangdut Ridho Rhoma. Putra ketiga Raja Dangdut Rhoma Irama itu lagi-lagi tertangkap karena kasus narkoba.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan Muhammad Ridho Irama alias MR memperoleh narkoba dari pemasok bernama M.
"Kami masih lakukan pengejaran terhadap M, orang yang menjual narkotika ke MR. Sekarang kami masih mengembangkan lagi, mudah-mudahan kami bisa mengungkap," ujar Yusri saat dihubungi, Senin, 8 Februari 2021.
Ridho diciduk polisi pada Kamis, 4 Februari 2021 karena kedapatan memiliki ekstasi dan positif amfetamin atau sabu. Dari hasil interogasi terhadap Ridho, polisi memperoleh keterangan bahwa transaksi narkoba dilakukan di kamar Apartemen Fraser Residence Sudirman, Jakarta Pusat. Ridho membayar sejumlah uang dengan mentransfernya ke rekening M secara langsung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Belum diketahui jumlah barang haram yang dibeli Ridho dari M. Namun pada saat ditangkap di kamar apartemennya, ada tiga butir pil ekstasi di saku celana pelantun lagu Menunggumu itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bersama Ridho, dua teman laki-lakinya juga sempat diciduk polisi. Hasil tes urine menunjukkan Ridho positif amfetamin atau sabu, sedangkan dua temannya negatif narkotika. Sehingga, kedua rekannya itu hanya dijadikan sebagai saksi.
Ridho terancam pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun karena dianggap melanggar Pasal 112 ayat (1) subsider pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Putra Raja Dangdut Rhoma Irama itu sudah dua kali terjerat narkoba. Pada Maret 2017, Ridho Rhoma juga pernah ditangkap dengan barang bukti sabu seberat 0,7 gram beserta alat hisap. Ridho dijatuhi hukuman 10 bulan rehabilitasi oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat. Namun pada tingkat kasasi MA memperkuat putusan itu, dengan mengubah hukuman dari 10 bulan menjadi 1,5 tahun penjara.