Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Hukum

PT Tambang Mas Sangihe Tetap akan Eksplorasi Meski Izin Operasional Dibatalkan

Posisi PT TMS secara hukum dinilai sudah ilegal. PT TMS diminta menghentikan segala aktivitasnya di area konsesi tambang.

11 September 2022 | 11.28 WIB

Ilustrasi pertambangan. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi pertambangan. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Tambang Mas Sangihe (TMS), Terry Filbert, menyatakan akan tetap melanjutkan program pengembangan sumber daya di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, kendati izin operasional dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta pada 31 Agustus 2022 lalu. Menurutnya, PT TMS masih memegang kontrak karya yang melegitimasi eksplorasi tambang di wilayah konsesi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dia menjelaskan, keputusan PT TUN hanya berkaitan dengan izin operasional pertambangan yang dikeluarkan pada Januari 2021. Karenanya, keputusan ini tidak mempengaruhi kontrak karya yang didapatkan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“TMS terus memegang kontrak karya yang sah dengan pemerintah Indonesia yang tetap tidak terpengaruh oleh keputusan terhadap Kementerian ESDM. Kami kecewa dengan keputusan pengadilan, namun kontrak karya mengizinkan TMS untuk menjelajahi wilayah lisensi kami,” kata Terry kepada Tempo, Rabu, 7 September 2022.

Diminta Dicabut

PT TUN menyatakan batal Surat Keputusan (SK) Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 163.K/MB.04/DJB/2021 tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya PT. Tambang Mas Sangihe. Putusan pengadilan juga mewajibkan Kementerian ESDM untuk mencabut SK tersebut.

Sebelumnya, izin lingkungan PT TMS di Sangihe dicabut oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado pada 2 Juni 2022. Putusan pengadilan juga menyebutkan pelaksanaan kegiatan penambangan ditunda hingga putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Izin operasi produksi pertambangan PT TMS di Sangihe mencapai 42 ribu hektare. Sementara luas Kepulauan Sangihe sendiri hanya 73 ribu hektare. Terry menjelaskan, perusahaannya masih bisa melanjutkan kegiatan eksplorasi di wilayah konsesi berbekal kontrak karya dengan Pemerintah Indonesia.

“Perusahaan dapat dan akan melanjutkan program pengembangan sumber daya yang direncanakan,” kata Terry.

Dianggap Ilegal

Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar, mengatakan posisi PT TMS secara hukum sudah ilegal. Ia mendesak PT TMS untuk menghentikan segala aktivitasnya di area konsesi tambang.

“Tapi juga mesti didorong ke aspek pidana, karena PT TMS ini ketika izin lingkungan dibatalkan, kontrak karya dimenangkan tapi PT TMS masih beroperasi, mestinya harus ada proses hukum secara pidana terhadap perusahaan,” kata Melky.

Adapun inisiator Save Sangihe Island (SSI), Jull Takaliuang, mengatakan PT TMS sudah tidak memiliki izin untuk melanjutkan aktivitasnya di Kepulauan Sangihe. Ia turut mengapresiasi hakim di PTUN yang dinilai masih punya hati terhadap masyarakat Sangihe.

Kendati begitu, Jull mengatakan jika masyarakat Sangihe masih harus waspada mengawal proses hukum sampai benar-benar tuntas. Sebab, PT TMS masih memiliki peluang untuk mengajukan banding. “Kami berharap saja mereka tidak banding. Kalau tuntas berarti semua alat-alat tambang yang ada di Sangihe harus keluar,” kata Jull.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus