Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rahasia di balik rampok bertopeng

Poltabes medan berhasil menggulung kawanan rampok pimpinan imin sinage, juga pelaku perampokan dan pembunuhan ajun komisaris polisi muhammad syarif, dan istrinya aisyah, serta saodah dua tahun lalu.

19 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGUSUTAN polisi bisa juga bak penjala. Tak cuma ikan yang dapat, tapi burung di tepi sungai ikut pula terjaring. Amsal ini cocok ditujukan pada Poltabes Medan, yang tak hanya sukses menggulung kelompok rampok bertopeng pimpinan Imin Sinage pada akhir November lalu, tapi juga berhasil menyingkap pembunuhan tiga nyawa yang sudah dua tahun lebih tak terungkap polisi di Simalungun, 125 km dari Medan. Salimin dan Salidi, dua dari 18 orang komplotan mirip Zorro itu, yang memulai cerita. Dalam pemeriksaan Poltabes Medan, keduanya mengaku juga pernah merampok bersama Solihin di Pematangsiantar. Nah, info berharga itulah yang diteruskan polisi kepada rekannya di Polres Simalungun. Ketika Solihin dibekuk di Kampung Sitala Sari, Simalungun, 6 Januari lalu, kisah ini pun terbongkar. Lebih mengagetkan, ternyata, ia bersama lima temannya yang menghabisi Ajun Komisaris Polisi (Purn.) Haji Raden Mas Muhammad Syarif dan istrinya Hajah Aisyah, serta Saodah, seorang janda adik kandung Aisyah, dengan cara menggegerkan dua tahun silam. Waktu itu, November 1988, memang sudah lima hari rumah kepala polisi Simalungun pada 1960-an itu tampak terkunci. Lasiem yang tinggal di sebelah curiga. Bukan hanya karena bau sangit yang menebar dari rumah Syarif, tapi ia juga melihat ada ratusan ekor belatung keluar dari celah pintu dapur tetangganya yang terkunci itu. Cerita inilah yang sampai ke Polsek setempat. Polisi pun mendobrak pintu dapur. Astaga, di depan pintu tergeletak mayat Aisyah. Jilbab putih wanita gemuk itu terlepas. Rok panjang dan bajunya penuh bercak darah kering. Di sampingnya terbujur Haji Syarif dengan luka di kepala. Sarungnya tersibak. Di ruang depan tampak pula jenazah Saodah bersujud di atas sajadah dengan telekung bersimbah darah. Ketika itu polisi menduga pembunuhan ini bermotif perampokan karena selain menyita tiga bilah benda tajam bernoda darah, polisi menemukan perhiasan emas yang dipakai Aisyah juga dipreteli kawanan itu. Motif itu memang diakui Solihin dalam pemeriksaan Polres Simalungun. Tapi yang merencanakannya adalah Kopda. Senen Sembiring yang kini ditahan Korem di Pematangsiantar. Modus operandinya memang beringasan. Dengan naik dua sepeda motor berbonceng tiga, keenam begundal itu masuk dari pintu samping rumah yang tak terkunci. Senen berjaga-jaga di luar, sedangkan Solihin dan temannya Bokel, yang menyusup dari dapur, segera menyekap Syarif dan istrinya. Samin alias Joni mencoba mengamankan Saodah. Saat itulah Salimin dan Salidi sibuk mencari barang berharga yang bakal dijarah. Namun, karena ketiga korban meronta-ronta, mereka jadi panik. Celurit, parang, dan kapak pun beraksi hingga penghuni rumah itu tewas di tempat. Sebelum melarikan diri mereka cuma bisa mencomot kalung emas dari leher Aisyah. Esoknya Solihin menerima Rp 100 ribu dari hasil penjualan kalung rampokan itu. Sejak itu ia pun pindah ke Bengkulu dan baru pulang beberapa bulan lalu setelah menduga keadaan aman. Polisi tampaknya harus bekerja esktrakeras. Bukan cuma karena masih ada dua pelakunya, Bokel dan Samin, yang belum ditangkap, tapi karena pembunuhan itu masih penuh kabut. Kalau perampokan, mengapa televisi dan radio di rumah Syarif, polisi yang pernah dikaryakan sebagai Asisten Kebun PTP VII pada 1973 itu, tak disikat kawanan itu. Lebih mengundang teka-teki ternyata masih ada 48 jenis perhiasan emas dan permata dan uang Rp 80 ribu tersimpan dalam bufet tua di dalam rumah itu. Bisa saja perampok itu tak mustahil menduga bahwa bufet yang tampak tua itu tak mungkin menyimpan benda berharga. Itulah sebabnya, Kepala Dinas Penerangan Polda Sum-Ut, Lektol. Yusuf Umar, tetap berpendapat, "motifnya adalah perampokan". Menurut polisi, kawanan rampok yang dipimpin Imin Sinage itu -- di dalamnya bergabung Salimin, Salidi, dan Solihin -- sepanjang tahun lalu saja sudah 20 kali beraksi di Sum-Ut, termasuk di Simalungun. Sinage juga mengaku merekrut teman-temannya yang berasal dari Aceh Tenggara. Komplotan inilah yang digerakkannya melakukan aksi perampokan. Bersihar Lubis dan Mukhlizardy Mukhtar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus