Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Kriminal

Reaksi Keras Kejagung Usai Vonis Bebas Ronald Tannur, KY Bakal Periksa Hakim PN Surabaya

Vonis bebas Ronald Tannur menuai kritik dari Kejagung, Komisi Yudisial dan anggota DPR.

26 Juli 2024 | 14.20 WIB

Tersangka Gregorius Ronald Tannurmelakukan adegan rekonstruksi  di parkiran bawah tanah Lenmarc Mall, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 10 Oktober 2023. Ronald yang merupakan anak anggota DPR fraksi PKB Edward Tannur itu melakukan 41 adegan reka ulang dalam kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan korban bernama Dini Sera Afrianti tewas. ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Perbesar
Tersangka Gregorius Ronald Tannurmelakukan adegan rekonstruksi di parkiran bawah tanah Lenmarc Mall, Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 10 Oktober 2023. Ronald yang merupakan anak anggota DPR fraksi PKB Edward Tannur itu melakukan 41 adegan reka ulang dalam kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan korban bernama Dini Sera Afrianti tewas. ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur kepada Gregorius Ronald Tannur, terdakwa pembunuhan Dini Sera Afriyanti, menimbulkan reaksi keras dari berbagai lembaga negara. Mulai dari Kejaksaan Agung (Kejagung), Komisi Yudisial, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dalam sidang putusan pada Rabu, 24 Juli 2024, Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik menyatakan, Ronald tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan korban tewas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun salah satu pertimbangan Majelis Hakim adalah karena terdakwa masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban pada masa kritis. Terdakwa juga sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

“Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP,” kata Hakim Erintuah di Surabaya, Rabu, 24 Juli 2024, seperti dilansir dari Antara.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki menuntut terdakwa selama 12 tahun penjara karena dianggap terbukti dalam dakwaan pertama yakni pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. JPU menuntut Ronald dijatuhi pidana 12 tahun penjara dan membayar restitusi bagi keluarga korban Rp 263,6 juta.

Kejagung Sebut Majelis Hakim Tidak Pertimbangkan Dalil JPU

Mengetahui vonis bebas itu, Kejaksaan Agung menilai putusan Majelis Hakim PN Surabaya tidak sepenuhnya mempertimbnagkan dalil-dalil yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Kami melihat hakim dalam perkara ini tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya atau dalil yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum tidak dipertimbangkan sepenuhnya oleh majelis sehingga hakim membebaskan terdakwa dalam perkara ini,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Kamis.

Oleh karena itu, Harli menyatakan Kejaksaan secara tegas mengajukan upaya kasasi. “Kami melihat ada putusan pengadilan yang tidak sesuai dengan tuntutan dan tidak sesuai dengan fakta-fakta maka langkah-langkah hukum yang pertama kali adalah mengajukan upaya hukum, yaitu kasasi,” tuturnya.

Respon Komisi Yudisial

Di sisi lain, Juru bicara Komisi Yudisial (KY), Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan vonis bebas ini menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Terutama karena tuntutan jaksa juga mencakup pembayaran restitusi kepada keluarga korban sebesar Rp 263,6 juta atau tambahan hukuman enam bulan penjara jika restitusi tidak dibayarkan. 

“Vonis bebas ini menimbulkan tanda tanya dan kontroversi di tengah masyarakat, yang mungkin merasa keadilan dicederai,” ujar Mukti pada Kamis, 25 Juli 2024.

Mukti menyatakan, sejauh ini belum ada laporan resmi yang mempermasalahkan putusan Pengadilan Surabaya tersebut. Namun KY mengambil inisiatif untuk memeriksa putusan tersebut. Pemeriksaan ini bukan untuk menilai substansi putusan pengadilan, melainkan untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). 

“KY sangat mungkin menurunkan tim investigasi untuk mendalami putusan tersebut,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mengatakan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur, adalah putusan yang memalukan. Menurutnya, tindak pidana yang dilakukan anak mantan anggota DPR dari Fraksi PKB itu telah terang benderang. Dia pun curiga terhadap adanya sesuatu di balik putusan tersebut. 

“Yang saya tahu polisi sudah memberikan pasal-pasal apa yang disangkakan oleh yang bersangkutan. Akhirnya, perkara berproses dan tiba-tiba kemarin diputuskan Pengadilan Negeri, divonis bebas, ini memalukan, makanya saya bilang ini hakimnya sakit nih,” Sahroni saat ditemui di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Kamis.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman berharap jaksa mengajukan banding atas vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur. Dia juga mengaku prihatin dengan vonis yang sangat berbeda dengan tuntutan jaksa tersebut.

“Saya sangat berharap jaksa melakukan banding terhadap kasus ini,” kata Habiburokhman dalam pesan video yang diterima di Jakarta, Kamis.

RADEN PUTRI | TIM TEMPO | ANTARA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus