Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Majelis Kehormatan kembali memberikan sanksi etik kepada hakim konstitusi Anwar Usman.
Anwar Usman hanya mendapat sanksi ringan berupa teguran tertulis.
Dengan dua pelanggaran itu, seharusnya Anwar Usman dinyatakan tidak lagi memenuhi syarat menjadi hakim konstitusi.
UNTUK kali kedua, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberikan sanksi etika kepada Anwar Usman. Hakim konstitusi ini terbukti melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi dengan sanksi ringan berupa teguran tertulis. MKMK meminta Anwar patuh terhadap Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 tentang pencopotannya dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan MKMK Nomor 02 itu menyatakan Anwar Usman terbukti melanggar etik berat ketika menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perkara itu secara khusus menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu yang mengatur tentang syarat batas usia bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Pasal 169 huruf q yang semula hanya membatasi usia capres dan cawapres minimal 40 tahun kemudian mendapat tambahan frasa “atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putusan itu menimbulkan polemik. Mahkamah Konstitusi dianggap memberikan karpet merah kepada putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres. Gibran tak lain keponakan Anwar Usman. Untuk mengakhiri polemik ini, Mahkamah Konstitusi membentuk MKMK.
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna (tengah) saat memimpin sidang putusan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, yang dilaporkan oleh Zico Simanjuntak di Gedung 2 MK, Jakarta, 28 Maret 2024. TEMPO/Subekti
Majelis Kehormatan yang dipimpin Jimly Asshiddiqie memutuskan Anwar Usman melanggar etik dengan sanksi dicopot sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. MKMK menyebutkan Anwar melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan.
Anwar Usman melawan putusan itu. Dia menilai sidang yang digelar Majelis Kehormatan menyalahi aturan karena dijalankan secara terbuka. Dia juga menyangkal memiliki kepentingan dalam menangani perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Bahkan, Anwar mengajukan permohonan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk mempermasalahkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK untuk masa jabatan 2023-2028.
Seorang pengacara, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, kemudian melaporkan Anwar ke MKMK atas dugaan pelanggaran etik karena tidak menghormati putusan Majelis Kehormatan Nomor 02/MKMK/L/11/2023. Laporan Zico ini yang membuat Anwar mendapat sanksi kedua MKMK.
Zico menyatakan tidak puas dengan putusan MKMK yang hanya memberikan teguran tertulis kepada Anwar Usman. Dia berharap Anwar dicoret sebagai hakim konstitusi. “Saya mempertanyakan apakah pantas hakim konstitusi seperti itu?” katanya.
Pendapat serupa disampaikan oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur. Dia menilai Anwar Usman tidak layak lagi duduk di MK karena tak memiliki integritas. Ia juga berpendapat, Anwar tidak memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, saat memberi keterangan pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 8 November 2023. TEMPO/Subekti
Bila memang memiliki etika, kata Isnur, Anwar seharusnya sudah mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi sejak menikahi adik Jokowi, Idayati. Langkah ini penting untuk menghindari konflik kepentingan. Apalagi sekarang Anwar sudah dua kali dinyatakan melanggar kode etik. “Kami mendesak MKMK bukan sekadar memberi peringatan, tapi memberhentikan,” ujarnya.
Isnur berkeberatan Anwar masih menjadi hakim konstitusi yang turut mengadili berbagai perkara di MK. Terlebih lagi, putusan sidang etik yang diberikan kepada Anwar tidak berdampak apa-apa selain membuat dia kehilangan kursi Ketua MK dan dilarang menangani perkara sengketa Pemilu 2024. “Anwar Usman sudah sangat bermasalah,” katanya.
Menurut Pasal 23 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, hakim konstitusi dapat diberhentikan dengan hormat dan tidak hormat. Untuk pemberhentian dengan hormat dapat dilakukan jika hakim konstitusi meninggal, mengundurkan diri atas permintaan sendiri, telah berusia 67 tahun, telah berakhir masa jabatannya, atau sakit jasmani ataupun rohani secara terus-menerus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Adapun untuk pemberhentian dengan tidak hormat dapat dilakukan antara lain bila hakim konstitusi dijatuhi pidana penjara, melakukan perbuatan tercela, tidak hadir dalam sidang selama lima kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, serta melanggar sumpah atau janji jabatan dan tak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Amelia Rahima Sari dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini