Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPOLISIAN rupanya masih harus sibuk mengurusi sangkut paut
beberapa anggotanya. Seorang wanita muda yang divonis 3 bulan
penjara (potong masa tahanan) oleh Pengadilan Negeri Bandung
belum lama ini, akhir Mei 1981 balik menggugat Kadapol VIII/
Langlangbuana Ja-Bar dan bawahannya, Mayor Pol. Drs. Iwa (bukan
nama sebenarnya) tuntutan ganti rugi masing-masing Rp 100 juta
dan Rp 50 juta.
Gugatan itu disampaikan kepada Pengadilan Negeri Bandung 26 Mei
lalu lewat pengacara Iwanda Soerapranata. Alasannya, Kadapol
Ja-Bar telah mengingkari janji karena tidak memberi ganti rugi
kepada penggugat dan melindungi bawahannya, Mayor Pol. Iwa,
untuk tidak usah hadir di pengadilan sebagai saksi. Sedang Mayor
Iwa digugat karena ingkar janji, tidak bertanggungjawab atas
hubungan gelapnya dengan penggugat.
Kisahnya bermula dari pengungkapan Mimin Hermini, 21 tahun awal
Oktober lalu. Wanita ini dituduh telah membuang bayi yang baru
dilahirkannya sehingga meninggal ke kali dekat rumahnya di
Kampung Bihbul, Sukamenak, Dayeuhkolot, Bandung. Di depan polisi
dan pengadilan, bekas karyawati honorer PJR Kodak VIII itu
mengakui, bayi yang diceburkan ke kali itu adalah anaknya, hasil
hubungan gelap dengan Mayor Pol. Drs. Iwa.
Keterangan tertuduh tidak dibuktikan hakim, karena Mayor Pol Iwa
tidak didatangkan sebagai saksi. "Karena tidak ada relevansinya
dengan perkara," ujar hakim. Perkara yang disidangkan, kata
hakim, adalah soal membuang bayi, bukan perkara "hubungan
gelap".
Uang Damai
Semula, Mimin dan pembelanya bersikeras meminta hakim
menghadirkan Mayor Pol. Iwa yang kini menjadi Dansek 814 Cilegon
(Banten) sebagai saksi. Tiba-tiba, sebelum sidang ketiga, datang
utusan Kodak ke rumah Iwanda, pengacara untuk minta "damai".
"Kadapol berjanji akan memberi sekedar uang untuk masa depan
Mimin, asal saja dalam pembelaan nanti tidak terlalu keras dan
usaha menghadirkan saksi dibatalkan," ungkap Iwanda pada TEMPO.
Ternyata janji itu tidak ditepati. Sampai jatuh putusan hakim,
"uang damai" juga tak kunjung tiba. Mimin sendiri 3 kali
menyurati Kadapol untuk mendapat kepastian "uang damai" itu.
Karena merasa dirugikan, Mimin mengajukan gugatan. Tapi, 27 Mei,
datang utusan Kodak ke rumah Mimin. Dua orang Polwan berpakaian
preman-seorang mayor dan kapten -- menyodorkan amplop ke hadapan
Mimin. "Ini bingkisan dari hati pribadi Kadapol. Jangan
disangkut pautkan dengan perkara," ujar Mimin pada TEMPO
mengulang ucapan seorang Polwan. Mimin langsung menolaknya.
"Sudah terlambat, sudah diajukan ke pengadilan," kata Mimin
berang.
Tapi kedua Polwan itu tetap mendesak wanita berperawakan tinggi
montok itu untuk menerimanya. Gagal membujuk Mimin dan orang
tuanya, kedua utusan Kodak itu menyisipkan amplop berisi uang Rp
100 ribu di meja rumah Mimin. Tanpa pikir panjang, wanita yang
katanya dihamili Mayor Iwa itu langsung mengembalikannya.
Benarkah Kadapol telah mengirim "uang damai" itu? "Kami belum
tahu soal pemberian uang Rp 100 ribu itu," jawab Kadispendak
VIII, Letkol Drs. Suwardjono. Menurut dia, kasus pembuangan bayi
tidak ada sangkut pautnya dengan Mayor Iwa. "Karena ini bukan
kasus persetubuhan," katanya. Mayor Pol. Iwa sendiri, katanya,
sudah dipanggil dan diperiksa pimpinan Kodak VIII. "Berdasarkan
hasil pemeriksaan, di bawah sumpah, Mayor Iwa membantah
tuduhan," katanya.
Pangalengan
Karena itu, Kadapol kemudian menyimpulkan, Mayor Iwa tidak
mengadakan "hubungan gelap " dengan Mimin. "Memang Iwa mengaku
pernah mengajak makan minum bersama. Tapi tidak pernah
berduaan," kata Suwardjono. Ia juga menunjuk surat pengakuan
"tanpa paksa" Mimin yang meminta perlindungan Iwa karena ancaman
orang lain. Bukan minta pertanggungjawaban.
Tapi Mimin membantah adanya surat pengakuan. "Itu tidak benar,"
kata Mimin gemas, "kalau saya ini sampai melahirkan bayi bukan
karena Iwa, apa saya hamil karena hantu?" tambahnya. Katanya, ia
mengadakan "hubungan gelap" dengan Iwa di sebuah penginapan di
Pangalengan. "Setengah dipaksa," katanya. Setelah itu, hubungan
dilanjutkan di berbagai tempat. "Pokoknya, sampai enam kali,"
kata Mimin dengan pasti. Sementara itu, tambahnya, Iwa berjanji
terus akan mengawininya, meski ia tahu laki-laki itu telah
berkeluarga. "Kalau keterangan saya tidak benar, saya berani
disumpah pocong, " kata Mimin.
Wanita tamatan SMP itu juga mengungkapkan proses verbal pertama
yang dibuat polisi memang menyebut Iwa yang membuatnya hamil.
Setelah itu, polisi menyodorkan proses verbal kedua untuk
diteken. "Karena saya kira isinya sama dengan yang pertama, saya
langsung tandatangani," kata Mimin. Rupanya kertas kedua itu
yang diteruskan polisi ke kejaksaan.
Sebelum pemeriksaan, Iwa memang pernah menemuinya. Perwira
polisi itu minta agar Mimin tidak menyangkutkan namanya dalam
pengakuan dan "harus mengakui kehamilannya akibat hubungan
dengan orang lain." Maka laki-laki itu berjanji: "bila
pengakuannya demikian, saya tidak akan dihadapkan ke
pengadilan," ungkap Mimin, anak pensiunan TNI-AD itu.
Kadapol sendiri tidak kaget menghadapi gugatan itu. "Gugatan itu
hak mereka. Kenapa kami tidak berani melayaninya," kata
Suwardjono menirukan Kadapol. Iwa sendiri pekan lalu tak
berhasil dijumpai di tempat tugasnya yang baru, di Cilegon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo