Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Selain Dituntut 12 Tahun Penjara, Mario Dandy Wajib Bayar Restitusi Rp 120 Miliar, Apa Pengertiannya?

Jaksa menuntut pelaku penganiayaan David Ozora, Mario dandy penjara 12 tahun dan restitusi Rp 120 miliar. Berikut pengertian restitusi.

26 Agustus 2023 | 08.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut pidana 12 tahun penjara kepada Mario Dandy Satriyo dalam kasus penganiayaan terhadap Crystalino David Ozora. Mario pun diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp 120.388.911.030 atau jika dibulatkan Rp 120 miliar.

"Menjatuhkan pidana penjara oleh itu kepada terdakwa Mario Dandy Satriyo alias Dandy dengan pidana penjara selama 12 tahun. Dikurangi selama terdakwa Mario Mario Dandy Satriyo alias Dandy berada dalam tahanan, sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan," ujar JPU Hafiz Kurniawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 15 Agustus 2023.

Apa itu Restitusi?

Restitusi atau ganti kerugian merupakan biaya yang dibayarkan seseorang karena adanya kerugian yang diderita orang lain secara ekonomi. Dikutip dari jdih.kemenkeu.go.id, pemberian restitusi dilakukan oleh pelaku atau pihak ketiga berdasarkan perintah yang tercantum dalam amar putusan Pengadilan HAM. Sementara itu, restitusi dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti rugi untuk kehilangan atau penderitaan. Termasuk uang penggantian biaya untuk tindakan tertentu.

Dikutip dari setkab.go.id, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan Kepada Saksi Korban, pengajuan restitusi dilakukan oleh korban, keluarga atau kuasanya kepada pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK. Di sini, LPSK akan menyampaikan permohonan restitusi beserta keputusan pertimbangannya kepada penuntut umum.

Selain itu, hasil pemeriksaan permohonan restitusi ditetapkan dengan keputusan LPSK. Keputusan itu disertai dengan pertimbangan dan rekomendasi untuk mengabulkan atau menolak permohonan restitusi, sesuai bunyi Pasal 26 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018.

Setelahnya, penuntut umum dalam pelaksanaan putusan pengadilan akan menyampaikan salinan putusan pengadilan kepada LPSK paling lambat tujuh hari sejak salinan diterima. Begitu juga LPSK kepada Korban dan pelaku tindak pidana atau pihak ketiga paling lambat tujuh hari sejak salinan putusan pengadilan diterima.

Disamping itu, menurut Pasal 5 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 2022 apabila korban adalah anak, maka pihak yang mengajukan restitusi dilakukan oleh orang tua, keluarga, wali, ahli waris atau kuasanya, atau LPSK. Sedangkan, menurut Pasal 18 huruf c Perma No. 1 Tahun 2022, permohonan kompensasi wajib diajukan melalui LPSK.

Dalam pengajuannya, restitusi dilaksanakan sejak korban melaporkan kasus yang dialaminya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat. Serta ditangani oleh penyidik bersamaan dengan penanganan tindak pidana yang dilakukan. Selanjutnya, penuntut umum akan memberitahukan kepada korban tentang haknya dan jumlah kerugian yang diderita korban akibat tindak pidana orang tersebut. 

Dirangkum dari Jurnal "Pemberian Restitusi Sebagai Perlindungan Hukum Korban Tindak Pidana" oleh Irawan Adi Wijaya, peraturan restitusi tertuang didalam Undang-Undang. No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Peraturan restitusi juga dicetus dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang No. 21/2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Revisi Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 23/2002), Undang-Undang No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dilansir dari business-law.binus.ac.id, aturan restitusi juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 3/2002 tentang Restitusi dan Kompensasi bagi Korban Pelanggaran HAM. Serta Peraturan Pemerintah No. 44/2008 dan PP No. 7/2018 yang merupakan peraturan restitusi dan kompensasi sebagai perwujudan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban.

Disamping itu, menilik UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, restitusi dapat diberikan kepada korban pelanggaran HAM berat yang diajukan dalam surat tuntutan JPU dalam Pengadilan HAM. Selain itu, merujuk UU No. 31/2014 restitusi diajukan melalui LPSK yang selanjutnya berkoordinasi dengan JPU untuk dimasukkan dalam tuntutan. 

Terlepas dari itu, Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi maka pelaku dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun. Aturan ini disebutkan dalam Pasal 50 ayat 4 Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dikutip dari jurnal “Pengaturan Restitusi Kepada Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Tppo) (Studi Putusan Nomor 50/Pid.B/2018/Pn.Bit Dan Putusan Nomor 1507 K/Pid/Sus/2016)".

KHUMAR MAHENDRA

Pilihan Editor: Pengacara Sebut Biaya Terapi David Ozora di Rumah Capai Rp 1 Miliar Tiap 6 Bulan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus