Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengklaim sebagai korban penipuan perjanjian utang-piutang.
Amran Sulaiman berkali-kali melaporkan mantan rekan bisnisnya.
Rekan bisnis Amran Sulaiman kini berstatus buron.
DIKAWAL belasan polisi berseragam, seorang pegawai Pengadilan Negeri Makassar membacakan risalah putusan di depan bangunan berlantai dua di kompleks rumah toko Mirah nomor 10/14, Jalan Pengayoman, Panakkukang, Makassar, Sulawesi Selatan. “Eksekusi dilakukan karena pihak terlelang belum menyerahkan obyek lelang secara sukarela,” ujar pegawai pengadilan itu saat membacakan risalah pada Senin, 26 Oktober lalu.
Pemillik ruko yang disebut pihak terlelang, Armandsyah Arifuddin, terlihat menghadiri eksekusi. Ia kecewa tapi tak melakukan perlawanan. “Hak keperdataan saya sama sekali tak disinggung dalam risalah eksekusi,” kata Armandsyah. Setelah eksekusi, ruko yang difungsikan sebagai pusat kuliner tersebut beralih kepemilikan ke seorang pengusaha asal Bandung, Jawa Barat.
Armandsyah membeli rumah toko seluas 231 meter persegi itu dari seorang pengusaha sekaligus temannya, Fathir Sarif, pada 24 April 2012. Setelah meneken akta jual-beli, ia mengagunkan ruko ke Bank BNI senilai Rp 3,5 miliar. “Saat ini, utang itu harus dibayar meski kepemilikan rumah sudah beralih,” ucapnya.
Fathir Sarif menjual ruko karena tengah terlilit utang sebesar Rp 2,4 miliar kepada CV Empos Tiran, milik Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian periode 2014-2019. Perusahaan milik Fathir, PT Kings Tho Bone Prima Indonesia, bergerak dalam perdagangan semen dengan CV Empos. Fathir menunggak pembayaran.
CV Empos sempat mengadukan Fathir ke kepolisian karena tak kunjung melunasi utang. Kedua pihak memilih berdamai dengan membuat perjanjian utang-piutang dengan CV Empos pada 11 November 2011. Fathir mengagunkan sejumlah aset. Salah satunya ruko di kompleks Mirah itu.
Setelah membuat perjanjian utang, Fathir membayar cicilan utang menggunakan cek. Saat akan dicairkan, ternyata rekening di cek itu kosong. CV Empos kembali melaporkan Fathir ke Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dengan tuduhan penipuan. “Laporan itu dibuat karena Fathir wanprestasi,” kata Amran Sulaiman pada Jumat, 30 Oktober lalu.
Polisi menangkap Fathir atas laporan kedua CV Empos pada awal 2012. Saat proses hukum berjalan, Fathir diduga tetap berupaya menjual ruko kepada Armandsyah. Negosiasi antara Fathir dan Armandsyah berujung kesepakatan pembelian ruko pada 24 April 2012.
Mendengar informasi penjualan ruko kompleks Mirah, CV Empos membuat laporan ketiga ke kepolisian. Kali ini, Fathir dituduh menggelapkan agunan perjanjian utang.
Amran menganggap Fathir tak memiliki iktikad baik. Selain memberikan cek bodong, Fathir menjual ruko yang sudah diagunkan dalam perjanjian utang. “Saya ini korban penipuan. Bisnis yang dijalankan anak buah saya rugi Rp 3 miliar karena ulah dia,” kata Amran.
Laporan ketiga ini berlanjut ke Pengadilan Negeri Makassar. Di persidangan, Fathir beralasan menjual ruko tersebut karena Amran mengabaikan isi surat perjanjian utang. Salah satu pasal perjanjian berisi kesepakatan untuk tidak membawa perkara utang-piutang ini ke kepolisian.
Pada 2014, majelis hakim memenangkan Fathir. Hakim menilai tuduhan penggelapan aset tanah dan bangunan tak terbukti. Dokumen kepemilikan sertifikat tanah bangunan yang pernah disita pengadilan dikembalikan kepada Armandsyah yang dianggap sebagai pemilik sah.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo