Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Serangan Geng Narkotik Berlan

Jaringan narkotik Mama Yola mengakar di kawasan Berlan sejak 2010. Terus menguat sampai berani menyerang aparat.

1 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAS air mata mengepul memenuhi kamar Ricardo Pattikassy pada Jumat dua pekan lalu. Tim Satuan Tugas Gabungan Kepolisian Daerah Metro Jaya menembakkan lima kaleng zat kimia agar Ricardo alias Rico keluar dari rumah mertuanya di Jalan Nakula, Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.

Rico tak menunjukkan tanda-tanda menyerah. Sempat melongok dan meludah dari pintu, ia malah menembaki polisi. Kala itu Rico memegang senjata revolver enam peluru yang ia rampas dari polisi yang dianiaya di rumah Anthoneta Christina alias Mama Yola, dekat kawasan Berlan, Matraman, Jakarta Timur.

Baku tembak pun terjadi. Kali ini polisi menang jumlah orang dan amunisi. "Rico tewas karena tembakan di kepala," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Eko Daniyanto, ketika menceritakan drama 30 menit penggerebekan itu, Rabu pekan lalu.

Sehari sebelum menghabisi Rico, polisi menembak mati Ade Frioza Wijaya alias Ade Badak di Jalan Letjen Sutoyo, Cawang, Jakarta Timur. Ade pun melawan ketika akan dibekuk polisi. Tiga tembakan di dada akhirnya menumbangkan dia. "Badannya besar banget, pantes dipanggil Ade Badak," ujar Kepala SatuanReserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta TimurAjun Komisaris Besar Nasriadi, yang memimpin penyergapan.

Rico dan Ade Badak menjadi incaran polisi karena mengeroyok polisi pada Senin dua pekan lalu. Waktu itu empat anggota Kepolisian Sektor Metro Senen hendak menggerebek rumah Mama Yola di Jalan Slamet Riyadi IV, Kebon Manggis, Jakarta Timur. Brigadir Taufik Hidayat tewas setelah dikeroyok, lalu dilempar ke Kali Ciliwung. Seorang informan polisi juga tewas. Tiga polisi lain luka-luka. Delapan orang pengeroyok Taufik dan kawan-kawan masih diburu.

* * * *

NAMA Mama Yola tertangkap radar polisi sejak 2009. Menurut Kepala Satuan NarkobaPolres MetroJakarta Timur Ajun Komisaris Besar YupriR.M., polisi pernah menangkap Mama Yola pada 2010. Ia dihukum satu tahun penjara karena penyalahgunaan narkotik. Begitu bebas, menurut Yupri, Mama Yola kembali masuk pantauan polisi.

Menurut seorang penyidik, "karier" perempuan 64 tahun ini di jaringan narkotik dirintis dari bawah. Mula-mula dia hanya pemain kecil. "Semacam ngumpulin modal," kata si penyidik. Persinggungan Mama Yola dengan bandar narkotik selama di penjara diduga memperluas jejaringnya. Wilayah pemasaran Mama Yola pun meluas, tak hanya di sekitar Matraman, tapi merambah ke wilayah lain di Jakarta Timur.

Salah satu wilayah yang mempopulerkan nama Mama Yola, misalnya, kawasan prostitusi Gunung Antang, Jatinegara, Jakarta Timur. Tempat mesum di bawah rel kereta antara Jatinegara dan Matraman itu hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah Mama Yola. Beberapa warga di Jalan Slamet Riyadi IV menuturkan, para pekerja seks di Gunung Antang kerap wira-wiri ke gang rumah Mama Yola.

Untuk melindungi bisnisnya, pada 2012, Mama Yola merekrut beberapa "centeng", antara lain Rico, Ade Badak, dan Johan Alexander alias Joang. Sejak itu, bisnis Mama Yola terus menanjak. Setelah melacak aliran dana ke rekening Mama Yola, polisi menemukan jejak sejumlah transaksi bernilai ratusan juta rupiah. Sepanjang 2015, misalnya, total uang keluar-masuk tiga rekening milik Mama Yola sekitar Rp 14 miliar. "Kami mau sasar dia dengan pasal pencucian uang," ujar Komisaris Besar Eko Daniyanto.

Polisi menduga bukan tanpa alasan Mama Yola mengendalikan bisnis narkotik dari kawasan Berlan. Dia memanfaatkan nama Berlan yang sejak 1970-an dikenal sebagai kompleks permukiman Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. "Dari dulu, kalau dengar nama itu, orang sudah gemetar," kata Yupri. Pelanggan Mama Yola pun diduga merasa lebih aman bila bertransaksi di sana.

Pertengahan 2015, Polres Jakarta Timur pernah menggerebek rumah Mama Yola. Pasukan penyergap, menurut Yupri, sudah disiapkan jauh-jauh hari. "Sudah kami petakan dengan detail," ucapnya. Namun penggerebekan gagal karena gerombolan pendukung Mama Yola melawan balik. "Daripada jatuh banyak korban, kami mundur," ujar Yupri.

Penggerebekan rumah Mama Yola akhirnya berlangsung tanpa rencana matang. Itu pun yang pertama kali "menyentuh" rumah Mama Yola bukan Polres Jakarta Timur. Ceritanya bermula dari razia panti pijat oleh petugas Kecamatan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Dalam operasi kependudukan pada Senin dua pekan lalu itu, petugas kecamatan menemukan alat isap sabu-sabu dari tangan seorang terapis bernama Erni Bulan. Pegawai kecamatan lantas membawa Erni Bulan ke kantor Polsek Metro Senen.

Menurut Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat Komisaris BesarHendroPandowo, ketika diperiksa, Erni Bulan mengaku memperoleh sabu-sabu dari Mama Yola. Berdasarkan pengakuan tersebut, Kepala Unit Narkoba Kepolisian Sektor Senen Inspektur Satu Haryadi Prabowo memutuskan menggerebek rumah Mama Yola.

Haryadi mendatangi rumah Mama Yola bersama tiga anak buahnya, yakni Brigadir Taufik Hidayat, Brigadir Patrick Roidan, dan Brigadir Widayat Ibnu Rifa'i. Lima orang informan menyertai mereka.

Rombongan kecil polisi itu tiba di Berlan sekitar pukul 14.15. Mereka datang lewat Jalan Slamet Riyadi IV. Informan sempat ragu menunjukkan rumah Mama Yola. Setelah memastikan kepada warga sekitar, tim yang dipimpin Haryadi masuk gang menuju rumah Mama Yola.

Polisi kemudian menggedor sebuah rumah dua lantai berkelir hitam-putih itu. Tak kunjung mendapat jawaban, mereka mendobrak pintu, lalu masuk. Ternyata, di lantai bawah, ada tiga laki-laki yang diduga baru mengisap sabu-sabu. Sedangkan di lantai atas ada dua orang yang mencoba kabur. Satu loncat ke Kali Ciliwung. Seorang lelaki yang keluar lewat jendela depan sempat ditangkap tim Haryadi.

Gedebak-gedebuk di rumah petak Mama Yola mengundang perhatian tetangga kanan-kiri. Empat anggota geng, salah satunya Rico, berlari menuju lapangan bulu tangkis, yang berjarak tak sampai 20 meter dari rumah Mama Yola. Kala itu ada 15 orang lain di tanah lapang di mulut gang Jalan Slamet Riyadi IV tersebut. Ade Badak dan Angeline Monita alias Anita, anak Mama Yola, juga ada di sana.

Gerombolan itu balik merangsek ke arah rumah Mama Yola. Mereka membawa aneka senjata, seperti katana, celurit, dan golok. Di depan rumah Mama Yola, mereka menantang Haryadi menunjukkan surat perintah penggeledahan. Ketika surat itu diperlihatkan, seorang lelaki yang belakangan diketahui polisi bernama Mail malah berteriak, "Surat ini basi. Kedaluwarsa."

Persis setelah teriakan itu, Anita menimpali, "Tangkap mereka. Serang, bacok, pukul, jangan takut." Ketika gerombolan ancang-ancang menerjang, Haryadi mencabut pistol dari sarungnya. Bukannya mundur, Ade Badak malah maju dan menantang. "Kalau berani, tembak saja," kata Ade Badak seperti dituturkan Haryadi kepada Eko Daniyanto. Tiba-tiba, dari arah belakang gerombolan, sebongkah batu meluncur mengenai Haryadi. Pak Polisi pun langsung tersungkur.

Dua anak buah Haryadi, Patrick dan Taufik, buru-buru masuk ke rumah Mama Yola dan mengunci pintu dari dalam. Di luar, Haryadi dan Widayat menjadi bulan-bulanan. Meski dipukuli, Widayat berhasil lari. Tinggal Haryadi yang terkapar.

Pengeroyok semakin banyak setelah seorang pelaku memukul-mukul tiang listrik. Pada saat bersamaan, Anita berteriak, "Ada maling." Di antara massa, tampak dua orang bertubuh tegap dan berambut cepak. Mereka ikut menghajar Haryadi dan menusuknya dengan senjata tajam.

Seorang pengeroyok sempat meminta massa berhenti menghajar Haryadi. "Buat klenger aja dulu. Jangan langsung ditusuk," ujar seorang penyidik menirukan keterangan saksi. Lalu Rico dan Ade Badak menyeret Haryadi ke mulut gang di sisi Jalan Slamet Riyadi. Setelah Haryadi ditinggalkan kedua orang itu, baru ada warga yang berani membawanya ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

Belasan orang lainnya, sementara itu, mendobrak masuk ke rumah Mama Yola. Seorang informan polisi, Cibe, mencoba kabur dengan meloncat ke Kali Ciliwung. Adapun Taufik dan Patrick tertangkap gerombolan. Taufik dihajar, lalu dilempar ke sungai. Setelah babak-belur, Patrick pun meloncat ke sungai. Begitu masuk air, Patrick menepi dan bersembunyi di kolong rumah.

Nahas bagi Taufik dan Cibe. Keduanya tewas. Jasad mereka baru ditemukan keesokan harinya di dasar Kali Ciliwung tak jauh dari lokasi. Hasil otopsi menyebutkan keduanya meninggal karena tenggelam.

Menurut sejumlah warga Berlan, Mama Yola sebetulnya bukan pentolan utama dalam lingkaran peredaran narkotik di sekitar Matraman. Ada beberapa nama lain yang lebih lama "bermain" di sana. Di antaranya seorang anggota organisasi kepemudaan yang menghilang setelah polisi menggerebek rumah Mama Yola.

Kepala Satuan Narkoba Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Ajun Komisaris Besar Yupri R.M. menguatkan keterangan warga. Menurut dia, Mama Yola termasuk pemain baru di Berlan. "Dia bisa disebut lapisan kedua," ucap Yupri. Polisi terus memburu beberapa pentolan pengedar narkotik yang namanya klop dengan yang disebut-sebut warga.

Yuprimenerangkan, petugas Polsek Senen tak berkoordinasi ketika menggerebek rumah Mama Yola. "Mereka belum tahu peta kawasan tersebut," ucapnya Kamis pekan lalu. "Padahal Mama Yola bukan orang sembarangan." Kepala PolresMetroJakarta Pusat Komisaris Besar Hendro Pandowo menanggapi, "Mungkin koordinasinya antarkepala unit." Di tingkat kepolisian sektor, urusan narkotik memang diurus setara kepala unit.

Setelah ada anggota polisi yang tewas, koordinasi baru terjadi. Pada malam hari setelah pengeroyokan, tim dari Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur menangkap Mama Yola dan Anita di rumah mereka. Mama Yola ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan narkotik. Dia ditahan di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido, Bogor. Sedangkan Anita dituduh memprovokasi penyerangan terhadap polisi.

Polisi juga menangkap dua tersangka lain, yaitu Imam Hadi Saputra alias Koceng dan Joang, Kamis dua pekan lalu. Dari mereka, polisi mengetahui tempat persembunyian Rico dan Ade Badak. Selanjutnya, perburuan centeng Mama Yola melibatkan tim Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Polisi pun telah menangkap tiga anggota TNI Angkatan Darat berpangkat kopral dua yang diduga turut mengeroyok Haryadi dan kawan-kawan. Ketiga orang itu diserahkan ke Polisi Militer Angkatan Darat. Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Jakarta Raya Kolonel Infanteri Heri Prakosa membenarkan kabar penangkapan ketiga anggota tentara itu. Namun, menurut Heri, pemeriksaan oleh Polisi Militer belum menemukan cukup bukti. Meski begitu, mereka masih mendekam di tahanan Polisi Militer. "Kalau urusannya sama narkotik, ada instruksi dari atas: sikat," ujar Heri.

Syailendra Persada, Istman Musaharun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus