Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setara Institute mendesak pemerintah pusat mencabut peraturan mengenai syarat administratif pembangunan rumah ibadah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setara meyakini penghapusan syarat administratif mengenai dukungan dari jemaah dalam pendirian rumah ibadah akan mengurangi terjadinya aksi intoleransi mengenai pembangunan rumah ibadah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pemerintah perlu melakukan langkah progresif untuk membuktikan komitmen dalam menegakkan jaminan hak konstitusional warga negara,” kata Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, Rabu, 22 Februari 2023.
Halili mengatakan aturan administratif yang dimaksud termuat dalam Peraturan Bersama 2 Menteri Nomor 98 tahun 2006. Salah aturan itu adalah mengenai adanya syarat dukungan dari 90 orang jemaah dan 60 orang di luar jemaah dalam pendirian rumah ibadah di suatu wilayah.
Terbaru, aturan ini telah menyebabkan tindakan intoleransi terhadap jemaah Gereja Jemaah Kristen Kemah Daud, di Rajabasa, Bandar Lampung.
Ketua RT setempat bersama sejumlah warga memaksa membubarkan ibadah yang sedang berlangsung di gereja tersebut pada Ahad, 18 Februari 2023.
Warga beralasan pembangunan gereja tersebut belum memenuhi syarat yang ada di dalam keputusan dua menteri tersebut, yakni dukungan dari warga nonjemaah.
Sementara pihak gereja mengatakan kesulitan mendapatkan dukungan tersebut. Sebelumnya, pengurus gereja sebenarnya telah mendapatkan dukungan dari warga setempat, namun dukungan itu dicabut begitu berganti kepemimpinan.
Halili mengatakan Setara mengapresiasi pihak Polresta Bandar Lampung yang memberikan jaminan izin sementara selama dua tahun kepada jemaah sembari mengurus perizinan rumah ibadah.
Dia menganggap langkah ini bisa dicontoh sebagai cara penyelesaian sementara terhadap kasus penolakan keberadaan rumah ibadah yang jumlahnya diperkirakan jauh lebih banyak dari yang terpantau media.
Dia mengatakan pada awal tahun ini saja sedikitnya sudah terjadi empat kali pelarangan terhadap kegiatan keagamaan di sejumlah wilayah Indonesia. Pada akhir Januari kemarin, terjadi aksi pencegatan terhadap jemaah Ahmadiyah oleh Forkopimda Sintang, Kalimantan Timur.
Lalu, pada awal Februari ini juga terjadi pembubaran ibadah yang dialami jemaah Gereja Pantekosta di Indonesia Metland Cileungsi, Bogor. Lalu terjadi pelarangan beribadah Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Filadelfia Bandar Lampung pada 5 Februari 2023 dan pelarangan pembangunan sarana peribadatan Ahmadiyah di Parakansalak berdasarkan kesepakatan Bupati dan Forkopimda Sukabumi.
Halili mengatakan untuk menghindari peristiwa diskrimintaif ini terjadi pemerintah pusat perlu melakukan sejumlah tindakan. Mehurut dia, pemerintah perlu menggeser paradigma pengaturan peribadatan dan pendirian rumah ibadah dari pembatasan ke fasilitasi.
Dia mendesak pemerintah untuk juga memperluas peran Forum Kerukunan Umat Beragama dengan fungsi-fungsi kampanye toleransi, penyediaan ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik.
Halili berujar Setara juga mendesak agar pemerintah pusat menarik perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Pemerintah perlu menyederhanakan mekanisme di Kementerian Agama, sebab urusan agama merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan sebagai urusan pemerintahan daerah.
Pilihan Editor: PGI Kecam Aksi Pelarangan Ibadah di Gereja Bandar Lampung